Sajak madah menyapaku sejak pagi
Eloknya tak dapat kuingkari
Tetapi awan keabuan sedang selimuti hari
Halau cahaya mentari tuk masuki relung hatiBayu mulai mengajak daun elk menari
Merangkai simponi nada ilusi
Payung-payung direbahkan para insani
Bersanding warna dengan hujan ini
Sang mentari sedang berbaik hati
Membiarkan hujan menghujam kota pagi iniHingga kini aku tetap menanti
Tiap detik bagai ribuan hari
Menanti kau untuk kembali
Di dekat jendela itu, aku bagai batu yang berdiri
Raga kosong tanpa hati dan naluriSampai kapan aku harus menanti?
Apakah kau akan kembali?
Rahasia besar itu bagai bongkahan besi terkunci
Berat; meninggalkan luka menganga dihatiHujan kali ini sungguh menyayat hati
Membuat tanah menguar aroma patah hati
Sudah 365 hari aku menanti
Ditepi jalan kota ini, kata dapat bersaksi
Mungkinkah aku bertemu denganmu lagi?
Jika tidak, dapatkah aku titip peluk rindu hati?
Dan sebuah pertanyaan yang secara perlahan membuat hati mati...Sebuah tanya yang mungkin tak akan sampai
"Masihkah kau simpan hati ini?"
"Masihkah hatiku kau peluk dalam nurani?"
Jika tidak, maka bawalah itu kembali
Aku bagai raga mati tanpa hati
Jangan buat beku hati yang satu iniJika kau masih membawa hati ini
Kumohon jagalah hati ini
Jagalah agar relung hati tetap menjadi abadi
Jagalah agar hidupku menjadi berarti
Jika kau telah melepaskan hati ini
Maka bawa hatiku kembali
Kembalilah walau hanya dalam buaian ilusiKarena aku akan mengobati luka hati
Dan memberikannya pada Sang Pemilik sejati______________________________________
Dan mungkin hatiku akan berkata lirih; "mungkin melepaskan akan jauh lebih baik"
-September'16; hampir lewat 12 malam
KAMU SEDANG MEMBACA
[Un]Spoken
PoetryHanya curhatan manis tentang yang tak pernah terucapkan; September'16