-Pengakuan Batin-

2.1K 151 17
                                    

Aku bergerak gelisah di atas tempat tidur. Ini tak biasanya terjadi. Keringat sudah membasahi tubuhku sedari tadi. Ruangan ini ber-AC. Tapi, aku keringatan dan merasa tak nyaman dalam kasur ini.

'Kenapa dia belum pulang?'

Sudah jam 12 malam. Aku kembali melirik jam dinding yang terpampang besar di dinding. Kemana suamiku ini? Kenapa belum kembali juga?

'Mungkin dia mempunyai pekerjaan tambahan.'

Aku mencoba menghibur diriku sendiri. Peluh masih bertengger manis di tubuhku. Aku khawatir. Aku khawatir dia kenapa kenapa.

Klek..

Aku langsung menutup tubuhku dengan selimut putih yang sedari tadi ku remas.

"Dia sudah tidur."

Kevin semakin mendekati kasur. Aku mulai tenang sekarang. Dia sudah pulang.

"Maafkan Aku."

'Maaf? Untuk Apa?'

"Ini kulakukan karena aku tak mau kehilanganmu. Kau milikku selamanya."

'Kehilanganku? Memangnya kenapa? Aku akan di sini selamanya.'

"Aku mencintaimu. Tak apa jika kau tak mencintaiku. Biarkan aku saja yang merasakan betapa indah bisa mencintai dokter secantik dirimu. Aku hanya menunggu. Ketika kau akan membuat cerita tentang kita lalu cerita itu kau jadikan sebuah buku berharga. Aku yakin. Kau akan melakukannya. Kau penulis. Itu sebabnya aku rela seperti ini untukmu."

'Tunggu. Dia mencintaiku? Sungguh?'

"Tidur yang nyenyak. Tak akan ku biarkan seorangpun menyakitimu."

'Aku berharga baginya.'

Perlahan, ku dengar Kevin memasuki toilet di kamar kami. Dia mungkin mau mandi.

"Dia mencintaiku."

Aku mengatakannya pada diriku sendiri.

Dia tak tau bahwa aku mendengarkan semua yang dia katakan tadi. Tapi, benarkah dia mencintaiku?

Aku terlalu malas untuk menerka. Kepo bukanlah gayaku. Sifat ku yang cuek adalah ciri khas ku.

Aku pun memilih untuk memejamkan mataku dan mulai bermimpi.

"Selamat malam. Aku mencintaimu."

Aku masih merasakan seseorang berbisik dan mengusap kepalaku. Aku mengabaikan hal itu dan tetap memejamkan mataku. Biarlah esok menjadi rahasia sendiri. Dan semoga esok menjadi hari yang baik.

***

Mila menyiapkan sarapan pagi seperti biasanya di rumah ini. Langit masih terlihat gelap. Wajar, ini masih setengah empat pagi. Dia selalu bangun jam segini untuk menyalurkan bakat memasak yang Ia punya sejak kecil.

"Kau selalu bangun jam segini?"

Suara bariton yang membuat Mila kaget.

"Ya."

Mila mencoba menjawab dengan sesantai santainya.

'Pria ini. Dia mengatakan cinta kan? Tapi dia bangun jam segini untuk apa? Biasanya dia bangun terlambat atau sebelum jam segini.'

Mila mengatakan dalam batinnya dengan bingung.

"Aku akan pergi."

"Aku tau. Kau akan pergi dan pulang larut malam."

Mila tetap fokus pada masakannya. Tak ada orang lain selain mereka berdua di sini.

"Aku akan pergi dan pulang bulan depan."

"Hah?"

"Ya. Kau tak perlu kaget. Ini sudah biasa. Urusan pekerjaan."

'Maaf, aku hanya ingin Leo mengetahui bahwa sekarang, kau bukanlah kelemahan utamaku. Tetapi nanti. Maaf aku berbohong.'

'Untuk apa kau mengatakan cinta semalam? Kini kau mau meninggalkanku? Entah apa yang kau ingin mainkan dalam rumah tangga ini.'

'Hanya ingin membuktikan cintaku untukmu.'

'Tapi perbuatanmu membuktikan bahwa perkataan dan pengakuan semalam itu hanyalah semu.'

Seakan telepati, pengakuan batin mereka saling bersahutan. Seperti pembalasan. Batin Mila berkata sinis. Seperti minta maaf, batin Kevin berkata sedih.

TO BE CONTINUED...

Hai.. Akhirnya saya bisa melanjutkan cerita ini. Saya senang, pembaca meninggalkan jejak berupa vote. Tetapi, saya minta tolong. Tinggalkan jejak berupa comment. Itu saja. Gak papa dikit yaaa.... Soalnya udah banyak tugas. Banyak ujian.. Ini aja mati matian mau lanjut. Bye..

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang