Yuhu sayangku
[RITS]
Hampir tiga puluh menit, Dahye menghabiskan waktunya untuk mengganti pakaian Jimin yang kotor karena terkena muntahan. Sebelum berangkat ke rumah sakit, Dahye sempat membawa selembar kemeja untuk berjaga-jaga. Sekarang, Dahye berniat untuk mengganti pakaian kotor Jimin dengan yang lebih bersih, tapi Jimin malah berulang kali menepis tangan sang ibu setiap kali Dahye memegang ujung sweatshirt-nya.
"Aku tidak mau ganti baju, Bu!" protes Jimin. Dahye menghela napas panjang, berusaha untuk terdengar tenang.
"Jimin, bajumu ini kotor. Lihat? Ada bekas muntah. Nanti semakin sakit kalau tidak diganti karena kau membiarkan kuman berkeliaran dengan baju kotormu ini." Ujar Dahye, kembali mencoba mengangkat sweatshirt Jimin.
Jimin bergerak mundur, memberontak dan hampir saja terdorong dari brankar. Namun refleks Dahye sangat cepat dan berhasil menangkap lengan Jimin. Mencegah putranya terjerembab ke lantai.
Dahye mengeratkan genggaman sambil menatap tajam pada Jimin yang mengerutkan dahi. Dahye tidak menggubris rengekan putranya. Ia tetap meraih ujung sweatshirt Jimin dan mengangkatnya. Melepas paksa baju dari tubuh Jimin meski sang anak mengoceh, merengek, bahkan menggerakkan tangannya tak tentu hingga mempersulit Dahye untuk mengganti baju lebih cepat.
Jimin terus mendorong tangan sang ibu, membuat Dahye kesulitan memasang kancing kemeja. Namun Dahye tidak menyerah dan membiarkan rengekan Jimin memenuhi telinganya. Lama-kelamaan, rengekan berubah menjadi tangis kesal.
"Ibu nakal! Aku tidak mau. Sudah kubilang, aku tidak mau ... huhu ..." Jimin memukul pahanya sendiri sambil menangis tersedu. Setelah selesai memasang pakaian putranya dengan sempurna, Dahye memegang tangan Jimin. Menghentikan tindakan sang putra sambil mendesis. Ia duduk di samping Jimin, lalu memeluk buah hatinya itu.
"Shh .... Shh... Iya, iya. Ibu tahu. Maafkan Ibu ya." Ujar Dahye.
"Taehyung! Aku mau Taehyung, Bu. Mana Taehyung?" rengek Jimin dalam pelukan sang ibu.
"Nanti kita bertemu Taehyung di rumah. Kita kan akan pulang. Karena itulah, kau harus rapi dengan baju yang bersih."
Jimin menggeleng, ia mendorong pelan sang ibu agar menjauh. Kemudian, Jimin menarik-narik lengan kemeja yang ia kenakan. "Tidak mau baju ini. Aku mau ganti baju dengan Taehyung saja. Mana Taehyung, Bu?" Jimin mengguncang lengan sang ibu. Dahye hanya bisa mengembuskan napas pasrah setiap kali menghadapi putranya yang sedang rewel begini.
Dahye terpaksa membuka televisi dan menyetelkan channel berisi kartun agar Jimin tenang. Saat Jimin fokus pada tontonannya, ponsel Dahye berdering.
"Taehyung?" jawab Dahye.
"Ya, Ibu masih di rumah sakit, Nak. Sebentar lagi, kamu akan pulang dengan taksi."
[Tunggu aku, Bu! Aku akan menjemputmu!]
Dahye mengernyit bingung karena suara Taehyung terdengar aneh. Taehyung terdengar panik. Namun Dahye mencoba menghadapi dengan santai.
"Kau masih ada urusan dengan kakekmu kan? Kami akan baik-baik saja, Nak. Kau tenang sa ..."
[Tidak! Kau harus menungguku. Aku akan segera ke sana. Jangan ke mana-mana. Ibu mengerti?]
Dahye bungkam sesaat. Ingin membalas tapi panggilan sudah tertutup tanpa salam. Ia hanya bisa menghela napas, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya membereskan kamar rawat Jimin.
Setelah beberapa saat, Dahye memutuskan untuk menunggu Taehyung di lobi rumah sakit bersama Jimin. Berulang kali ia melirik jam tangan dan menyadari bahwa sudah hampir satu jam sejak Taehyung menelepon, tapi putranya itu masih belum muncul juga.
"Ibu, Ibu ..." Jimin menepuk pelan tangan Dahye dan berhasil menarik perhatian sang ibu. "Taehyung mana, Bu?" tanyanya polos sambil menyeruput susu pisang yang sang ibu berikan tadi.
