Ch. 2 ( Pertengkaran dan Pendekatan )

5 0 0
                                    

Sejak berada dalam satu kelompok dengan tiga orang yang luar biasa dan sejak sebangku dengan Ren, hidupku rasanya dipenuhi dengan warna merah. Entah itu karena semangat, benci, marah, atau suka cita. Bersama mereka–di dekat lemari kelas dan jendela yang membiarkan angin dingin berhembus–tiada hari kami lalui dengan ketenangan.

Aku tak tahu apa alasan pasti yang membuat kelompok kami jadi begitu aneh seperti ini. Mungkin saja karena Zidane yang selalu saja membuat sensasi atau karena Viona yang setiap hari menggerutu di bangkunya atau mungkin karena aku yang selalu merasa lelah melihat tingkah teman-temanku atau bisa jadi juga karena Ren benar-benar tidak suka duduk sebangku denganku.

Kami, lebih tepatnya aku dan Ren, tidak pernah akur atau bahkan berteman dengan baik selama kami berada di kelompok ini. Setiap hari selalu saja ada hal yang membuat kami berdebat. Entah itu dia yang memulainya duluan atau aku. Aku menyesal sempat mengira bahwa dia adalah anak yang polos dan baik hati. Menurutku, awal mula dia membenciku adalah karena aku membuatnya jauh dari Zidane sehingga frekuensi berbicara mereka menjadi lebih sedikit daripada sebelumnya atau karena aku yang terlalu cerewet dan sering bercanda terlalu berlebihan terhadapnya. Iya, aku akui kalau dia memang sering aku sebut imut dan lucu seperti anak SD. Tidak seperti wanita yang senang dibilang imut, hal itu mungkin terdengar memalukan bagi seorang lelaki.

Hari itu wajah Ren terlihat begitu masam. Ia sampai di sekolah dengan keadaan yang kacau seperti belum mandi atau belum sarapan. Rambutnya acak-acakan dan berminyak, bajunya kusut, dan sepatunya sangat kotor. Apa yang terjadi padanya ?

Bel berbunyi satu menit setelah dia meletakkan tasnya di sampingku. Sebentar lagi guru mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial akan memasuki kelas kami dengan senyum ramahnya (senyum yang menurutku sangat aneh). Ren menarik bangkunya menjauhiku saat ia menyadari tatapan menggangguku. Aku pun mengalihkan perhatianku darinya.

Aku pun lebih memilih untuk berbincang dengan Viona, tapi Viona ternyata sedang memperhatikan lelaki itu juga sejak tadi. Mau tidak mau, hal yang kami perbincangkan adalah mengenai Ren juga. "Lihat tuh, si anak kecil." Ucap Viona berbisik.

"Berantakan banget ya ?"

"Iya. Mungkin dia terlambat bangun kali."

"Eh lihat, dia menguap. Astaga, sepertinya dia akan tertidur sebentar lagi."

Kami tertawa-tawa hingga tidak menyadari bahwa Ren tahu kami membicarakannya. Tiba-tiba lelaki itu memukul meja kami dengan telapak tangannya dan bangkit dari tempat duduknya. Bersamaan dengan itu, ibu Lastri, guru ilmu pengetahuan sosial kami pun memasuki kelas. Ia berhenti sejenak sambil memandang ke arah kelompok kami, tepatnya ke arah Ren. Lantas Ren kembali duduk di kursinya sambil tersenyum canggung pada ibu guru, kemudian ia menatap tajam ke arah kami berdua.

Sepertinya dia sangat sebal terhadap gangguan dari aku dan Viona. Haha, lucu sekali.

.

.

Seharian itu, Ren tidak pernah sekalipun tersenyum. Hanya karena aku tidak sengaja menyenggol sikunya, dia akan marah. Begitupun jika aku ketahuan sedang memperhatikannya yang asyik menggambar karakter aneh di halaman belakang bukunya, dia akan mendecak kemudian melirikku dengan sinis. Bukan hanya aku sebenarnya yang dia perlakukan seperti itu, Viona juga.

Tanpa tahu alasan pastinya mengapa dia begitu, hari ini sudah berapa kali dia memancing ku untuk berdebat dengannya. Seharian itu aku stress hanya karena berurusan dengannya. Karena hal itulah aku dan Viona bersekongkol untuk mengata-ngatainya sebagai anak kecil yang pendek. Bertambahlah rasa kesalnya pada kami.

Sejak hari itu, aku dan Viona pun selalu bekerja sama untuk membuatnya sebal setiap hari. Selain karena perlawanan yang menyebalkan dari dia (seperti mengataiku gendut, anak manja, manusia lemah, payah, dll), dia juga terlihat sangat menggemaskan ketika sedang merasa sebal. Meskipun awalnya stress melihat dia yang marah-marah terus, lama kelamaan hal itu menjadi hiburan tersendiri bagi aku dan Viona.

The Little Sweetest Candy : Our Hatelove Story ( BASED ON TRUE STORY )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang