Adre

79 7 18
                                    

Seperti ini,

Adre memang bukan tipikal cowok populer dengan sejuta fans di sekolahnya, tetapi cowok dari kelas XI MIA 4 itu tidak akan pernah absen untuk membuat beberapa siswi SMA Harapan melihat nya dengan seksama, itu menurut pengamatan ke-sotoy-an Yana. Rambut gondrong yang acak-acakan dengan rambut bagian depan menutupi sedikit keningnya, itu justru membuat Yana meleleh.

Halah, meleleh. Yana mendengus menyadari pilihan katanya sangat berlebihan tetapi memang adanya seperti itu ketika Adre sedang melintas di depannya.

Ale menggeleng dan menggumam pelan yang disertai kekehan dan lirikan nya ke arah Yana.

"Segitunya amat, Yan."

Sesaat setelah suara Ale masuk ke telinga Yana, Yana dengan cepat menoleh ke arah Ale yang sedang duduk di depan pintu. Mendengus, "berisik lo ah." Yana berbalik hendak memasuki kelas ketika sebelumnya ia berdiri bersender di balkon.

Ale yang mendengarnya malah semakin menjadi-jadi. Dan Yana tidak suka akan hal itu. Ia terlalu sering di ledek karena ketahuan mencuri pandang ke Adre, entah bagaimana caranya, Ale pasti tahu.

"KUBILANG DIAM, DIAM KAU, LELE," teriak Yana dengan logat dibuat-buat dari dalam kelas dengan ejekan khusus untuk Ale.

*

Randi masuk ke dalam kelas XI MIA 3 ketika Yana baru saja berdiri dari bangkunya.

"Ale mana?" tanya Randi pada Yana, Melly dan Alia yang hendak melaksanakan istirahat.

"Tuh," sahut Melly sambil menoleh ke kanan, menunjuk Ale yang sedang bermain catur dengan Rivo. Entah sejak kapan anak cowok kelas mereka sering bermain catur.

"Gapunya temen lo ya?" tanya Yana ke arah Randi.

Randi adalah teman sekelas Yana, Melly, Alia, dan termasuk Adre saat kelas X. Iya, Yana sekelas dengan Adre saat kelas X. Beberapa murid dipecah menjadi tiga kelas dan dicampur dengan kelas yang lain. Dan beruntungnya, Yana sekelas dengan beberapa teman dekatnya Melly, Alia, Yulia, dan oke, Yana sebenarnya malas menyebutnya, Ale. Tapi Yana tidak lagi dengan Adre.

"Yang penting gua sekelas sama Adre," sahut Randi dengan lidah yang dikeluarkan, lalu badannya digoyang-goyang ke kanan dan ke kiri seperti anak kecil.

Jangan tanya mengapa Randi tahu soal Yana menyukai Adre, teman sekelas X Yana pun mengetahuinya--termasuk Adre--dan itu semua gara-gara Ale. Ale memang bukan orang yang suka menjual berita, hanya saja ia tidak sadar kalau suaranya bervolume besar.

Dan jangan tanya juga mengapa Ale bisa tahu, Yana sendiri tidak mengerti.

Yana tidak tahu harus berbuat apa lagi kala Adre mengetahui dari mulut Ale, karena Yana yakin Adre telah tahu sebelum Ale menjelaskannya; berbicara dengan suara besar. Hingga ia melakukan semuanya; tidak berbicara pada Adre, tidak mendekati Adre, hingga menjauhinya.

Walaupun sebenarnya mereka tidak pernah dekat. Hanya sebatas teman sekelas. Tidak seperti Yana dengan Ale atau Randi.

Yana mendengus menanggapi Randi.

"Eh bagi kertas minyak dong!" pinta Randi pada Yana. "Muka gua lagi banyak minyak nih. Kan?" tanya Randi sambil menunjukan mukanya ke arah Yana.

"Yaah, gak bawa," jawab Yana pura-pura sedih menutupi kebohongannya.

"Tai, pelit bangeeeet. Gece atuh."

FridayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang