Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi

3. ANDREAS: Problem Maker

480K 22.7K 380
                                    

"A-aku nggak nyuri apa-apa. S-sum-mpah."

Gadis penjaga perpustakaan itu terbata-bata di depanku. Raut wajahnya yang ketakutan terlihat seperti mayat, pucat pasi.

Aku tersenyum sinis. Mana ada maling ngaku.

"Kalo gitu ngapain kamu buka tas dan dompetku?"

Dia terdiam, cukup lama sampai membuatku kesal.

"Ayo, ngomong! Kamu berani banget buka tas orang, udah kebiasaan, ya? Hah? Jawab!" bentakku naik pitam. Aku tidak peduli dia itu perempuan. Pencuri tetap pencuri.

Tubuhnya gemetaran dan air matanya meleleh.

Huh! Air mata buaya.

Aku mendengkus keras. Kurenggut kasar dompet buatan Mama dari tangannya yang bergetar hebat.

Kubuka dompet dan memeriksa isinya dengan teliti. Semua masih ada di tempatnya. Lalu kumasukkan ke dalam ransel dan memasang resletingnya kembali.

Aku mengamati gadis itu dengan pandangan sinis.

"Nggak ada yang hilang bukan berarti kamu bebas. Kamu beruntung aja aku datang sebelum semua isi dompet ini kamu embat."

Gadis itu menunduk dalam, masih menangis, dan kelihatan lemas.

"Ikut aku. Kita ke Dewan Keamanan kampus."

Dia menatapku ketakutan. "Jangan! T-tolong jangan bawa aku ke sana," cicitnya.

"Kamu harus aku laporin. Pencuri kayak kamu harus dihukum!" gertakku.

Sebenarnya aku tidak sungguh-sungguh ingin membawanya ke Dewan Keamanan. Aku hanya ingin memberi pelajaran pada gadis ini. Biar dia tahu rasa.

"Aku nggak nyuri. Sumpah, aku nggak niat nyuri apa-apa," rengeknya lagi. Suaranya terdengar panik.

"Udah deh, aku nggak mau dengar sumpah kamu. Ayo ikut, kalo nggak aku teriak maling keras-keras biar semua orang tahu ada pencuri di kampus ini," ancamku.

Gadis itu terlihat mulai panik. Dia menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Entah mengapa aku menikmati ekspresi ketakutannya.

"Aku hitung sampai tiga. Satu, dua, t—"

Belum selesai aku menghitung, gadis itu maju ke depan tubuhku dan membekap mulutku dengan tangannya. Membuatku tersentak ke belakang dan menghantam loker dengan bunyi yang cukup keras. Lalu tubuh gadis itu ikut terhuyung ke depan dan menubruk dadaku.

Damn!

Aku mengerang keras, menahan rasa sakit di punggung dan dadaku akibat benturan loker dan tubuh gadis itu. Untuk beberapa saat kami berada dalam posisi seperti sedang berpelukan.

Aku bisa merasakan tubuh gadis itu menegang, begitu juga aku. Mata kami beradu pandang. Sama-sama menatap ngeri dan kaget.

"Hei, ngapain kalian di dalam peluk-pelukan? Jangan bikin yang nggak senonoh di sini!"

Suara Bu Fatma membuat kami terlonjak. Gadis itu segera melepas pegangannya di tubuhku. Dia terlihat semakin panik.

"Maria! Kamu rupanya. Ayo, keluar! Saya laporin kalian berdua ke Dewan Keamanan, baru tahu rasa!"

Holy shit!

Aku meringis. Baru saja aku mengancam akan melaporkan gadis bernama Maria ini ke Dewan Keamanan kampus, sekarang justru aku juga akan dilaporkan ke sana oleh Bu Fatma.

Maria berjalan tergesa mendahuluiku keluar dari ruang loker. Kami melewati Bu Fatma yang memasang tampang garang.

"Ini gara-gara kamu. Sial. Mimpi apa aku semalam bisa dapat kejadian kayak gini," rutukku setelah kami berada cukup jauh dari perpustakaan.

Turn OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang