Malam tadi adalah malam terberat yang harus Will lewati. Dimana ia harus tidur dalam keadaan tanpa sehelai benang yang menutupi, membuat angin malam dengan ganasnya menyiksa tubuh polos Will. Membiarkan air mani mengering di sana, menimbulkan bau tidak sedap yang memang harus Will dapati.
Suara burung bercicit mulai bersua di luar sana. Will dapat merasakannya, ketika rasa hangat mulai datang menjelma, menggantikan rasa dingin yang begitu kejam. Will bisa bernapas lega kali ini ketika tahu bahwa pagi sudah datang.
Will melihat kembali ke sekeliling, betapa menyeramkannya ruangan ini. Bagai tempat untuk eksekusi mati. Will baru tahu bahwa di ujung lain sana, ada sebuah dua tiang kokoh dengan borgol menggantung di atasnya. Will yakin, jika ia membantah lagi pastilah Edward akan menghukum dirinya di sana. Tentu saja Will tidak mau.
Tidak mau merasakan nikmat yang luar biasa jika ujung-ujungnya Edward menahan Will ketika akan keluar. Oh, jelas Will tidak menginginkannya. Itu sangatlah menyiksa batin.
Tetiba pintu terbuka dan masuklah sosok yang Will benci itu. Edward masauk dengan raut wajah kejamnya. Memerhatikan tubuh polos Will tanpa ada nafsu sedikit pun. "Dasar pemalas!"
Will tidak habis pikir pada Edward. Mengapa bisa ia mengatakan hal itu? Jelas-jelas tubuhnya diikat seperti ini, mana bisa ia bergerak? Ini antara Edward yang bodoh atau sifat dirinya yang memang kelewat kejam.
"Cepat bangun! Dan siapkan sarapan untukku!" titah Edward sembari melihat ke arah luar melalui jendela setelah membuka gordeng mahalnya itu.
Will mengerutkan keningnya dalam. "Maaf tuan, tapi bagaimana caranya aku beranjak jika kaki dan tanganku masih diikat seperti ini?"
Edward berbalik dengan tatapan kesal dan langsung menghampiri Will dengan cepat. "Apa itu masalahku bodoh?! Usaha sendiri, jangan manja! Ingat, kau hanya seorang budak tak berharga di sini!" Edward menampar pelan pipi Will.
Will memejamkan matanya sesaat. Sungguh ia tidak habis pikir pada pria yang ada di hadapannya ini. Mengapa ia bisa bertindak seegois dan sekejam itu? Demi Tuhan, hal yang paling Will sesali di dunia ini adalah: meminjam waktu pada si beringas Edward.
Edward mundur kembali untuk melihat ke arah luar. Ia ingin melihat pekerjaan para tukang kebun di bawah sana. Jika sampai Edward menemukan ada yang tidak becus, ia sudah pasti akan menyita waktu mereka. Membuat mereka mati dalam sekejap.
Kejam? Memang, tapi siapa yang peduli akan hal itu di kota Ozano? Tidak ada.
Will mulai berusaha untuk bangkit. Ia meliuk-liukkan badan mungilnya ke kanan dan ke kiri. Ia berusaha untuk bergeser ke sisi ranjang. Pinggangnya terasa pegal, begitupula dengan pantatnya. Will terus berusaha hingga pada akhirnya ia pun sampai di sisi ranjang.
Will menurunkan kedua kakinya lalu dengan segenap tenaga, ia mengangkat tubuhnya untuk mengubah posisi menjadi duduk. Dan, HAP! Ia berhasil. Will menunduk sebelum beranjak berdiri. Ia malu jika harus bertelanjang bulat seperti ini. Sekalipun ia tahu bahwa Edward sudah pernah menelisik setiap inchi tubuh polosnya itu. Namun tetap saja Will malu.
Dengan sekali hentakkan, Will pun berdiri. Ia masih membelakangi Edward karena tidak mau menunjukkan sesuatu di bawah sana pada sosok kejam itu. "Aku sudah berhasil berdiri, tuan. Sekarang tolong lepaskan ikatan ini, agar aku bisa mulai bekerja kembali." Will berujar dingin dan tak bersemangat. Awalnya ia takut-takut pada Edward, hanya saja ia sudah mulai muak. Ia akan tetap menghormati Edward, tetapi tidak dengan rasa takut itu.
Edward berbalik dan menaikkan sebelah alisnya tinggi. Ia menyeringai di balik sana. Edward memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celana. Ia mulai berjalan secara perlahan untuk mendekat ke arah Will. Will terpaku mendengar suara derap langkah sepatu itu. Perasaannya tidak enak. Pasti Edward akan melakukan sesuatu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME! [ManxBoy 18+]
Short StoryWARNING!!! CERITA INI AKAN PENUH DENGAN UMPATAN KASAR & ADEGAN SEX KERAS. BAGI YANG TIDAK SUKA DENGAN HAL TERSEBUT, TIDAK PERLU DIBACA. ----- Terinspirasi dari sebuah film berjudul [In Time]. Di mana kisah ini menceritakan bahwa slogan: Time is mone...