Kepergian Kakak (3)

387 124 30
                                    

Ku abaikan suara klakson orang-orang yang ada di belakangku. Aku benar-benar takut jika sesuatu terjadi pada Mama dan Dea.

Dengan kecepatan 70km/jam akhirnya aku sampai di depan pagar rumah. Saat aku turun dari motor aku melihat jika pintu depan terbuka begitu saja. Aku pun semakin panik dan langsung berlari ke dalam rumah tanpa melepas helm di kepalaku.

Saat aku masuk rumah. Tidak terjadi apa-apa. Barang-barang tidak ada yang berhamburan atau pecah dan berserakan. Semua baik-baik saja.

"Ma.. Mama.." Ucapku lirih berusaha berteriak, namun rasa takut mengalahkan suaraku.

Sambil berjalan pelan menelusuri rumah. Mataku tidak henti-hentinya melirik ke kiri dan ke kanan, memastikan tidak ada yang aneh. Saat melihat pintu kamar Mama yang terbuka dan terlihat ada bayangan dari dalam berjalan keluar. Aku hampir berteriak tapi langsung ku dekap mulutku dengan kedua tangan.

Ternyata yang keluar adalah Mama. Sambil menggendong Dea yang berselimut tebal.

"Resa.. Kok baru pulang. Gimana ini panas Dea gak turun-turun dari dua hari yang lalu."Ucap Mama mengeluh sambil mengayun-ayunkan Dea yang ia gendong.

Hampir saja aku berteriak dan membangunkan Dea. Ternyata semua baik-baik saja. Aku hanya terlalu takut dan parno dengan apa yang terjadi sebelumnya. Sambil melepas helm aku memberi saran.

"Kita antar ke dokter aja malam ini."

"Iya Mama maunya juga gitu. Tapi gak ada yang jaga rumah. Kakakmu belum pulang sejak kemarin." Ucap Mama dengan nada cemas.

Aduh kemana lagi sih, Si Cungkring itu. Pergi gak ngasih kabar. Saat di telpon nomornya gak aktif.

Aku terkejut mendengar Dea belum sembuh demamnya. Aku pikir ia hanya flu saja karena beberapa hari ini sering batuk.

Saat ku pegang dahi Dea yang sedang di gendong Mama. Aku terkejut ini benar-benar panas.

"Ayo Ma kita segera ke rumah sakit." Ucapku panik sambil buru-buru memakai helm.

"Rumah gimana?." Tanya Mama dengan wajah bingung.

"Udah gak usah di perduliin. Kita kunci aja."

Kami pun langsung keluar rumah dan menguncinya. Saking buru-burunya Mama sampai tidak mengenakan helm. Angin malam membuat rambutnya berkibar-kibar. Dari kaca spion aku bisa melihat kegelisahannya. Gelisah karena kahwatir Ka Alvin belum pulang sejak kemarin,gelisah karena Dea yang tiba-tiba sakit dan pastinya gelisah karena takut di tilang polisi.

Sesampai di Rumah Sakit Umum I.A Amin. Aku langsung menghentikan motorku di UGD terdekat. Begitu motor berhenti Mama langsung membawa Dea masuk. Untung UGD ini punya dokter dan perawat yang cekatan, Dea langsung di baringkan di tempat tidur dan di periksa.

Dokter menanyakan pada Mama beberapa pertanyaan. Di situ aku melihat Mama langsung mendekap mulutnya dan menangis. Aku ingin segera menghampirinya tapi aku masih harus mengurus beberapa administrasi.

Setelah selesai aku langsung ke tempat Dea. Baru akan menyentuh dahinya. Ada perawat yang langsung menggeret ranjangnya tanpa berkata apa-apa. Melihat itu aku jadi bingung dan bertanya.

"Mau di bawa ke mana adik saya?"

Belum sempat perawat itu menjawab Mama langsung menarikku dan berkata.

"Dea akan dirawat ia punya gejala penyakit TBC." Ucap Mama lirih.

Aku benar-benar terkejut mendengar perkataan Mama. Bagaimana mungkin?. Aku yang masih bingung langsung mendatangi dokter yang sedang berbincang-bincang dengan perawat lain.

"Dok! Adik saya bisa diselamatkan kan?"

Aku langsung memotong di tengah-tengah.

"Tentu. Kami akan berupaya sebisa mungkin untung kalian cepat membawanya kemari. Besok akan ada dokter yang menanganinya. Karena gejala penyakit TBC pada anak mempunyai gejala yang sama dengan penyakit lain."

Mendengar penjelasan singkat dokter itu aku merasa sedikit lega. Untung saja tadi kami langsung membawanya.

Dea yang baru berumur empat tahun memang berbeda dengan anak lain. Ia punya daya tahan tubuh yang lemah. Saat usianya baru dua tahun ia terkena penyakit di bagian paru-parunya sehingga harus mengonsumsi obat selama enam bulan. Padahal ia masih kecil dan sangat ceria.

Aku dan Mama pun mengikuti perawat yang mengeret ranjang Dea. Sesampai di kamar yang terdapat dua ranjang di dalamnya, Dea akan di rawat disini.

Perawat menjelaskan beberapa hal kepada Mama sedangkan aku sibuk memperhatikan Dea yang sedang tidur.

"Kamu pulang ya malam ini. Biar Mama yang jaga Dea. Besok Pagi-pagi bawakan pakaian Mama dan Dea ."Ucap Mama sambil mengelus punggungku.

"Tapi aku mau jaga Dea juga Malam ini aku bawa pakaiannya. Besokkan hari minggu." Ucapaku dengan wajah memohon.

"Tidak besok kamu mau berkerjakan?, jadi harus pagi-pagi."

Aku terkejut Mama mengetahui jika besok aku akan bekerja di pagi hari.

"Ya sudah pulang sana. Pakaiannya besok aja. Sudah malam."

"Mama...maaaaaaa.." Aku masih belum menyerah memohon agar bisa tidur di sini juga. Tapi Mama malah mendorongku keluar dan menutup pintu.

Humm... Aku hanya bisa menghela nafas karena sedih. Sesampai di parkiran UGD. Aku hanya terdiam dan menyadari bahwa aku akan sendirian di rumah. Aarggghhhh!!! Seramnya!!! Aku tidak pernah sendirian di rumah baru kami. Memikirkannya saja sudah mambuatku merinding.

Tapi aku tidak ada pilihan lain selain pulang ke rumah. Uuhh... Mama kejam sekali menyuruhku tinggal sendirian di rumah.

Sesampai di rumah aku langsung menyalakan semua lampu. Dan berjalan perlahan-lahan. Uuhhh.T-T Benar-benar menakutkan.

Sebelum tidur aku menyiapkan baju-baju yang akan ku bawa ke rumah sakit besok. Saat membuka lemari Mama tiba-tiba saja ada kertas yang jatuh. Saatku ambil ternyata kertas tersebut adalah foto Papa. Aku jadi memikirkannya Papa sedang apa ya sekarang? Melihat foto ini membuatku mengingat hal-hal mengerikan. Aku pun buru-buru menyiapkan baju dan segera tidur.

Bahkan sebelum tidur pun aku mengingat kejadian itu hatiku rasanya benar-benar sakit dan hancur sampai tiga hari lamanya hanya meringkuk di tempat tidur, tidak percaya dengan apa yang terjadi.

Semakin ku memejamkan mata semakin ku mengingat kejadian itu seperti kaset yang di putar berulang kali. Bahkan aku bisa mendengar suara Papa yang meneriaki namaku. Saat meringkuk ketakutan tiba-tiba aku mendengar suara orang membuka pintu.

Hah..!!!!! Suara apa itu?. Aku hanya sendirian di rumah bagaimana bisa ada suara itu. Dengan ragu-ragu aku mengambil raket yang ada di bawah ranjang bersiap untuk memukul apa saja yang akan muncul dihadapanku.

Sambil menahan pipis dan getaran di tanganku aku membuka pintu kamar dan menyalakan lampu ruang tamu. Saat berjalan perlahan menuju dapur tempat suara itu berasal. Sambil memperbaiki posisi tangan dalam memegang raket aku menyalakan lampu dapur dan terlihat ada bayangan yang mendekat semakin dekat... dan mendekat, sampai aku merasa tercekik karena menahan nafas.

Saat bayangan itu semakin dekat denganku. Aku segera mengangkat raket dengan kedua tanganku bersiap menghadapi apapun yang ada di depanku. Dan yang keluar dari bayangan itu adalah......



BERSAMBUNG...........

VOTE,COMENT dan SHARE

Terima Kasih Sudah Meluangkan Waktu Untuk Membaca Punya Saya ^_^.

The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang