Chapter 10

61 7 0
                                    

Rael pov

Setelah kejadian beberapa hari sebelumnya, aku jadi enggan untuk bersosialisasi dengan yang lain. Ada banyak orang yang datang berduka. Bahkan teman lama ku menyempatkan diri untuk berkunjung.

Di ruang tamu, aku hanya duduk termenung. Ku serahkan semua urusan kepada orang yang bisa ku percaya. Hilir mudik orang-orang melewati ku. Tapi tak ku lirik sekalipun.

"Rael?" Suara paman membuyarkan lamunan ku. Aku mendongak.

"Hm?"

"Kau sedang apa?" Paman duduk tepat di samping ku. Ku benarkan posisi duduk ku yang semula terlihat malas.

"Ah, tidak. Aku hanya,"

"Jika ada sesuatu yang membebani pikiran mu, lepaskan saja. Semua yang terjadi baik untuk kita." Paman, tepatnya ayhnya Yuna mencoba menenangkan ku.

Aku hanya mengangguk pelan. Setelah itu, aku memang sedikit lega. Ternyata masih ada yang peduli pada kakak. Itu saja, cukup membuat ku bahagia.

"Kak Rael." Aku menoleh ke sumber suara. Seira ada di belakang ku. Dan juga Regis.

"Ada yang ingin bertemu dengan mu."

"Siapa?"

"Mereka, teman." Termenung sebentar. Ku pikir lagi. Kira-kira siapa.

"Sudah ikuti saja kami." Regis berjalan lebih dulu. Aku dan Seira mengikutinya dari belakang.

Kami sampai di depan rumah. Masih banyak orang bolak-balik. Begitu ramai. Seperti pikiran ku. Siapa sangka yang datang adalah tamu tak diundang.

"K-kalian." Mata ku terbelalak. Sepertinya aku pernah bertemu mereka sebelumnya. Tapi, di mana? Dan siapa?

"Rael, ini teman kami. Yang paling kiri namanya Shinwoo, lalu Ikhan, dan Sui." Jelas Regis sembari menunjuk mereka satu per satu.

"Lalu, kenapa kalian kemari?" Tanya ku.

"Ah, iya. Kami ke sini hanya untuk berkunjung." Ku rasa dia namanya Sui. Satu-satunya wanita. Pasti mudah ditebak.

"Iya benar. Kami mendengar kabar duka ini dan segera kemari." Si bocah kacamata itu menyambar.

"Kami tak bisa hanya diam mendengar sepupunya teman kami berduka." Shinwoo kalau tidak salah.

"Sepupunya teman?"

"Iya. Aku dengar, kau sepupunya Seira. Anaknya teman dekat ayahnya Yuna." Mendengar nama Yuna disebutkan, aku jadi ingat. Sudah empat hari dia tidak ke sini.

"Jadi, kami hanya ingin main saja. Maaf jika merepotkan. Tapi kami akan berusaha untuk tidak merepotkan. Kami janji."

"Hm, kalau begitu. Kenapa kalian tak mengajak Yuna?"

"Sebenarnya, tadi kami mengajak Yuna. Tapi dia bilang dia ada urusan. Jadi dia tak bisa ikut kemari." Salah seorang di antara mereka menjelaskan.

"Masuklah." Ajak ku dengan nada malas.

Hari ku jadi kelam setelah kejadian waktu itu. Meski polisi menutupinya dengan cermat, kenyataan lebih menyakitkan. Tak semua penutup fakta bisa menutup luka.

Aku persilakan tamu-tamu ku untuk duduk tenang di ruang tamu. Jangan tanya kenapa aku tak kembali ke Lukedonia. Memikirkannya saja membuat ku ingin muntah.

Sengaja aku mengasingkan diri dari yang lain. Aku masih membutuhkan ketenangan. Lebih tepatnya, aku butuh untuk tenang.

"Kak Rael." Tangan Seira menyentuh bahu ku. Aku menoleh.

A Friend For My Friend (Fanfic Noblesse)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang