Ch. 1 ( Kelompok Kecil di Dekat Lemari )

8 1 0
                                    

Awal tahun pelajaran baru telah dimulai. Aku yang tahun lalu melewati masa sekolah menengah pertama ku dengan masih beradaptasi dengan lingkungan baru pun tahun ini tidak terlalu berharap akan banyak kejutan baik menghampiriku di sekolah. Dulunya aku sempat berkeinginan untuk sekolah di kota tetangga yang lebih metropolitan, tapi karena aku adalah anak tunggal, banyak sekali hal yang perlu keluarga kami pertimbangkan.

Sekolah kami bukanlah sekolah yang memiliki lapangan besar, tapi sekolah ini punya pemimpin yang baik sehingga semuanya terorganisir dengan baik. Aku suka bersekolah di tempat ini. Masuk di kelas unggulan, mendapat juara pertama, bahkan sempat mendapatkan nilai 100 di pelajaran Matematika. Aku tidak terlalu memikirkan mengenai hubungan dengan lawan jenis seperti kebanyakan teman-teman seangkatan ku lakukan sekarang.

Aku merasa bahwa aku tidak ada bedanya dengan ketika aku masih sekolah dasar. Semua yang aku pikirkan mengenai sekolah adalah mengerjakan tugas dengan baik dan mendengarkan dengan baik. Bedanya, karena aku sering membaca fanfiction artis Korea di internet, aku jadi sering membayangkan bagaimana jika nanti ketika aku telah dewasa dan memiliki pacar.

Karena terlalu sering memikirkan hal itu, aku pun jadi sering bermimpi mengenai seorang lelaki yang sampai sekarangpun aku tak pernah ingat wajahnya. Aku memberikan nama untuk lelaki itu. Namanya MSP atau My Sweet Prince. Terlalu berlebihan memang, tapi saat itu memang itulah yang terpikir di otakku. Apalagi mimpi itu datang berulang-ulang dan menampilkan adegan yang berbeda-beda. Aku merasa seolah ingin sekali cepat dewasa (karena prinsip ku adalah anti-pacaran sebelum 17 tahun) dan menemui MSP-ku di dunia nyata.

Meski aku tidak pernah melihat wajahnya secara jelas, tapi perasaan sangat bahagia dan seolah begitu disayang olehnya ini membuatku yakin bahwa dia adalah gambaran dari jodohku kelak. Sialnya, dia hanyalah sebuah mimpi dan belum tentu akan menjadi kenyataan.

Akibat dari mimpi itu, aku jadi semakin menutup hatiku dalam hal percintaan. Ditambah lagi, usiaku masih terlalu muda dan sepertinya memang tidak ada laki-laki yang mau mendekatiku. Mungkin aku memang tidak menarik atau mereka tidak berani dan menyerah terlebih dahulu. Aku tidak peduli.

Akibat dari mimpi itu juga, aku menetapkan tipe idealku adalah seorang lelaki yang warna bola matanya sama seperti bola mataku, juga berkulit cerah, dan punya senyuman manis. Hal itulah yang membuatku menganggap semua lelaki–yang tidak sama dengan tipe idealku tadi–jelek. Aku terlalu dibutakan oleh mimpi-mimpi indahku. Sungguh memalukan.

.

.

Kembali kepada tahun ajaran baru. Kelas kami berpindah, sistem pembelajaran juga berubah. Dulu posisi duduk di kelas kami dibuat satu meja untuk dua orang, sementara tahun ini posisi duduk diubah menjadi dua meja yang disatukan untuk empat orang. Kami duduk berkelompok-kelompok.

Sistem belajar individual yang dulu diterapkan kini berubah menjadi sistem kerja sama. Murid-murid dituntut untuk menjadi lebih aktif, memecahkan masalah secara berkelompok, dan dilatih untuk mengutarakan pendapat di depan orang banyak. Awalnya aku merasa biasa saja dengan ide ini namun pada akhirnya aku mulai tidak menyukainya. Masalahnya, anggota kelompokku tidak seperti yang aku harapkan.

Tiga anggota kelompok ku adalah tiga orang dengan kepribadian yang berbeda. Ada dua orang lelaki yang duduk bersampingan dan satu orang perempuan duduk di sampingku.

Putri, nama seseorang yang duduk di sebelahku. Tubuhnya kecil dan kulitnya gelap namun wajahnya sungguh manis. Kami adalah teman satu sekolah dasar. Aku masih ingat, dulu sewaktu kelas lima, Putri memiliki seorang penggemar yang setiap hari selalu menyatakan suka padanya, namanya Sofyan. Lelaki itu adalah murid bandel yang sempat menjadi teman sebangku ku ( dan aku masih kesal padanya karena ketika kami duduk sebangku, dia yang suka makan dan minum di kelas ketika guru sedang mengajar, menumpahkan es lilin cair yang dia minum ke buku pelajaran agama ku ). Sampai sekarang pun, untuk mengganggu-ganggu Putri ketika aku sedang iseng, aku sering menyebut-nyebut nama lelaki itu di depannya hingga wajahnya memerah.

The Little Sweetest Candy : Our Hatelove Story ( BASED ON TRUE STORY )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang