Memorizing 5

94 7 1
                                    

Cewek bercelana setengah paha dan berkaus biru muda itu berjalan malas. Ia menatap jalanan yang dilaluinya tanpa peduli kalau waktu yang ia lewati sedari tadi bisa membuat kulit kuning langsatnya berubah menjadi sedikit gosong. "Ish! Sialan banget sih!" Cewek berjedai asal itu mengumpat pelan. Ia melirik-lirik sekitarnya, memastikan tak ada seorang pun melihatnya berbicara sendiri.

"Kenapa sih si kepala plontos itu ngerjain gue mulu! Dia ga sadar apa kalo siswa-siswa udah pada capek ikut full day school malah ditambah tugas yang jatohnya cuma sekedar formalitas dia biar dikira beneran ngajar? Ga guna banget demi! Ish sebel!"

Ia sedikit menghentakkan kakinya saat melangkah. Stationary yang menjadi tujuannya sudah ada didepan mata. Dan hal itu membuatnya berdecak, lalu merogoh kantung celananya, mengecek uang yang ia bawa.

"Melayang sudah 30 ribu gue.." Ia menggenggam uangnya dan mendorong pintu masuk kaca itu. Berjalan ke rak-rak yang menyediakan jenis-jenis kertas dan spidol-spidol bermacam warna.
Mulutnya diam, tapi hatinya tidak. Hatinya terus mendumal protes. Ia makin mendumal saat merasakan getaran kuat di saku belakangnya dan melihat panggilan yang tertera di layar ponselnya,

Beril's calling..

"Paan?" Cewek itu mengapit ponselnya di antara bahu dan kupingnya, tangannya masih sibuk memilih warna pada kertas-kertas itu.
"Galak banget, gue cuma mau nanya. Bukan minta duit."
Nao menghela napasnya dan membenarkan letak ponselnya. "Yaudah apa, gue lagi ribet, Ril"
Cowok yang menjabat sebagai ketua kelas itu berdeham pelan dan segera mengutarakan maksudnya, membuat pergerakan Nao yang sibuk memilah terhenti total. "Apa?! Gak! Bodoamat! Gila!"

Cewek itu segera membayar belanjaannya yang hanya berupa beberapa lembar karton, HVS, spidol aneka warna, dan 3 buah deco tape. Tangannya menggenggam ponselnya erat. Sambungan pada Beril masih berlanjut, membuat cowok di sebrang sana berulang kali memanggil namanya.

Nao masih ingin mengutarakan segala kekesalan dan keheranan yang ada di kepalanya kepada Beril, setelah membayar benda-benda ini. Dahinya mengerut, begitupula bibirnya. Ia menatap sekilas cermin yang ada di rak-rak dibelakang kasir itu, lalu mendengus. Orang-orang pasti ngiranya gue tantenya tante-tante, karna bentar lagi kerutan gue pun akan mengalahkan si tante. Halah, tante-tante amat!

"Silahkan maju, mbak." Nao tersentak. Ia mengalihkan pandangan dari cermin itu dan meletakkan barang-barang belanjaannya untuk dijumlahkan. Lalu, ia melihat ke arah ponselnya, bermaksud untuk mengecek, apakah Beril masih disana, atau tidak.

Dan masih, "Pokoknya, gue ga akan ke sekolah lagi. Entah sekarang, ntar maghrib, ntar malem, bodoamat."

"Totalnya 24.500, mba" Cewek itu memberi uang yang sedaritadi ada digenggamannya. Ia masih sibuk mencerna setiap kata-kata Beril yang memicu emosinya. "Tetep aja. Mau kumpulnya di Mesir kek, di Abu Dhabi kek, di kafe luar angkasa kek, kalo bahasnya tetep urusan sekolah yang engga-engga itu, gue ga ikut, Ril."

"Terimakasih, mba. Silahkan datang lagi. Oh ya, ada promo untuk aneka buku tulis, lho. Mba berminat? Harga normalnya 23.000-63.000 tapi jadi hanya 15.000-43.000 aja mba. Gimana? Mba berminat?"

"Engga."

"Yah sayang banget mba kalo dilewatin gitu aja. Ini promo cuma sampai besok. Lumayan hemat beberapa ribu, ya kan? mba." Petugas kasir itu masih memberikan promo lumayan menariknya pada Naomi, yang sibuk ngobrol dengan ketua kelasnya itu.

"Ck! Gue harus bilang berapa kali sih? Gue bilang engga ya engga! Maksa banget.." Cewek itu meninggikan suaranya. Saat hendak mengambil belanjaannya, ia terkejut saat beberapa teman si kasir itu menatap ke arahnya. Sementara mbak-mbak yang melayaninya tadi juga menampakkan raut kaget. Teramat kaget.

3 Years Ago [On Revision]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang