05 (telah direvisi)

294 100 51
                                    

"Mampus, telat gue!"

Keira berjingkrak heboh di depan mobilnya yang berhenti di pinggir jalan. Sudah tadi berangkat mepet sekali dengan jam masuk kelasnya, sekarang ditambah dengan acara ban mobil yang kempes.

Lengkap sudah kesialannya sedari kemarin.

Keira kembali melihat jam tangan kecil di lengan kirinya dengan nanar.

Oke, kali ini sudah tidak ada cara lagi.

Gadis itu menunduk untuk membetulkan tali sepatunya kemudian berdiri dan menghela nafas.

Dia menoleh ke arah bang John, supir pribadi keluarganya yang saat ini mengantarnya. Bang John sedang serius memeriksa ban mobil di depannya.

Keira mengela nafas. "Bang John, kayanya Keira harus lari deh. Udah gak ada waktu lagi buat nungguin bang John ganti bannya."

John menatap Keira kaget. "Astaga, non Key. Jarak dari sini ke sekolah masih lumayan jauh loh."

"Gapapa bang John, sekalian lari pagi. Bye bang John!" Ucapnya sebelum mulai berlari dengan cepat.

"Hati - hati, non!"

Keira hanya mengacungkan ibu jarinya tanpa menoleh ke belakang.

Sesaat setelah dia melihat gerbang sekolahnya yang masih sedikit terbuka, Keira menghentikkan langkahnya.

"Hosh! Pegel gue, ampun!"

Gadis itu membungkukkan tubuhnya membuat lutut menjadi tumpuan. Dia tidak peduli bagaimana wajahnya yang kusam juga bajunya yang lusuh, dan rambut yang lepek terkena keringat. Dia memang tipe gadis yang tidak terlalu memperhatikan penampilannya.

Keira kembali menegakkan tubuhnya setelah beberapa detik. Pandangannya kembali menatap pintu gerbang sekolah.

Seketika matanya membulat lebar. "Bapakkk!!! Pakkk!! Ah siapa sih namanya tuh orang? Pakkk!! Oy, pak! Jangan ditutup dulu gerbangnya! Pakkkk! OMG!"

Keira kembali melangkahkan kakinya lebih cepat dari sebelumnya meskipun rasanya seperti sudah ingin patah saja.

Setelah berada di depan gerbang dan berhadapan dengan bapak satpam yang menutup gerbangnya tadi, matanya tertuju pada name tag pria itu.

"Sujono? Jono?" gumamnya pelan. Pria itu memicing seraya memasang wajah tegasnya.

"Aha! Pak Jono? Pak saya murid baru di sini tolong bukain pintunya dong, plis plis plis. Bapak ganteng deh."

Pak Jono menghela nafas. "Maaf neng, nama saya pak Udin bukan pak Jono. Ini saya lagi pinjem seragamnya pak Jono karena dia lagi gak masuk, terus juga karena seragam saya lagi keluturan. Istri saya baru nyadar kalo seragam saya kelunturan pas lagi dijemur. Ampun deh itu keliatan banget warnanya mencolok atuh. Warna kuning, neng. Bayangkan saja seragamnya warna hitam kecampur kuning jadi gimana atuh?"

Keira memasang wajah cengonya menatap pak Jono. Eh tidak, pak Udin.

"Oh iya neng, tahu gak gimana caranya ngilangin kelunturan di baju saya?"

Keira tertawa garing, "maaf ya pak Jono, saya bukan tukang laundry."

"Pak Udin atuh neng," protes pak Udin.

"Ah ya, pak Udin. Yang saya butuhin cuma pertolongan pak Udin buat bukain pintu gerbang menuju maut ini. Plissss.."

Pak Udin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Yah saya kirain neng tau gimana cara ngilangin bekas kelunturan di baju seragam saya. Yaudah atuh saya balik ke pos dulu, nanti diomelin sama pak Naryo si guru BK. Mendingan neng.."

Past MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang