"Rakaaa, ayo cepetan pulaaangg!" teriak Rula pada Raka yang masih membereskan tas di mejanya yang berada di barisan belakang.
"LAMBAT KAMU RAKA."
Raka yang mendengarnya itu pun cepat-cepat melangkah ke depan kelas--tempat Rula berdiri--setelah bangkunya sudah dinaikkan ke atas meja.
"Bawel, bawel, bawel, bawel," ucap Raka pada telinga Rula, yang hanya berjarak sepuluh senti. "Ayo sekarang."
Rula mendengus sambil membenarkan tali tas nya yang menurutnya miring sebelah dan juga berat itu, dan mulai melangkah beriringan dengan Raka yang sedang menggunakan sweaternya.
"Ke pom dulu yak, bre," kata Raka pada teman perempuannya selama 2 tahun--dan entah sampai kapan--itu.
"Gak mau," jawab Rula enteng.
"Gak usah sama gua lu sana."
Rula menarik kedua ujung bibir nya keatas sambil menyipitkan matanya, (sok) membuat eye smile, "beliin eksrim dong sekalian."
"Lah apaan, bedon? Gua ke pom, wey, bukan ke minimarket," kata Raka sambil memainkan kunci motor yang ada di tangannya.
"Ya kan biasanya ada minimarket di pom. Ya, ya, ya?" pinta Rula sambil membenarkan tali tas nya lagi.
"Apaan sih lo daritadi benerin tas mulu?"
Rula mengerutkan alisnya, merasa dialihkan pembicaraan tetapi ia tetap menjawab pertanyaan Raka, "berat tau."
Raka melirik tas Rula sekilas lalu menoleh ke arah depan kembali, melihat motornya yang sedang terparkir di parkiran.
"Yaudah tukeran sini."
Rula menoleh cepat pada Raka, yang kalau tidak salah, barusan berbicara. Rula tidak salah dengar, kan?
"Halah."
"Ye lama. Gajadi lah."
Rula langsung melepas tas nya cepat-cepat, "nih, nih, nih."
Raka mengambil tas yang disodorkan padanya, "lu bawa apaansi, berat amat."
Rula yang baru memasang tas Raka pada punggungnya itu membalas, "justru gue yang harus nanya sama lo, bawa apaan lo buat sekolah? Enteng amat. Gak ada isi nya, ni, ya?"
"Gak tau dah, lupa gua," katanya sambil memasukkan kunci motor pada motornya.
"Sampe lupa dia," kata Rula pelan pada dirinya sendiri.
"Buruan naik, Rula, lambat," kata Raka sambil mengaitkan tali helm-nya.
"Ne, ne." (Ya, ya.)
Ketika motor Raka sudah melaju bersama kendaraan lainnya, Raka sepintas mengingat film yang kemarin malam ia tonton atas rekomen dari adik perempuannya--ya, walaupun Raka sebenarnya malas menonton film romance mewek-mewek khas cewek. Dan tanpa pikir dua kali, Raka menanyakannya pada Rula.
"Tapi, lu pernah gak sih, suka gitu sama temen cowok lu?" tanya Raka sambil menolehkan sedikit kepalanya ke belakang, berusaha agar Rula mendengar suaranya.
Hati Rula berdegup pelan, "kayak sama lo, gitu?" tanya Rula dari bagian belakang sambil menyingkirkan rambut yang menghalangi wajahnya.
"Iya," jawab Raka sambil menganggukkan kepalanya dan melihat sekilas wajah Rula di spion.
"Kalo lo, gimana?" tanya Rula balik. Karena ia tidak tahu harus menjawabnya apa tidak.
"Ye, ditanya malah nanya balik," balasnya sambil mendengus, tetapi tak urung Raka menjawabnya, "pernah sama lo."
Rula tersentak di bangku belakang, "serius, Rak? Kapan deh?" tanyanya sambil nyengir mengetahui satu fakta tersebut.
Raka menarik pedal rem di motornya ketika dua meter didepannya ada lampu merah dengan detik 54. Ia membuka kaca helm yang menutupi wajahnya, "pas kelas sepuluh."
Rula menutup mulutnya yang terbuka dengan tangan, sok-sok dramatis, "wah ternyata ya lo. Dua tahun yang lalu dong?" tanya nya ketika mengingat ia sudah kelas dua belas.
Raka tidak menjawab pertanyaannya dan mulai menarik pedal gas karena lampu sudah berganti hijau. Ia tidak ingin semuanya berubah saat Raka menjawab pertanyaan Rula. Karena sampai saat ini, Raka masih menyukai pemilik tas yang berada di punggungnya saat ini.
"Lu gimana? Belom jawab pertanyaan gua," tagih Raka.
Rula menarik bibirnya ke samping membuat satu garis lurus, ia menjawab, berharap Raka tidak menanyakannya lebih dalam, "pernah sih."
"Siapapun cowok nya, pasti bertepuk sebelah tangan kan?" ejek Raka sambil melebarkan senyumnya yang tidak kelihatan oleh Rula.
Tapi wajah Rula tetap datar, ia menjawab, "kayaknya."
Raka memberhentikan motornya tepat pada depan rumah dengan dominasi warna biru dan abu-abu, "sampe nih," kata Raka sambil melepas helm nya.
Rula tetap bergeming pada tempatnya, ia tidak mendegarkan apa yang diucapkan Raka tiga detik yang lalu, otak nya mencar kemana-mana dan tangannya mendingin.
Raka menggoyangkan motornya agar Rula sadar dan turun dari motornya, "oi Rula, Rula."
Rula pelan-pelan turun dari motor Raka dan menghampiri pagar rumahnya, setelah pagar berwarna hitam itu terbuka, Rula berbalik, "lo, siapapun orangnya, itu lo." Setelah berkata seperti itu Rula melangkah masuk.
Raka yang mendegarnya itu terdiam, degupan yang sedari ada di jantungnya itu kian membabi buta,
"Sampe sekarang, La," ucap Raka sedikit teriak sambil melihat Rula yang tiba-tiba berhenti melangkah masuk karena mendengar ucapan Raka. "Gua masih suka sama lo, sampe sekarang."
Keduanya terdiam dengan kedua jantung yang berdegup sama kencang, sembari melihat satu sama lain.
Semua ini karena film yang direkomensikan oleh adiknya Raka, Nadin. Raka ingin mencoba menonton karena mendengar ringkasan cerita yang diceritakan dengan menggebu-gebu oleh Nadin, dan entah bagaimana, inti cerita itu sama seperti yang dialami nya dengan Rula.
Raka sudah tidak peduli lagi pada bensinnya yang 0,5mm lagi itu menuju huruf E, dan tas nya yang masih berada pada teman perempuan yang disukainya, Rula.