Nao kembali ke kelas tepat sebelum Bu Irma -guru geografi- sampai. Gadis itu mengatur nafasnya yang agak terengah karena berlarian dari lantai 4 menuju kelasnya di lantai 2. Kalau saja Cia tak meneleponnya dan menyuruhnya segera kembali, gadis itu pasti masih berada di atas sana sekarang. Melanjutkan lamunannya yang diiringin angin sejuk. Lamunannya tentang...
"Ini jam pelajaran ibu, kan?" Tanya wanita berkepala 4 dengan dandanan khas guru dan suara halusnya itu sambil memasukki ruang kelas 11 IPS 1. Nao memutar bola matanya malas lalu berbisik pada Cia yang sedang sibuk mengeluarkan buku-bukunya, "Udah masuk sini baru nanya, jawab 'nggak bu' sana Ci!"
Cia yang diajak ngobrol balas berbisik pada sahabatnya itu, "Lu aja duluan.." Nao memeletkan lidahnya dan ikut menyiapkan alat tulis juga bukunya. Sebenarnya, pikiran Nao masih mengarah ke kejadian di rooftop tadi. Tentang apa yang Adit bicarakan padanya, meski hanya singkat. Ia bingung, tentu saja. Harus apa dia di rumah Adit nanti? Baju apa yang pantas dikenakannya? Apa yang mesti ia katakan jika ditanya ini-itu oleh orangtuanya Adit?
"Permisi bu, maaf saya telat" Pikiran gadis itu teralihkan oleh ketukan pintu dan suara orang yang masih berdiri di ambang pintu kelasnya.
"Beril? Darimana kamu? Masuk." ucapan Bu Irma membuat Beril berjalan menuju guru berhijab itu dan menyalam tangannya, "Di perpus bu, ada yang janjian sama saya tadi. Saya pikir sebentar lagi dia datang makanya saya tunggu, gak taunya dia gak datang, bu" helaan nafas terdengar dari guru itu, "Lain kali jangan telat, duduk sana"Nao masih memerhatikan gerakan Beril, yang sekarang malah menatap matanya tajam, lalu mendengus dan membuang muka. Nao berkedip-kedip heran. "Kalian berantem lagi?" tanya Cia. Nao menoleh ke arah Cia dan kemudian menoleh ke belakang, 4 bangku dibelakang bangku Nao dan Cia. Bangkunya Beril-Abi. Lelaki itu masih berkutat pada tasnya, dan Nao masih memperhatikan cowok itu. Dan tiba-tiba mata Beril menangkap matanya.
Lalu, Beril menatapnya dingin dan segera fokus lagi pada tasnya.
"...Naomi, perhatikan ibu dulu, baru pandangi Beril" Senggolan tangan Cia dan ucapan Bu Irma membuat Nao sadar dan membalikkan badannya segera menghadap ke papan tulis.
"Cie......" Yah, begitulah pekikan anak-anak kelas menanggapi kata-kata dari Bu Irma. Kampret ih!
"Sudah-sudah, tenang semuanya! Keberagaman budaya di Indonesia tergantung pada letak geografis wilayahnya..." Hanya sampai situ fokus Nao, karena setelahnya, ia mengganti pikiran tentang Adit tadi menjadi tentang Beril, dan wajah juteknya. Tiba-tiba ia merasa ada yang aneh. Seketika mata gadis itu membulat dan jantungnya berdegup cepat,Sialan! Kan tadi gue yang ngajak Beril ketemuan di perpus, tapi gue malah jalan bareng Adit ke rooftop! Mati gue!
"Ih, Cia! Gimana ini!" Nao meremas tangan Cia kuat-kuat untuk melampiaskan rasa gemas dan gregetnya karena kebodohan dan penyakit lupanya muncul tak tepat waktu. Gimana dia bisa nyaman kalau Beril terus-terusan pasang muka galak kayak gitu kalau alasannya adalah Nao?
"Apanya, ih? Sakit yaampun.. lepasin" Cia meringis dan berbisik-bisik. Masih bisa mengontrol suaranya agar Bu Irma tak curiga dan berbalik menegur mereka. "Ihhhh! Lu liat muka pak ketua tadi kan? Lu juga dengar alasan dia telat kan? Itu gara-gara gue....."
"Hah? Seriusan lo? Emang ada janji apa sama dia?"
"Ck, jadi gini, tadi waktu di kantin gue buru-buru ke atas kan? Nah gara-gara gue gak sengaja liat list missed call dan Beril missed call 60an kali! Tadi malem!"
Cia memelototkan matanya, Nao langsung membekap mulut gadis itu. Yakin kalau sebentar lagi Cia akan berteriak jika dibiarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
3 Years Ago [On Revision]
Teen FictionThis is the story about regretting someone. Not just someone,but some tragedy. Semua terjadi begitu cepat.Semua menjadi kelabu.Semua berlalu sangat haru. Meninggalkan semuanya 3 tahun lalu.