"Sebentar lagi, Sayang. Taehyung meminta kita untuk menunggu sedikit lagi. Sabar ya." Jawab Dahye lembut, sambil mengusap pipi putranya. Kemudian, Dahye mencoba menelepon Taehyung, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Malah nomornya tidak bisa dihubungi.
"Bu, susunya habis!" seru Jimin sambil menunjuk botol susu yang sudah kosong. Dahye sedikit terkejut, tapi setelahnya ia langsung tersenyum. Jimin beranja, lalu berjalan menuju tong sampah terdekat untuk membuang botol kosong itu. Kemudian, ia duduk kembali sambil menepuk-nepukkan telapak tangan pada baju, berniat untuk menghilangkan rasa lengket di tangannya.
"Taehyung kok lama sekali ya, Bu?" tanya Jimin sambil menggembungkan pipi. Jimin pasti merasa bosan, apalagi setelah susunya habis.
"Lama sekali sih. Padahal aku mau bilang padanya kalau aku tidak menangis kan tadi saat jarumnya ditarik dari tanganku." Jimin mengangkat tangan, memamerkan punggung tangannya yang memerah, bahkan terlihat ada goresan yang membuat Dahye membelalakkan mata dan langsung memegang tangan putranya.
"Kenapa tanganmu begini, sayang? Jimin menggaruknya ya?" tutur Dahye. Jimin mengangguk. "Tangannya gatal, Bu. Jadi aku menggaruknya, tapi gatalnya tidak hilang-hilang, Bu." Jawab Jimin dengan bibir mengerucut, lalu bersiap untuk menggaruk punggung tangannya. Cepat-cepat Dahye menahan tangan Jimin. Punggung tangan Jimin hampir berdarah karena digaruk tanpa kendali oleh buah hatinya.
Dahye mengusap pelan bagian punggung tangan yang memerah sambil membisikkan, "Rasa gatal, pergilah." Kemudian, ia mengecup lembut punggung tangan Jimin. Sang putra terkekeh geli melihat tindakan sang ibu, tapi ia merasa lebih baik.
Masih menunggu, Jimin belum merasa bosan dan kembali menepuk-nepuk ibunya sambil mengangkat kelima jari. "Bu, lihat ya. One ... two ... three ..." ucap Jimin sambil menggerakkan jari sesuai dengan jumlah angka yang ia sebutkan. Dahye memasang ekspresi terkejut. "Wah, anak Ibu pintar berbahasa Inggris?"
Jimin tercengir. "Taehyung yang ajari loh, Bu." Sahutnya. Saat Jimin meneruskan ocehannya, mata Dahye tiba-tiba menangkap sosok yang ia kenal berlari dalam keadaan panik. Seketika Dahye berdiri. Hendak mengejar sosok itu, tapi ia ingat bahwa ada Jimin yang harus ia temani.
"Jimin ..." Dahye berjongkok di depan putranya sambil mengeluarkan ponsel dan menyalakan video. "Jimin menonton di sini. Tidak boleh ke mana-mana ya, sayang." Jimin menggerakkan kakinya girang.
Saat mata Jimin terkunci pada ponsel, Dahye melangkah cepat. Mendekat ke ruang UGD yang dipenuhi oleh tim medis. Dahye mengernyit saat ia menghampiri seorang pria yang terlihat kalut di depan ruangan.
"Daeryung?"
Pria itu berbalik dan terperangah melihat Dahye dengan wajah bingungnya. "Apa yang terjadi, Daeryung? Siapa yang ada di dalam?"
Daeryung menghela napas panjang sambil menunduk. Kemudian ia memberanikan diri untuk menatap Dahye. "Maafkan aku, Dahye."
Dahye masih tidak mengerti maksud ucapan Daeryung dan memilih untuk melihat ke dalam ruang UGD. Seseorang sedang ditangani dan Dahye menajamkan mata untuk mengetahui siapa orang itu.
Bibir Dahye terpisah dan matanya membelalak saat menyadari Taehyung di dalam sana. Dengan cepat, Daeryung menahan tubuh Dahye yang hampir tumbang karena kakinya melemah.
Pikiran Dahye melayang. Ia tidak bisa berkata apa-apa selain menyadari bahwa perasaannya yang tidak enak sedari tadi adalah pertanda bahwa telah terjadi sesuatu pada Taehyung.
To be continued
[RITS]
Sudah up lagi, seperti up chapter yang baru hehehe
By the way, beberapa hari lagi akan ada sesuatu. Stay tune di IG dan Whatsapp ya supaya tidak ketinggalan infonya.
Semangat sayang
Aku sayang kalian
Repost
24 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow In The Sky
Fanfiction[RITS : Supplementary available in BOOK] "Sumber hidupku adalah senyuman Jimin dan Taehyung." -Dahye [Prequel dari Rain In The Middle Of Night] (Start: August 2016) (End: May 2018) Repost on June 2020 Copyright wella©