The Unpredictable Guest

3.4K 437 25
                                    

Sudah tiga hari berlalu semenjak kejadian kambuhnya asma sang bangsawan Phantomhive. Kondisi Ciel pun kini sudah semakin membaik dan bisa kembali bergelut dengan aktifitas sehari-harinya yang padat. Tak ada yang bisa menghentikannya agar bisa lebih banyak beristirahat, bahkan ketika Madam Red sendiri yang memintanya pun tidak anak keras kepala itu gubris. Terlebih aku yang hanyalah seorang pendatang di kediaman mewah ini.

Tinggal hitungan hari, mansion megah ini akan menyelenggarakan pesta super mewah untuk memperingati hari jadiku. Mungkin itu alasan kenapa Ciel menolak untuk beristirahat dan lebih memilih memikirkan dekorasi apa yang pantas untuk malam pesta nanti. Bahkan ketika waktu makan pun, Ciel selalu membahas perihal pesta itu. Contohnya saja saat ini, ketika kami tengah menyantap makan siang, Ciel malah asik berdiskusi dengan Tanaka mengenai souvenir apa yang nantinya akan diberikan kepada para tamu undangan nanti.

Aku yang sejak kambuhnya asma Ciel berpikir untuk membatalkan saja pesta itu menjadi sulit menemukan kesempatan untuk bicara. Jika ini terus berlanjut, aku khawatir kesehatan Ciel semakin terganggu. Aku tak habis pikir kenapa butler iblis itu membiarkan Ciel melakukan semua ini. Bukannya menyuruh Ciel segera menghabiskan makan siangnya, Sebastian malah asik menuangkan teh kedalam cawan untuk kami.

Aku harus menghentikannya sekarang. Kalau tidak, ini akan terus berlanjut.

"Anu..." aku berusaha menarik perhatian mereka yang asik dengan pekerjaan mereka masing-masing itu.

Ketiga sosok pria dari segala macam rentang umur pun itu menatapku. Aku yang telah berhasil mendapatkan perhatian dari mereka malah tertunduk tak bersuara. Entah kenapa aku bingung harus mengatakan apa. Tiba-tiba saja terbersit di kepalaku akan rasa tidak enak membatalkan pesta yang telah di rencanakan oleh Ciel sedemikian rupa ini begitu saja.

Apa aku boleh begitu? Bukankah itu sama saja dengan aku akan membuang sia-sia segala kerja keras dan upayanya? Sama saja aku tidak menghargai Ciel.

Lama aku terdiam dengan pikiranku sendiri, akhirnya ketiga orang tadi kembali kekesibukan mereka lagi seakan berpikir mungkin saja tadi mereka salah dengar. Aku menyesali kebisuanku. Kembali kukumpulkan semua tekatku untuk mengatakan apa yang ada di pikiranku saat ini.

Tidak! Aku sudah membulatkan tekatku. Tidak enak memang mengatakan ini setelah melihat kerja keras mereka selama ini. Tapi aku tak ingin memberatkan mereka dengan keberadaanku di sini. Lagi pula... pesta ini hanya akan sia-sia saja.

"Mari kita batalkan saja pesta ulang tahunku."

Meski telah mengumpulkan semua tekatku, aku hanya berhasil mengeluarkan suara seperti tikus mencicit.

You stupid, (Y/N)! Speak louder! Rutukku dalam hati.

"Kau mengatakan sesuatu, (Y/N)?"

Baru saja aku ingin membuka mulut, tiba-tiba Ciel telah menanyaiku. Manik biru tuanya yang menatapku datar seakan meminta kejelasan dariku atas pertanyaannya tadi. Jelas saja ia bertanya, aku yakin Ciel terlalu tenggelam dalam diskusinya untuk bisa menangkap kalimat versi suara tikusku tadi.

"Mengenai pes...."

"Saya yakin nona (Y/N) ingin mengatakan bahwa ia sangat menantikan pestanya nanti. Benar begitu, my lady?"

Tak membiarkanku menyelesaikan perkataanku, tiba-tiba Sebastian telah menggantikanku untuk menjawab pertanyaan Ciel. Aku menatap Sebastian kesal karena telah memotong dan membelokkan kalimatku yang hanya dibalasnya dengan senyum manis bak malaikat suci.

"Apa benar begitu, (Y/N)?" tanya Ciel lagi.

"Tidak! Ku bilang...."

Kembali kalimatku terpotong. Tapi kini bukan karena ada yang menyelaku atau pun membekap mulutku, melainkan karena ekspresi Ciel yang tengah tersenyum penuh semangat ke arahku saat ini membuat lidahku seakan terlepas dari tempatnya. Terlebih sinar mata Ciel yang berbinar jujur membuatku tak mampu lagi berkata-kata.

My LOVEndon in 2D World (Sebastian X Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang