Rael pov
Di pagi hari, oksigen lebih terasa kesegarannya. Sekedar mendinginkan kepala. Aku duduk di balkon sambil melamun. Di meja kecil yang ada di hadapan ku terdapat secangkir cappuchino dan sehelai sandwitch. Aku tak mempedulikannya. Di tangan ku juga ada beberapa lembar kertas yang cukup asing bagi ku. Ya. Kertas-kertas itu adalah surat kematian kak Lazark, dan beberapa saham perusahaan.
Jauh di hati kecil ku, konflik batin terjadi sangat hebat. Tapi aku sadar. Sudah saatnya bagi ku untuk tumbuh menjadi individu yang dewasa. Karena sekarang, akulah pemegang kekuasaan tertinggi di keluarga Kertia. Secara otomatis, setelah kak Lazark meninggal, aku langsung menduduki kursi kepala keluarga Kertia. Aku tak begitu bahagia. Karena bukan itulah tujuan ku untuk tetap bertahan hidup. Tok, tok, pintu balkon terketuk pelan.
"Tuan, semua sudah siap." Dia assisstant kepercayaan ku. Dia juga berasal dari keluarga Kertia.
*keluarga = marga
Keluarga Kertia = marga Kertia"Hm, aku akan segera turun." Aku hanya menatapnya sekilas. Dan dia pun segera pergi.
Hari ini, adalah genap 6 bulan sejak kematian kak Lazark. Aku sudah harus pulang. Tentang betkas yang ku cari selama ini di Korea adalah, surat wasiat dari kakak. Sebenarnya, surat itu tak ada di Korea. Dia mengirimnya lewat surel 1 minggu sebelum ajal menjemputnya. Ternyata, belakangan ini memang ada konflik di Lukedonia. Kakak mengirim ku ke sini agar aku tak terlibat langsung dalam konflik tersebut.
Aku sudah siap sejak subuh. Sekarang, tinggal sedikit lagi. Dan aku akan menumpahkan seluruh air mata ku dikala aku melihat tempat-tempat yang menyimpan sejarah tentang aku dan Kakak. Aku dan assisstant ku segera meluncur menuju bandara. Tentu saja aku tak memakai pesawat umum. Aku pakai pesawat pribadi milik keluarga Kertia. Dari jauh, ku tatap pesawat itu. Pesawat yang juga meninggalkan begitu banyak kenangan. Jadi teringat sesuatu.
Flashback ON
Rael Kertia, umur 6 tahun. Lazark Kertia, umur 11 tahun. (Hm, ceritanya mereka manusia ya). Saat akan pergi, dengan pesawat pribadi. Di dalam pesawat.
"Rael, kau mau ke mana?!" Teriak kakak sambil mengejar ku. Wajar saja. Namanya juga anak kecil. Mau diajak jalan-jalan udah jalan duluan.
"Aku akan pergi lebih dulu dari kakak!" Jawab ku yang juga sambil teriak.
"Rael, tunggu!" Kakak mempercepat langkahnya. Dan, dia berhasil menangkap ku.
"Hahaha, lepaskan! Lepaskan kakak! Hahaha." Kakak segera mengangkat tubuh ku sambil di peluk. Kami tertawa bersama.
"Tidak akan adik nakal ku. Aku takkan pernah melepaskan mu dari cakupan ku."
Flashback OFF
"Fuuh, mungkin akan konyol kalau aku berlari dan dikejar kak Lazark di sini. Apa lagi kalau di dalam pesawat. Kaki ku kan sudah jenjang. Lari akan lebih cepat. Dan pesawatnya terasa pendek. Lagi, aku sudah semakin tinggi. Mungkin, sudah hampir setinggi kakak." Aku kembali mengingat kejadian bersama kakak.
Terus begitu, sampai assisstant ku mengatakan bahwa semua persiapan selesai.
"Tuan, semua sudah siap." Dia sedikit membungkuk di hadapan ku.
"Hm, ayo." Ajak ku. Baru beberapa langkah dari tempat ku sebelumnya, ada yang memanggil.
"Kak Rael!" Dari arah belakang. Suara wanita. Dan sepertinya aku kenal.
"Kak Rael!" Suara itu semakin keras. Diiringi dengan suara derap langkah yang cepat. Aku dan assisstant ku berbalik. Ternyata Yuna. Tapi, kenapa dia berpakaian seperti itu? Bawa koper pula.
![](https://img.wattpad.com/cover/78387099-288-k51790.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Friend For My Friend (Fanfic Noblesse)
Fiksi PenggemarAku mencintai mu. Tapi dia, Cintanya lebih besar dari cinta ku pada mu. ~