[RITS]
Taehyung membanting tumpukan kertas yang sedari tadi ia baca. Tidak ada yang ia mengerti tentang saham, seperti yang tertera di lembaran-lembaran itu. Ia hanya bisa mengacak rambut frustasi. Sudah lebih dari seminggu, Taehyung harus berhadapan dengan lawan sang kakek dalam dunia bisnis, menerima berbagai sindiran dan hujatan, yang mengatakan bahwa sang kakek akan gagal suatu hari nanti. Taehyung dengan berani menerima ucapan-ucapan itu dengan senyum miring, meski sebenarnya ia juga menyimpan rasa takut dalam hati. Ia sadar bahwa dirinya belum mampu memegang beban seberat ini.
Taehyung mengambil ponsel dan menekan tombol video call. Taehyung butuh obat untuk menenangkan dirinya yang stres. Nada panggil terdengar, tapi tidak ada jawaban. Taehyung mencoba sekali lagi, tapi panggilannya ditolak. Tak lama, sebuah pesan masuk.
[Ada apa, sayang? Ibu tidak bisa mengangkat video call karena ada urusan. Ibu akan meneleponmu saat semua sudah selesai. Ibu mencintaimu]
Taehyung berdecak kesal setelah membaca pesan itu. Padahal, ia sangat butuh melihat jagoannya agar perasaan yang kacau sejak pagi bisa membaik. Jika sudah begini, Taehyung tidak akan tahan berlama-lama di ruang kerjanya. Ia berjalan ke luar ruangan, tapi dicegat oleh asistennya.
"Tuan Kim, Anda hendak pergi ke mana?" tanya seorang wanita yang berdiri di balik mejanya.
Taehyung mengangguk sambil tersenyum. "Ya. Aku ada perlu sebentar dengan temanku di lobi. Ambil alih semua urusan ya. Hubungi aku jika ada apa-apa." Tanpa menunggu jawaban dari asistennya, Taehyung mempercepat langkah menuju lift.
Di lobi, Taehyung melemparkan pandangannya ke seluruh arah dan tersenyum dengan tangan terangkat saat melihat sosok familier berjalan cepat ke arahnya.
"Maaf sekali karena sudah merepotkanmu, Jungkook." Ujar Taehyung sambil mengambil tas ransel yang disodorkan padanya.
"Daripada minta maaf, bukankah lebih baik kau berterima kasih ya?" sindir Jungkook.
Taehyung terkekeh sambil menepuk pelan lengan Jungkook. "Baiklah. Terima kasih, sobat."
Jungkook tersenyum puas. "Kembalikan tas dan bajunya saat kau sempat saja. Aku masih punya banyak tas di rumah."
"Sombong sekali." Ledek Taehyung. Jungkook hanya mengangkat bahu.
Setelah Jungkook pergi, Taehyung bergegas ke luar dari pintu darurat dan mencari toilet umum untuk berganti pakaian. Saat merasa sudah lebih nyaman dengan kaos dan jeans, Taehyung melangkah cepat. Tidak sabar untuk bertemu ibu dan adiknya.
***
Dahye berpejam tanpa sadar di sisi kasur yang Jimin tempati. Ia sangat lelah setelah semalaman menemani Jimin yang tidak bisa tidur nyenyak karena dadanya sakit. Jimin terus menangis sambil memanggil Taehyung. Untunglah sekarang Jimin sudah bisa lebih tenang karena selang oksigen dipasangkan di hidungnya.
Drrrrrt drrrrrt
Dahye tersentak saat ponselnya bergetar karena panggilan masuk.
"Oh iya, Taehyung. Ibu masih di panti. Masih ada yang harus diurus. Apa? Jimin? Ah, Jimin sedang bermain bersama teman-temannya. Foto? Kurasa akan sulit mengambil foto jika dia sedang berlarian seperti itu, Taehyung." Ujar Dahye, berbohong.
Tiba-tiba, Dahye tersenyum kikuk. "Apa yang kau bicarakan? Tentu saja Ibu tidak berbohong. Jimin baik-baik saja, percayalah pada Ibu."
Tiba-tiba, terdengar suara pintu ruang rawat Jimin bergeser. Dahye terkejut bukan main dan hampir menjatuhkan ponselnya. Saat ia menoleh, Dahye tertegun. Taehyung berdiri di depan pintu dengan ponsel yang masih didekatkan ke telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow In The Sky
Fanfic[RITS : Supplementary available in BOOK] "Sumber hidupku adalah senyuman Jimin dan Taehyung." -Dahye [Prequel dari Rain In The Middle Of Night] (Start: August 2016) (End: May 2018) Repost on June 2020 Copyright wella©