Memorizing 7

67 5 0
                                    

Dulu, tempat yang paling dihindari Nao adalah UKS. Tadinya ruang kesehatan SMA Tirtayasa itu hanya diisi satu bankar dan lemari penyimpanan obat. Ruangan itu hanya diberi jendela kecil yang tertutup juga kipas angin kecil yang jauh dari kata adem deh pokoknya.

Tapi setelah UKS direnovasi (karena protes hampir seluruh murid) menjadi lebih-lebih-lebih bagus dan adem, Nao menjadikan tempat itu sebagai ruangan wajibnya saat ingin bolos pelajaran.

Seperti siang ini di hari Rabu.

Setelah puas makan soto ayam dan puas menjadi bahan tertawaan sahabatnya, ia berjalan sendiri ke UKS. Malas mengikuti pelajaran Matematika yang sedang berlangsung di kelasnya. Tadinya Cia mau ikut, tapi entahlah, setelah melihat situasi di UKS yang hanya diisi oleh Nao, gadis itu jadi ragu dan memilih menghadapi Matematika.

"Lebih serem MTK daripada UKS," Ucap gadis itu sambil melepas sepatunya, mulai berbaring di ranjang UKS. Rasa kantuk menyerangnya perlahan-lahan,

"Kenapa lo? Sakit?" Tapi tiba-tiba meluap begitu saja saat ia mendengar suara dari arah belakangnya. Tanpa menoleh, gadis itu tau siapa yang mengganggu waktu tidurnya ini.

"Kepo amat. Sono pergi," Cowok itu adalah Beril. Ia menutup pintu UKS dibelakangnya dan berjalan lambat menuju sofa cokelat yang berjarak cukup jauh dari bankar yang Nao tiduri.

Diam-diam Nao berbalik, mengintip apa yang cowok itu lakukan bersamanya diruangan ini. Gue gak bakal diapa-apain ini kan?!

"Ngapain sih, bocah PCC? Mau aduin gue ke BK lagi? Iya?"

Beril hanya mendengus dan mengeluarkan minyak angin berwarna hijau dari dalam saku celananya. Ia menghirup wangi yang menguar dari dalam botol itu dan menyandarkan tubuh juga kepalanya pada sandaran sofa. Matanya terpejam.

"Napa lo? Kena karma kan gegara ngaduin gue ke BK?" Nao menghadapkan posisi tidurnya ke arah sofa yang didudukki Beril. Cewek itu menatap lawan bicaranya yang membuka sebelah matanya, "Berisik. Lo pikir lo doang yang mau kabur dari MTK?"

Nao ikut-ikutan mendengus dan melirik ke arah tangan cowok itu yang menggenggam botol hijau kecil, "Mau dong minyak kayu putihnya.."

"Ck! Kapan tidurnya sih lo? Banyak mau banget" Ketua kelas itu menggerutu. Tapi setelahnya ia bangkit, menghampiri Nao dan menatap cewek itu sekilas dan menuang beberapa tetes minyak angin tadi ke telapak tangannya,

"Kalo mau dioles ke kepala, oles ke tangan dulu. Nanti kena mata lo kalo langsung lu tetes ke kepala. Bantalnya jangan dua-duanya dipake, ketinggian. Tarik noh selimutnya biar bisa tidur. Gue udah bilang ke guru MTK, lo sakit. AC-nya gue gedein dikit. Ga bisa tidur kalo panas kan?"

Nao bergeming. Menatap Beril yang berdiri disebelah bankarnya sambil terus mengoceh tanpa melihat ke arahnya. Kok baik?

"Gue baik biar ga dapet karma. Jangan ngira gue naksir cewek galak nan jelek macem lo."

Cih. Ga jadi baik!

••••••••

Nao mengerjapkan matanya saat mendengar bunyi-bunyi yang mengganggu tidurnya. Ia mengernyit, mencari sumber bunyi tersebut.

"Ah, itu kan hape gue.." ia terkekeh sebentar dan merogoh ponselnya dari bawah bantal yang ia tiduri.

Cia pensq is calling..

"Apa?"
"Woi nyari mati ya?! Ini udah lewat mapel MTK dan lo masih tidur disana?!"  Nao menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga dan menggeleng pelan,

"Suara lo ampun dah.. iya-iya ini gue otw kelas"
"Ngapain lagi ke kelas? Ini udah jam balik dasar gila!"
"Santai bos santai.. ke kelas ya ngambil tas lah. Tungguin gue. Jangan balik duluan"

Nao meloudspeaker panggilan Cia lalu mengenakan sepatunya asal dan merapikan kembali sprei yang sedikit berantakan itu.

"Males amat. Gue udah di parkiran sama Mike"
"Jahat."
"Bodo"
"Yaudah gue sama Mute aja.."
"Kalo gue sama Mike, dia pasti sama Azka. Sono lu balik. Tas lo udah diambilin"

Dengan cepat, Nao keluar dari ruang UKS sambil menggerutu pelan. Tapi ada satu hal yang ia lihat dan ia dengar yang membuatnya menghentikan langkahnya,

"Diambilin Adit"

"Hai!"

Ini muka gue ada ilernya apa kagak nih?!

"Juga! Tas gue mana?" Nao mengulurkan tangannya kehadapan cowok berlesung pipi ini. Adit menyodorkan ransel biru laut milik Nao dan berjalan mendekat ke arah gadis yang sedang deg-degan itu.

Semenjak dia manggil gue Trel terus, gue jadi deg-degan setiap deket atau denger suara dia. Gue kenapa?

"Balik naik apa lo?" Adit berdiri disebelahnya, tak terlalu dekat, namun Adit masih dapat melihat jelas raut kantuk dari orang yang baru beberapa hari ini menjadi temannya. Tanpa sadar ia tersenyum tipis.

"Bis. Tapi kalo bis lama, naik angkot. Lo?" Nao bersandar pada tembok balkon disebelah kanannya dan mengusap-usap matanya yang kadang mau terpejam akibat masih mengantuk. "Sama. Yuk, balik sekarang. Atau lo mau kemana dulu?"

Adit mulai berjalan diikuti oleh Nao. Ia berpikir sejenak, mau pulang atau yeah yang seperti Adit bilang, kemana dulu? Faktanya, ia jarang sekali berlama-lama dirumah. Mungkin kalau saat ini ia tidak sedang bersama Adit, ia akan mampir ke atap sekolahnya itu dan bersantai disana. Berhubung hari ini ada ekskul musik dan lainnya, jadi sekolah akan tutup lebih lama, hal yang menguntungkan bagi gadis itu jika sedang ingin berdiam diri dengan imajinasinya

Atau berdiam bersama rasa sakitnya.

Sebenarnya Adit juga suka dengan suasanya di atap gedung sekolahnya itu, tapi entahlah, setelah yang ia lihat tentang Nao disana, ia jadi enggan pergi ke atap itu lagi bersama Nao. Sedikit takut kalau gadis itu lebih memilih terjun kebawah daripada bersantai melihat ke awan.

Karena mata gadis itu saat melihat ke awan, lebih mengerikan dibanding zombie di film World War Z.

"Gue pengen ke toko baju bekas sih tiba-tiba. Mau nyari training dan lain-lain."

Sekilas, Adit mengernyitkan dahinya.

"Mau lo beli?"
"Yakali mau gue bakar, Dit.."
Adit terkekeh, "Kali aja. Kata Muti lo agak gila soalnya." "Mutitai."

"Tapi jadi gila itu enak" Nao nyengir sambil membayangkan hal-hal yang pernah ia lewati bersama 2 sahabatnya itu ketika ia menjadi 'gila'.
"Apa enaknya?"

Nao menoleh, matanya bertubrukkan dengan mata Adit yang tersorot sinar matahari sore. Menjadikan mata gelap itu menjadi sedikit terang, Nao sulit mengendalikan otaknya saat ini.

"Mata lo indah."

Adit berhenti berjalan. Nao pun refleks berhenti. Adit menatap lekat gadis itu, Apa tadi katanya?

"Jadi pengen gue congkel terus gue simpen dan gue jadiin doa supaya anak gue punya mata sebagus lo"

Untung cewek.

Adit menyeringai sebentar dan berbisik pelan,

"Kenapa gak gue aja yang jadi bapak dari anak lo? Biar mata gue nurun ke anak lo yang notabenenya bakal jadi anak kita. True?"

OKSIGEN WOI TOLONG!

•••••••••• 3 years ago •••••••••••••

3 Years Ago [On Revision]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang