Alasan yang Terungkap

640 174 95
                                    


"Resa.. Nak?? Apa kau bisa
mendengarku?"

Aku membuka mata, silau. Cahaya lampu yang berada tepat di atasku membuatku memejamkan mata beberapa saat. Ketika aku membuka mata kembali. Aku terbaring di ranjang empuk dan di selimuti sarung tipis. Yang pertamaku lihat adalah Seorang wanita yang wajahnya tersenyum tulus walau air matanya menetes. Ku paksa badanku untuk bangkit dan segera memeriksa leher belakangku yang terasa sakit. Mama membantuku bangkit dan duduk.

"Ambilkan air minum di sana Vin." Ucap Mama kepada Kak Alvin yang berdiri di depan pintu kamar. Tanpa mengalihkan pandangannya dari ku.

"Mana yang sakit? Bagian mana?"
Mama bertanya dengan nada kahwatir. Aku tidak menjawabnya. Aku merasa kesadaranku masih mengambang.

Di ruangan yang tenang dan remang-remang ini. Aku bisa mendengar suara mobil dan motor yang lalu lalang di luar. Aku pun tersadar, suara motor. Ingatanku seperti terlintas ulang di hadapanku. Segeraku bangkit dari kasur saat itu pula Kak Alvin menghentakkan gelas ke meja di samping ranjang. Aku dan Mama terkejuk dan bersama menengok ke arah Kak Alvin.

"Istirahat dulu." Ucapnya datar.

Tanpa memperdulikan perkataanya aku langsung menuju pintu dan ia kembali menghentikan langkahku dengan menarik lenganku. Segera ku tepis tangannya dan saat itu pula ia langsung menarik tanganku lebih keras dan menjatuhkanku ke ranjang.

" Alvin!!! " teriak Mama yang kaget dengan tingkahnya.

"Aku bilang istirahat dulu." ucapnya lebih tegas.

"Bagaimana aku bisa beristirahat dengan tenang di sini? Aku bahkan tidak tau ini di mana? Mana Papa mengapa hanya ada kalian?" ucapku menahan amarah karena kekasaran Kak Alvin.

Ruangan ini lengang tanpa ada yang berbicara. Hanya ada suara tangis Mama yang tertahan.

" Ma??" aku pun menghampirinya yang berada dekat denganku. Mengapa ia menangis apa ada yang salah dengan ucapanku?

"Tidak. Tidak apa-apa." Mama segera manghapus air mata yang sempat mengalir di pipinya.

"Ayo kita makan dulu. Kamu sudah pingsan selama lima jam lamanya, kamu perlu banyak makan." Mama menarik tanganku keluar ruangan. Saat itu pula, Aku menghentikan langkahku Mama tersadar dan langsung membalikkan wajar.

"Mama apa yang sebenarnya terjadi?" Tanyaku membuat ruangan kembali lengang.

"Mama sudah masak capek-capek ayok makan." Ajak Kak Alvin setengah memaksa. Sambil meraih pundakku memaksaku berjalan.

"Aku tidak mengerti. Mengapa kalian bertingkah seolah semua baik-baik saja? aku bahkan tidak tau ini di mana?Ini jelas bukan rumah kita." Tanyaku sedikit berteriak aku tidak ingin mereka mengabaikan pertanyaanku lagi.

"Kita akan bahas setelah makan ya." Bujuk Mama dengan suara tenangnya. Sambil mengelus lembut jemariku.

Aku tidak punya pilihan lain selain ikut kata Mama sekarang. Tapi pasti setelah itu aku akan menuntut jawaban. Aku masih merasa ada hal penting yang ku lupakan.

Saat makan. Dea cerewet sekali seperti biasanya. Di tengah-tengah makan malam ia minta di bukakan krupuk. Aku pun bangkit mengambil pisau di dekat washtafel. Tiba-tiba saat aku mengambil pisau ada ingatan yang melintas di benakku membuat pisau yang ku pegang terjatuh ke lantai.

Mendengar itu Mama langsung kemari dan bertanya "Ada apa Res? Kamu gak kenapa-napakan?"

"Papa??..." Ucapku tanpa memperdulikan pertanyaan Mama.

Apa itu tadi? Tiba-tiba aku melihat Papa. Papa di tusuk oleh seseorang yang mengenakan pakaian hitam- hitam. Apa itu tadi? Apa mungkin?

"Aaarrghhhhhhh!!!!!!...." Teriakku sambil jongkok dan menutup telinga. Tidak-tidak mungkin Papa. Papa tidak mungkin. Aku menggeleng-gelengkan kepala menolak pemikiranku.
Mendengar teriakanku tadi Ka Alvin langsung berlari kemari meninggalkan Dea.

The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang