Chapter 2

9.4K 171 3
                                    

Makan Malam Keluarga

Author P.O.V

Aditya memarkirkan kendaraannya dengan cepat dan langsung turun menuju ke dalam rumah. Ini sudah pukul 8 malam, artinya dirinya telat 15 menit dari jadwal makan malam keluarga.

"Malam," sapa Aditya dengan senyum canggung. Dirinya dapat melihat adiknya yang bermuka masam.

"Dari mana aja toh kamu, Dit?" tanya omanya dengan lembut.

"Maaf Oma, tadi Adit ada meeting dadakan dengan karyawan," jelas Aditya. Kali ini dirinya tidak berbohong.

"Bohong, Abang pasti lupa kan sama ulang tahun Asha!" Gadis yang dari tadi cemberut, menyela dengan nada kesal.

Keluarga itu hanya tersenyum maklum. Dia Ayasha Zamora, anak perempuan satu-satunya dari keluarga Lamont. Dirinya bahkan menjadi cucu perempuan satu-satunya dari keluarga ayahnya, tidak heran dirinya selalu mendapatkan apa pun yang ia mau.

"Enggak Asha, mana mungkin sih Abang lupa dengan ulang tahun adik abang yang paling cantik ini. Nih, kadonya aja udah Abang siapkan." Aditya memberikan sebuah papper bag warna putih dengan corak biru.

Mata gadis itu berbinar, mengingat beberapa minggu lalu dia merengek meminta Aditya untuk membelikannya tas ransel dari brand tersebut. Harganya tentu tidaklah murah.

"Abang beneran beliin Asha ini?" tanya gadis itu tidak percaya.

"Beneran dong, Abang kan mau kasih yang terbaik untuk ulang tahun kamu ini," balas Aditya.

"Sudah-sudah. nanti lagi bahas kadonya. Ayo Adit duduk, kita mulai makan malamnya, kasian Oma dan Opa sudah nunggu lama." Lamont menengahi kedua anaknya dengan bijak.

"Baik, Yah." Aditya duduk di kursi kosong sebelah adiknya.

Mereka memulai acara makan malam dengan berdoa, memotong kue, dan makan hidangan yang telah dimasak oleh sang bunda.

"Kantor gimana, Dit?" tanya Opa.

Memang saat ini Aditya bekerja di perusahaan keluarga yang turun temurun dari opanya. Tidak heran kalau beliau menanyakan hal tersebut.

"Baik, Opa. Ada beberapa investor yang mau naro uang di perusahaan kita, tapi sedang Adit pelajarin proposal kerja samanya," opanya menganggukkan kepala.

"Lalu kapan kamu berencana menikah?"

"UHUK...UHUK" Ayasha dengan cepat menyodorkan segelas air kepada abangnya.

"Pelan-pelan dong, Bang!" tegur Bunda.

Aditya melihat ke arah opanya yang seakan masih menunggu jawaban.

"Didoakan saja Opa," jawab Aditya sekenanya.

"Opa sudah doakan terus, kamunya juga usaha dong!" Aditya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Iya kan, Opa. Aku sampe capek nyariinnya, tapi nggak ada yang dia mau, loh," sahut sang bunda seolah ini kesempatan untuk menyudutkan putranya.

"Ya belum cocok aja, Bun," balas Aditya

Ini dia yang buat Aditya malas kalau harus pulang ke rumah. Kalau bukan karena adiknya yang berulang tahun, dirinya pasti akan mencari 1001 alasan untuk menghindar.

"Kamu itu penerus keluarga ini, Dit. Penting untuk menyeleksi jodoh kamu itu," Oma ikut menimbrung dalam obrolan tersebut.

"Enggih, Oma," jawab Aditya lembut.

"Sudah kita makan dulu aja." Lagi-lagi Ayah Aditya yang menjadi penengah dalam hal ini.

***

Aditya duduk di sofa yang ada di dalam kamar adiknya. Selesai makan dan sedikit mengobrol, mereka memutuskan untuk masuk ke dalam kamar masing-masing. Oma dan opa Aditya juga menginap malam ini, yang membuat dirinya tidak bisa langsung kembali ke apart.

"Abang kenapa nggak betah di rumah sih?" pikiran Aditya terpecah karena pertanyaan adiknya.

"Bukan nggak betah, Sha. Tapi capek aja ditanya nikah, jodoh, dan cucu mulu," jelas Aditya jujur.

Meski Ayasha anak yang manja dan keras kepala, Aditya tidak bisa memungkiri bahwa adiknya adalah pendengar yang baik.

"Hmmm, iya sih. Bunda ngomonginnya itu mulu sampe Asha bosen," Aditya terkekeh mendengar jawaban adiknya.

"Tapi ya sebenernya itu nggak buruk juga, Abang anggapnya itu sebagai bentuk harapan Bunda ajalah," Aditya menjelaskan dengan bijak.

"Tapi Abang kenapa nggak mau nikah? Apa masih kepikiran dia?"

Terlihat ekspresi laki-laki tidak berubah sedikit pun. Pertanyaan serupa sudah sering dilontarkan oleh keluarga bahkan teman-teman dekatnya.

"Nggak kok, Abang udah lupain dia."

Melihat ekspresi abangnya yang menjadi kaku, gadis itu langsung sadar kalau dirinya sudah salah bicara.

"Maaf Bang," Ayasha menunjukkan ekspresi menyesal.

"Udah nggak apa-apa kok. Kamu tidur gih, besok kan masuk sekolah," Aditya merapihkan selimut adiknya.

Ayasha adalah berlian bagi Aditya, dirinya perlu menunggu hampir 9 tahun untuk mendapatkan adik dari ayah dan bundanya.

"Ayasha seneng besok pagi bisa sarapan sama Abang."

Mendengar ucapan adiknya, Aditya tersenyum kecil.

"Abang juga," balasanya dengan penuh kasih sayang.

Adityaberjalan ke luar kamar dan mematikan lampunya. Nampaknya dirinyaharus mandi lagi, agar pikirannya yang penuh dapat luntur dengan air yangmengalir.

My Planned DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang