Chapter 9 ( Dunia Baru )

7 0 0
                                    


Hari pertama masa orientasi SMA dipenuhi oleh niatku untuk memulai kehidupan baru bersama orang-orang baru. Meskipun akhirnya orangtua ku memutuskan agar aku bersekolah pada sekolah biasa di kota ini (walau sebenarnya aku bisa masuk ke kelas A di sekolah plus luar kota itu), tapi aku tetap akan mencoba untuk bersemangat.

Di sekolah ini, aku menemukan teman-teman baru juga teman-teman lama ku. Awalnya aku ragu dan masih takut dalam lingkungan baru ini. Namun, karena aku sudah memiliki beberapa teman akrab, aku setidaknya bisa melewati hari-hari ku dengan lebih baik. Satu kabar baik yang aku juga tidak pernah duga. Ren juga bersekolah di sekolah yang sama denganku. Entah kenapa aku merasa ada setitik cahaya menyinari hatiku ketika mengetahui tentang hal ini.

Setelah diberi arahan oleh guru dan koramil setempat, di hari ketiga akhirnya saatnya para OSIS yang memberikan MOS kepada kami. Wajah kami dilumuri oleh tepung yang dicampurkan dengan air kemudian dicoret dengan lipstick merah, lalu kami dipasangkan balon di pinggang, serta sebuah label nama yang terbuat dari kardus dan ditulis dengan nama-nama aneh dikalungkan di leher kami. Aku tidak tahu apa gunanya mereka melakukan hal seperti itu kepada kami. Aku juga tidak tahu mengapa di dalam penyelenggaran MOS harus ada kegiatan yang seperti ini. Melelahkan namun tidak berguna.

Ketika pembagian kelas, namaku dipanggil pertama kalinya. Aku berada di kelompok 1 yang berarti aku akan duduk di kelas 10-A. Aku pun fokus dengan nama Viona yang akhirnya dipanggil untuk masuk ke kelompok 3 dan nama Ren yang dipanggil untuk ke kelompok 4. Ya, kami bertiga tidak berada di kelas yang sama. Namun, di kelas yang sekarang aku bisa sekelas dengan Lissa.

Di kelas kami yang baru, tergabung dua agama sekaligus. Di kelas ini juga, yang sikapnya bandel dan teladan digabungkan, serta yang cerdas dan tidak terlalu cerdas juga digabungkan. Di kelas ini pula, aku terpilih menjadi seorang bendahara kelas yang setiap minggu harus meminta uang iuran kepada teman-temanku. Hal itulah yang membuatku menjadi dekat dengan mereka semua.

Ada seorang lelaki yang gelagatnya sedikit keperempuanan berada di kelas kami. Dia adalah sainganku dalam hal pelajaran. Kami memang berteman, tetapi tidak jarang dia selalu merasa harus bermusuhan denganku. Berdebat dengannya selalu saja aku lakukan dalam mengisi hari-hari ku.

Masalahnya, berdebat dengan Jefri sanga berbeda dengan berdebat dengan Ren. Berdebat dengan Jefri benar-benar akan membuat emosi dan marah. Ya, mungkin karena sejak awal status kami adalah sebagai saingan. Dan dia duduk di depanku bersama teman sebangkunya, Febri, yang sedikit memiliki keajaiban.

Tahun ini aku duduk dengan seorang perempuan manis yang sepertinya disukai banyak orang, namanya Red. Dia itu merah, seperti namanya. Dia pemberani, penuh pesona, pemarah terkadang, dan ceria terkadang. Di depanku, dia adalah sosok gadis yang baik meskipun orang-orang selalu menceritakan keburukannya. Sebenarnya, menurut analisa ku dan perasaanku, Red adalah gadis dewasa yang baik hati.

Sementara itu, di belakang kami ada dua orang yang memiliki sifat berbeda. Yang satu namanya Wanda, orangnya sangat ribut dan tomboy, sementara yang satunya lagi bernama Iza, sikapnya lembut meski suaranya berat seperti laki-laki. Selama di kelas 10-A, mereka lah yang paling sering berbicara denganku.

Di meja yang agak jauh dari kami, aku punya seorang teman baru yang akrab sekali denganku, tetapi dia juga akrab dengan Jefri. Emnas, namanya. Terkadang teman-temanku sering memlesetkan namanya menjadi timnas dan nanas karena keunikan namanya. Emnas adalah seorang kakak yang lebih tua dua tahu dariku namun lebih mini dan imut daripada aku. Bersama dia, setiap istirahat tak akan kami lalui tanpa menyinggahi atau melewati semua kelas 10. Bersama dia, aku bisa menatap Ren dari kejauhan.

Dalam suatu cerita, tidak akan lengkap tanpa dua orang lelaki yang selalu saja membuat kelucuan. Di kelas ini, ada seorang anak guru yang menjabat sebagai ketua kelas kami bersama temannya yang menjabat sebagai wakil ketua kelas. Mereka berdua itu layaknya dua sejoli yang sulit dipisahkan, George dan Azzee. Mereka semua inilah yang mengisi hari demi hariku di SMA. Sebuah kehidupan baru dengan lingkungan baru yang aku tidak tahu kedepannya akan seperti apa.

The Little Sweetest Candy : Our Hatelove Story ( BASED ON TRUE STORY )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang