Kepergian Kakak (2)

414 135 44
                                    


Panasnya terik matahari tidak menyulutkan semangatku untuk dapat pekerjaan. Namun sampai detik ini di setiap toko yang ku datangi tidak ada yang berkenan untuk memberiku pekerjaan. Bahkan aku sampai memohon dengan wajah memelas dan berkata "biarpun saya masih SMA tapi saya punya semangat 45 untuk berkerja, jadi tolong bla..bla..bla." tapi tidak ada satupun yang menerimaku.

Saat sudah kehilangan semangat tiba-tiba ada seorang wanita yang menabrak ku dari belakang, aku hampir terjatuh, namun wanita yang menabrakku tadi justru terjatuh dan segera bangkit lalu berlari ke arah keramain di depan. Dari arah belakang ada bapak-bapak yang mengenakan kemeja putih berdasi hitam membawa celemet plastik di tangannya berteriak.

"Hey! awas kau jangan pernah kembali lagi ke sini. Aku tidak akan membayar gajimu bulan ini!"

Hardiknya ke arah wanita  yang menabrakku tadi.

Bapak itu berjalan cepat ke arahku dan memberi celemek plastik itu padaku.

"Cucilah piring yang ada di dapur. Jika kau tidak mau aku akan memanggil sekuriti. Tapi jika kau mau aku akan langsung mengangkatmu menjadi karyawan tetap."

Sehabis berkata begitu ia langsung berjalan meninggalkanku menuju lorong sempit yang ada di antara pertokoan.

Apa-apaan ini? Mengapa begitu mendadak? Aku hanya terdiam karena tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Aku pun ikut berlari ke lorong yang dimasuki bapak itu.

"Pak saya tidak mengerti mengapa bapak langsung memberikan pekerjaan ini pada saya?".

Ucapku sambil mengatur napas sehabis lari tergesa-gesa.

"Aku tadi melihatmu dari lantai atas kau pergi dari satu toko ke toko lainnya. Aku tidak tau apa yang kau cari tapi sepertinya kau membutuhkan pekerjaan. Kebetulan karyawanku yang tadi itu adalah orang yang malas bekerja. Dia hanya mau bekerja jika pekerjaannya sedikit jika banyak ia langsung meninggalkannya, aku harap kau adalah orang yang giat bekerja segiat kau mencari pekerjaan."

Mendengar penjelasannya yang panjang lebar membuatku tersenyum penuh kemenangan. Aku tidak menyangka bahwa rezeki dari Tuhan bisa datang seajaib ini.

Aku pun langsung menghampiri Bapak itu dan menyambar tangannya sampil mengucapkan terima kasih yang dalam. Tapi ada satu hal yang mengganggu pikiranku.

"Bagaimana dengan persyaratannya Pak?" Tanyaku tiba-tiba.

"Hal itu tak perlu kau pikirkan yang penting sekarang adalah kau mau bekerja atau tidak?."

"Tentu saja mau!" Jawabku penuh semangat.

Akhirnya aku mendapat pekerjaan. Hari ini aku sudah mulai bekerja sebagai tukang cuci piring di Restoran Seafood.

Wah! Wah! Aku terkejut saat melihat tumpukan piring kotor di dapur belakang. Pantas saja wanita tadi sampai melarikan diri. Tanpa banyak protes aku segera menyelesaikannya.

Karena sudah menjelang magrib aku pun undur diri kepada Bapak tadi ternyata Bapak ini adalah manajer di resto ini. Namanya Pak Suroto. Ia memberiku kartu nama dan membicarakan jadwalku bekerja. Karena besok Aku mulai sekolah jadi aku bekerja dari pukul tiga sore sampai menjelang magrib.

Aku sangat bersyukur bisa bertemu Pak Suroto hari ini. Para pekerja disini juga sepertinya baik-baik. Aku jadi menantikan hari esok. Meskipun pekerjaan yang kuhadapi ini melelahkan dan cukup menjijikkan tapi jika di lakukan sepenuh hati maka akan terasa lebih ringan.

Sesampaiku di rumah. Mama langsung marah-marah dan dengan wajah cemas menanyaiku sederetan pertanyaan. Perihal kemana aku pergi seharian. Aku pun menjelaskan secara singkat. Jelas saja Mama kahwatir hpku tidak dapat di hubungi karena baterainya habis dan mama mencoba menghubungi Kakak tapi tidak dapat jawaban. Namun Mama manjadi sedikit terhibur saat aku bilang akan mulai sekolah dan bekerja besok beliau tampak sangat senang karena mengetahui kondisiku sudah lebih baik. Tidak seperti hari-hari sebelumnya hanya meringkuk di kasur.

Dea dan Kak Alvin juga mulai sekolah besok. Aku merasa sedikit lega. Sepertinya keluargaku mulai menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada. Semoga senantiasa di beri kekuatan dan ketabahan menerima segala cobaan yang menimpa kami. Dan tidak lupa setiap berdoa selalu ku selipkan doa untuk Papa agar tenang di alam sana.

Keesokan harinya.......

Hari ini aku sekolah seperti biasa dan bersikap biasa. Menyapa teman-teman yang lewat dan melakukan piket pagi.

"Reima Subiantoro." Suara Pak Rustaji mengabsen siswa satu persatu.

"Terresa Amanira."

"Hadir!!!." Ucapku penuh semangat. Pak Rustaji hanya melihat sekilas dan lanjut mengabsen siswa lain.

Hari ini seperti dugaanku banyak yg mengucapkan duka atas musibah yang menimpaku. Aku hanya menanggapinya dengan senyuman dan ucapan terima kasih.

Usai sekolah aku langsung bergegas menuju tempat kerja baruku. Masih dengan seragam sekolah melihat hal itu Pak Manajer langsung memberiku baju seragam putih-putih, hari ini aku sudah di angkat menjadi karyawan tetap.

Setelah ku pikir-pikir seusai belerja di restoran ini aku masih punya banyak waktu luang terutama besok di hari minggu. Setelah pekerjaanku selesai aku segera berkeliling jalan bung tomo lagi. Siapa tau ada yang membutuhkan karyawan.

Dari kejauhan aku dapat melihat tulisan besar di pinggir jalan. Bertuliskan LAUNDRY EXSPRESS aku pun langsung bergegas ke sana. Aku pikir bisa dapat kerjaan karena kota Samarinda ini merupakan Ibu kota Kalimantan Timur jadi pasti banyak orang yang sibuk bekerja sampai tidak punya waktu untuk mencuci pakaian.

Ternyata toko laundry tersebut sangat besar bahkan ada sofa tempat menunggu untuk antri mengambil laundry. Aku pun harus mengantri dulu saat mau bertanya.

Sampai beberapa saat akhirnya datang juga giliranku. Aku pun bertanya apakah bisa bekerja di sini, tetapi aku masih bersekolah?.

"Wah! Kebetulan sekali kami sedang mancari karyawan. Kau bisa datang mulai besok pagi kami membuka toko laundry untuk karyawan dari jam setengah enam pagi sampai jam sepuluh malam. Kau bisa datang pagi-pagi sekali dan mulai menyetrika, untuk penggajiaannya kami membayar sesuai berapa banyak yang kamu setrika. Menyetrika baju sebanyak satu kilo di bayar lima ribu."

Mendengar itu aku tersenyum senang dan akan segera datang besok. Meskipun bayarannya sangat murah tapi jika aku bisa dapat 10 kilo perhari itu sudah sangat lumayan.

Di perjalanan pulang aku mulai menyadari betapa sulitnya mencari uang. Dulu saat kehidupanku masih normal, aku tidak pernah berpikir begitu. Yang aku tahu hanya meminta uang kepada Mama dan Papa jika ada sesuatu yang ku inginkan. Namun kini untuk sekedar membeli air aqua seharga tiga ribu lima ratus saja aku keberatan dan lebih memilih membawa air dari rumah. Mama tidak memberiku uang saku lagi karena uangnya hanya cukup untuk makan di rumah. Aku jadi bertanya-tanya seberapa banyak hutang Papa sampai kami hidup terpuruk begini?.

Di lampu merah dekat rumah tanpa sengaja aku melihat tiga orang berpakaian hitam-hitam menyeberang di depan ku. Tubuhku serasa membeku dan tenggorokanku tercekik. Aku mengingat baju dan wajah mereka, mereka adalah orang yang dapat ke rumahku waktu itu. Mereka yang membunuh Papa saat itu.

Aku pun tersadar dari arah mereka berjalan mereka mereka sedang menuju rumah baruku. Di rumah hanya ada Mama dan Dea, sejak kemarin aku tidak melihat Kakak.

Tanpa memperdulikan lampu lalu
lintas yang masih berwarna merah. Aku menerobos melintasi jalan raya tanpa peduli jika nantinya akan di tilang polisi. Bagiku yang terpenting sekarang adalah keselamatan Mama dan Dea.



BERSAMBUNG...........

VOTE,COMENT dan SHARE

The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang