CASSANOVA
Vreya POV
Febuary 10th
“Assalamu’alaikum…” rasa capek yang kurasakan seakan hilang saat mencium ‘bau’ rumah. Dengan langkah gontai berusaha menyeret tubuhku agar bisa cepat sampai di kamar untuk tidur siang, lebih tepatnya sih tidur sore. Rute menuju kamarku melewati ruang keluarga dan ruang makan, dan tepat di dekat ruang makan terdapat pintu kaca rolldoor yang menguhubungkannya dengan halaman belakang yang kuas plus kolam renang etnik yang didesain khusus oleh Mama. Dan aku kaget di halaman belakang yang merupakan tempat favoritnya itu sudah ada peralatan barbeque yang lengkap dan peralatan pesta lainnya yang tengah dipersiapkan oleh mang Ujang, Bi Nah, dan Mbak Pipin, para pembantuku.Yang membuatku heran adalah porsi yang disiapkan jelas saja lebih dari jumlah kami sekeluarga. Kecuali kalau Bi Nah, Mbak Pipin, Mbok Ras dan Mang Ujang mau ikutan. Tapi bodo amatlah, berarti malam ini sekeluarga bisa ngumpul lengkap. Soalnya yang paling sering jarang di rumah itu Raka. Di mana-mana kalau yang jarang di rumah itu orang tua, eh dia tiap hari ngelayap ngga tahu entah kemana. Tapi, Mama sama Papa ngga pernah marahin Raka, soalnya tabungan Raka tetep utuh, uang jajannya ngga cepet habis jadi Mama sama Papa ngga khawatir Raka pergi kemana.
Kuhempaskan tubuhku ke atas kasurku yang empuk. Aku benar-benar capek mengurusi persiapan acara lomba basket dan Valentine’s nite yang tinggal beberapa hari lagi. Mataku serasa digantungin dua buat sepatu caterpillar yang terlapis besi. Aku mulai terlelap dan tenggelam dalam mimpiku.
CASSANOVA
Saat aku terbangun aku sudah berada di atas tumpukan bulu angsa yang bertempat di atas sebuah keranjang yang sangat besar. Dan sekeliling keranjang ini adalah hamparan pasir putih pantai serta deru ombak yang begitu manis.Tapi, tubuhku susah sekali untuk di gerakan dari keranjang ini. Tiba-tiba ada sesosok seorang cowok yang mendatangi keranjangku. Wajahnya tidak begitu jelas terlihat, bau tubuh yang harum, dadanya yang bidang sedikit terlihat dari kemeja putihnya yang tak terkancing hingga dada. Perlahan ia mengelus pipiku dan melanjutkannya ke rambutku yang panjang setengah ikal. Lalu dengan penuh perasaan ia mulai mencium bibirku, dan melumatnya dengan halus. Merasa kemenangan ada dalam diriku untuk mendapatkan dia. Tapi, kenapa aku tidak bisa menikmati kemenangan itu? Hampa..
CASSANOVA
“Vey, bangun sayang.” Panggil Mama sambil mengguncangkan tubuhku dengan pelan agar aku bisa bangun tanpa rasa kaget. Tidak terasa ilerku keluar tanpa permisi dan ku mengelapnya dengan tangan kananku. Aku menyipitkan mataku agar aku bisa melihat lebih jelas.
“Sayang, ayo bangun. Aduh anak Mama gimana sih, kok baju sekolah di buat tidur sih.” Panggil Mama lagi. Aku berusaha bangun dan merespon pangggilan Mama. hah? Baju sekolah? Jadi dari tadi aku belum ganti baju? Memang ya kalau sudah capek bisa melupakan segalanya.
“Ayo bangun, nanti malam kita kedatengan tamu dari Jakarta.” Ujar Mama sambil menarik tanganku agar aku tidak menghempaskan tubuhku lagi di atas tempat tidur.
“Hah? Tamu? Siapa?” tanyaku setengah sadar.
“Temen kuliah Mama-Papa dulu di San Fransisco, Tante Regy sama Om Imam."
"Oh.." aku membulatkan bibirku. "Jadi, kamu mandi biar wangi terus iler-iler yang di mulut kamu ilang dan.. dandan yang cantik.” sambung Mama sambil menggiringku ke kamar mandi. Karena kalo ngga begini mungkin sampai besok aku ngga bakalan mandi.
“Iya..iya..” jawabku malas. Mama beranjak dari tempat tidurku dan pergi menuju pintu kamraku untuk mengecek ulang peralatan acara untuk nanti malam. “Ma, Vey pake baju apa?” tanyaku lagi. “Hm.. acara santai kok. T-shirt juga boleh, yang penting cantik. Mama tunggu di bawah ya.” Jawab Mama dan langsung keluar dari kamarku. “Yeah..” gumamku pelan.
Dengan langkah malas aku menanggalkan semua pakaianku, memulai ritual mandi capungku. Pertama menyikat gigiku, kemudian membersihkan mulutku dari busa-busa pasta gigi sambil memain-mainkan shower. Biasanya kalo ngga terburu-buru kayak gini aku seneng banget untuk berlama-lama berendam di bathup, kalau perlu sampai tidur. Gara-gara hobiku ini aku sering dikira mau coba bunuh diri sama Mbok Ras. Pernah suatu kali aku ketiduran di kamar mandi, waktu itu aku baru pulang dari hiking di pantai Parangtritis. Rasanya badanku udah nggak berbentuk lagi, capek banget. Nggak sengaja Mbok Ras masuk ke kamar mandi untuk mengambil baju kotor, terus Mbok Ras melihat aku udah nyaris kelelep sambil merem di dalam bathup. Nggak heran kalo Mbok Ras teriak-teriak manggil Raka yang lagi main PS di ruang tamu. Terus Raka lari secepat kilat menuju kamarku. Sesampainya di kamar mandi, Raka manggil-maggil namaku dan mengguncang-guncangkan tubuhku. Lalu aku kebangun dan melihat Raka aku teriak sekenceng-kencengnya. Gimana nggak teriak, orang lagi enak-enak tidur di bangunin, udah gitu dalam keadaan naked pula! Semenjak itu aku kapok untuk berendem kalo nggak dia atas jam 10 malam. Malah terkadang saking traumanya aku bisa berendam jam 12 malam kayak orang ritual penghilang bala. Bisa heboh ntar!
Setelah diakhiri dengan menyabuni tubuhku dengan sabun scrub, aku langsung mengringkan badanku dan mencari pakaian yang bagus di mini walking closet-ku dengan masih mengenakan kimono mandi. Akhirnya setelah lama memilih, pilihanku jatuh pada hotpants warna hitam dan T-shirt lengan sampai siku berwana putih yang baru aku beli di bandung saat studi banding minggu lalu. Kupikir perlu juga tambahan Cardigan kesayanganku berwana dasar putih gading, sepertinya akan dingin malam ini. tidak lupa jam tangan gold kesayanganku hadiah ulang tahun dari Papa tahun lalu. Kubiarkan rambut ikal panjangku yang mencapai punggung, dan aku siap menerima tamu dan it’s Barbeque time!
Dengam langkah cepat aku menuruni tangga menuju halaman belakang. Aku udah nggak sabar menikmati rasa udang bakar.
“Mama.. Gini aja nggak pa-pa ya.” Ujarku setengah merayu.
“Udah cantik kok.” Jawab Mama sambil tersenyum. Tiba-tiba terdengar suara bel dari pintu depan. “Busset, bau lo udah kayak tante-tante. Pake minyak nyong-nyong ya lo?” komentar Raka iseng.
“Ha? Masa sih? Gue tadi pake minyak wangi yang lo kasih ke gue dari singapur.” Ujarku polos sambil menciumi setiap bagian yang aku semproti tadi.
“Oh..oh.. brarti gue tadi salah nyium. Wangi kok, seger! Bagus kan pilihan gue. Raka gitu! “ kata Raka bangga dengan gagap setelah mendengan kata-kataku tadi. “Vey, mungkin itu tamunya udah dateng. Coba kamu buka dulu pintunya.” Lanjut Mama. belum sempat aku beranjak untuk membuka pintu tiba-tiba dateng orang-orang yang tidak diundang.
“Malem, Mbak.” Sapa seorang mas-mas yang mengantar pesanan Pizza yang memang benar-benar ngga di undang, lagian siapa dia? Trah dari mana aja aku nggak tau.
“Ya?” aku juga bingung, siapa yang pesan Pizza. “Maaf, atas nama siapa ya?” tanyaku lagi.
“Hm.. Ibu Ellyana. Benar?” Tanya Mas-masnya lagi.
“Ng.. Iya. Sebentar ya!” ujarku dan langsung masuk menemui Mamaku yang sedang sibuk membakar Beef di halaman belakang.”Ma, Mama Pesen Pizza?” tanyaku dengan nafas sedikit terengah-engah karena tadi aku berlari biar masnya ngga nunggu kelamaan. “Udah datang ya? Tolong kamu yang bayar ya sayang, Mama masih sibuk disini. Ambil dompet Mama gih di kamar.” Ujar Mama, dan terpaksa aku berlari lagi menuju lantai atas untuk mengambil dompet Mama di kamarnya. Aku paling senang masuk ke kamar Mama, baunya itu lho.. Hm.. Mama banget deh! Baunya Papa kalah. Aku mulai mencari-cari dimanakah gerangan dompet itu. Aku mulai menebarkan mata di seluruh penjuru kamar Mama. Ah itu dia! Aku menemukannya di atas meja rias Mama. saat aku mengambil dompet Mama, aku melihat sebuah kotak yang cantik sekali. Kalau dilihat dari bentuknya sih kayaknya kotak perhiasan deh. Duh, cantik banget! Tapi kok, baru kali ini aku ngeliat kotak itu. Apa Mama baru beli ya? Tapi modelnya old fashion banget, klasik seperti kotak orgel zaman abad 18 – 19 gitu. Ya ampun! Tukang Pizza!! Sampai lupa deh..
KAMU SEDANG MEMBACA
CASSANOVA
Teen FictionCinta mati pada Dimas, itu yang menjadi pedoman Vreya. namun ia hanya bisa menyimpannya dalam hati. sampai suatu hari ada Kevin, Cowok populer di sekolah yang dengan tulus mencintainya dan ingin menjadi pasangannya. Takdir berkata lain, ketika Vreya...