--12 : Lie

1.3K 159 6
                                    

[RITS]

Pagi-pagi sekali, Taehyung sudah selesai membereskan pakaian dan barang-barang lain ke dalam tas ranselnya. Dahye menghampiri putranya sambil tersenyum sendu. Hatinya merasa lega bercampur sedih karena pernyataan Taehyung yang memutuskan untuk menemui kakek dan neneknya.

"Sudah menyiapkan semuanya, Taehyung?"

Taehyung hanya mengangguk dalam diam. "Ibu tahu, sebenarnya kau juga merindukan mereka, iya kan?"

Taehyung bergumam pelan. Dahye memandangi wajah Taehyung. Tangannya membenahi rambut Taehyung, lalu menyentuh telinga Taehyung. Sentuhannya berakhir di pipi Taehyung. Ia usap lembut pipi putranya.

"Tidak disangka, malaikat kecil Ibu ternyata sudah dewasa dan akan pergi meninggalkan Ibu pada waktunya." Dahye tersenyum, tapi matanya yang berkaca-kaca tidak bisa disembunyikan.

"Bu, aku tidak meninggalkanmu. Aku hanya pergi sebentar. Aku akan kembali dan tidak akan menelantarkanmu dan Jimin."

Dahye menggeleng pelan. "Kau tidak perlu mencemaskan Ibu, Sayang. Yang penting kau bahagia bersama keluargamu. Itu sudah cukup bagi Ibu." Taehyung mengernyit sambil menggenggam tangan Dahye yang masih berada di pipinya. Berat sekali mengambil keputusan ini. Meninggalkan Dahye. Namun Taehyung tidak punya pilihan lain.

Tak lama, Daeryung datang. Disambut senyum Dahye dan wajah tak ramah yang biasa Taehyung tunjukkan pada Daeryung.

"Kita berangkat sekarang, Taehyung?" tanya Daeryung. Taehyung tidak menggubris pertanyaan itu dan malah menoleh pada Dahye.

"Aku ingin berpamitan dengan Jimin sebentar, Bu." Taehyung langsung menuju kamar Jimin setelah Dahye mengangguk. Taehyung berlutut di samping ranjang Jimin. Malaikatnya sedang tertidur. Ia tidak membayangkan apa yang akan terjadi jika Jimin menyadari ketidakhadiran Taehyung nantinya. "Aku pergi dulu, Jimin. Aku akan kembali padamu dan Ibu. Jangan buat Ibu sedih, ya?" ujar Taehyung sambil mengusap punggung tangan Jimin. Jimin menggeliat, sedikit terusik dengan sentuhan di tangannya, tapi tidak sampai membuatnya terbangun.

Taehyung keluar dari kamar Jimin dan bersiap untuk pergi. "Aku pergi, Bu. Aku akan kembali ke rumah besok." Ujar Taehyung sambil mengecup dahi Dahye.

"Jika kau tidak ada waktu, kau tidak perlu memaksakan diri untuk datang ke sini, Nak."

Taehyung menggeleng. "Aku akan pulang, Bu. Ini rumahku. Tidak ada yang bisa mencegahku untuk kembali padamu. Siapa pun itu." Taehyung melirik sinis pada Daeryung. Sengaja membiarkan Daeryung mendengar apa yang ia ucapkan.

Baru saja Taehyung melangkah menjauhi pintu, Jimin keluar dengan memegang boneka di tangannya. Ia mengusap matanya, lalu menyadari Taehyung berjalan sambil membawa tas.

"Taehyung?" suara Jimin membuat Dahye dan Taehyung menoleh bersamaan. Dengan cepat, Dahye menggenggam tangan Jimin agar putranya itu tidak berlari mengejar Taehyung. Namun, Jimin melepaskan genggaman Dahye dan berlari menyusul Taehyung yang hampir masuk ke mobil. Tidak peduli bonekanya yang sudah terjatuh di tanah.

Jimin langsung mendekap Taehyung. "Mau kemana? Tidak boleh! Tidak boleh pergi, Taehyung!" ujar Jimin sambil menggeleng dalam pelukan Taehyung.

Taehyung membalas pelukan Jimin sambil mengusap lembut kepala Jimin. "Aku hanya pergi sebentar saja."

Jimin mendongak, melihat wajah Taehyung yang tubuhnya jauh lebih tinggi dari Jimin. "Hanya sebentar?"

Taehyung mengangguk mantap sambil tersenyum. "Aku tidak boleh ikut?" tanya Jimin dengan polosnya. Taehyung menangkup pipi Jimin.

"Aku punya pekerjaan yang sangat melelahkan. Aku harus melakukan pekerjaan itu sendirian. Jika kau ikut, kau juga akan kelelahan. Aku tidak ingin kau kelelahan dan sakit. Karena itu, aku tidak mengajakmu. Kau mengerti?"

Jimin menoleh pada mobil hitam yang terparkir di depan gerbang rumahnya, lalu beralih pada Daeryung yang sudah menunggu di depan gerbang. "Apa kau akan pergi dengan paman itu?" Jimin menunjuk Daeryung.

"Iya. Paman itu akan membantuku. Jadi, aku tidak akan kesulitan. Hari ini kau harus menjadi anak baik dan menjaga Ibu, ya?"

Jimin mengangguk. "Nanti sore, aku akan membuat gambar dan puisi agar lelahmu hilang. Aku kan sudah bisa menulis. Jadi, kau harus cepat pulang ya, Taehyung." Ujar Jimin dengan nada ceria. Membayangkan sore nanti ia akan bisa menyambut Taehyung dengan riang.

"Baiklah, aku akan pulang lebih cepat, ya?" Taehyung mencubit dagu Jimin. Perasaannya selalu menghangat setiap kali melihat senyum Jimin, tapi di saat bersamaan hatinya juga sakit karena harus berbohong pada malaikatnya ini.

Taehyung melepaskan genggamanya dari tangan Jimin, lalu berjalan menuju mobil tanpa berbalik lagi. Daeryung dan Taehyung sudah siap dan mobil mulai berjalan pelan, menjauhi pekarangan rumah Dahye.

Jimin tersenyum sambil melambaikan tangan. Namun, saat ia rasa mobil semakin menjauh, senyuman Jimin memudar. Ia langsung berlari tanpa pikir panjang tanpa alas kaki. Hal itu membuat Dahye terkejut dan langsung mengejar Jimin. Langkah Jimin melemah, tapi ia tidak berhenti. Terus berlari tanpa melepas pandangannya dari mobil Daeryung.

Daeryung terus mengemudi sambil melirik kaca spion. "Taehyung, sepertinya Jimin mengejar kita."

Taehyung memejamkan mata. Berusaha untuk tidak melihat ke belakang. Ia tidak ingin melihat Jimin karena hatinya tidak akan kuat.

"Kau ingin aku berhenti sebentar?"

"Tidak." Taehyung menjawab dengan tegas. Taehyung berhasil merobek hatinya dengan ucapannya sendiri.

"Kau yakin, Taehyung?" tanya Daeryung sekali lagi.

"Apa kau ingin aku berubah pikiran dan melompat keluar dari mobil ini? Jika itu terjadi, aku tidak akan peduli lagi dengan kesepakatan apa pun dan akan kembali pada ibu dan adikku, Paman."

Daeryung menghela napas panjang. Mengangguk pasrah dengan keputusan Taehyung.

Taehyung menggigit bibirnya. Setitik air mata jatuh di pipi. "Maafkan aku, Jimin. Ini demi kebaikanmu."

To be continued

[RITS]

Sudah perbaikan. Ternyata chapter RITS ini pendek-pendek ya. Baru sadar setelah revisi.

Semoga kalian masih cinta.

Love you 

Wella

Repost

6 Juli 2020

Rainbow In The SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang