Sabtu pagi Michelle sudah mendapatkan sebuah pesan dari Rifa. Namun Michelle belum tahu ada perlu apa dia mengirimkan Michelle pesan. Michelle pun
membalas pesan yang dkirim oleh Rifa.Rifa : Chelle
Tak lama kemudian pesan Michelle dibalas.Michelle : Kenapa Fa?
Rifa : Nongkrong yuk hari ini di kafe
Michelle : Mager ah, sama siapa gitu?
Rifa : Sama Shifa
Michelle : Kafe dimana?
Rifa : Kafe biasa
Michelle : Yaudah deh, gue gabut di rumah
Rifa : Jam 10 ya
Michelle : Siap
Michelle melirik jam pada ponselnya. Sudah menunjukkan jam sembilan. Michelle pun segera bersiap-siap.
***
Rifa sudah menunggu Michelle selama dua puluh menit di depan kafe.
Saat Michelle sudah datang, dia langsung menghampiri Rifa yang sudah mulai kepanasan menunggunya.
“Akhirnya lu dateng juga. Yuk masuk!” ajak Rifa sambil memegang tangan Michelle.
Rifa membawa Michelle ke meja pojok sebelah kanan, terlihat banyak lelaki di sana. Salah satunya adalah Rifqi. Entah apa rencana Rifa membawa Michelle ke sini.
“Hai, Guys!” sapa Rifa, semua mata pun tertuju pada Rifa dan Michelle yang baru datang.
“Eh? Lu ngajak Michelle, Fa?” tanya Davin, Rifa mengangguk.
Mejanya bundar dan besar, bisa muat tujuh orang. Michelle duduk di sebelah Rifa dan Shifa, dia duduk berhadapan dengan Rifqi.
“Bosen ih, ToD yuk!” ajak Rifa kepada yang lain. Semuanya setuju dengan ajakannya. Rifa mengeluarkan pulpennya dari tas selepangnya dan meletakkan benda itu di tengah meja.
“Sebelum dimulai, kita bersumpah dulu kalo kita gak bakal bohong dalam permainan ini, dan kita akan menjaga rahasia satu sama lain,” ucap Rifa sambil tersenyum.
Tangan Rifa mulai bergerak memutarkan pulpen itu. Cukup lama, hingga akhirnya pulpen tersebut berhenti dan menunjuk ke arah Davin.“ToD?”
“T,” jawab Davin singkat.
“Lu ada masalah gak sama anak IPA, kalo ada apa?” tanya Rifa membuat semua perhatian tertuju pada Rifa. Lagi-lagi Rifa membahas tentang IPA dan IPS.
“Masalah pribadi sih enggak, cuma gue gak suka aja liat mereka sombong atau songong gimana gitu,” jawab Davin.
“Lo nyirik?” tanya Rifa. Namun Davin terdiam tidak merespons apa-apa. Kemudian Davin memutarkan pulpen tersebut, dan setelah itu gilirannya Rifqi.
“T,” jawab Rifqi sebelum ditanya.
“Ada rasa gak ke Michelle?” tanya Farrel kepada Rifqi.
“Gak!” jawab Rifqi dan Michelle berbarengan. Entah kenapa Michelle jadi ikut-ikutan menjawab pertanyaannya padahal pertanyaan tersebut untuk Rifqi.
“Aciee barengan,” goda Farrel membuat pipi Michelle memerah. Michelle membuang muka agar tidak ada yang bisa melihat bahwa pipinya kini memerah. Rifqi tidak merespons apa pun, dia memutarkan pulpen tersebut. Pulpen tersebut menunjuk Rifa.
“Kenapa lu dari kemaren ngebahas soal hubungan IPA dan IPS?” tanya Rifqi sebelum Rifa memilih T atau D.“Gue pengen IPA sama IPS hubungannya baik-baik aja, gak musuhan kayak gini. Gue gak mau generasi International High ke depannya masih ada perselisihan di antara IPA dan IPS, International High itu satu,” jawab Rifa jujur. Tidak ada yang merespons jawaban Rifa. Semua orang mengintropeksi diri, namun tidak dengan Rifqi. Rifqi masih tidak mau memaafkan Aldino. Rifa pun memutarkan pulpen tersebut dan menunjuk ke Michelle.
“T,” ucap Michelle.
“Rifqi gimana orangnya?” tanya Davin kepada Michelle.
“Berandalan, hobi mainin hati cewek,” jawab Michelle asal.
“Sok tahu lu,” ketus Rifqi.
“Tapi bener loh, Rif,” ucap Davin sambil tertawa kecil, begitupun dengan yang lainnya.
Mereka melanjutkan permainan itu dengan tawa dan cerita. Rasa nyaman bisa dirasakan oleh Michelle. Suatu saat IPA dan IPS akan bersatu.
***
Rifqi sibuk mengatur acara yang akan dia buat di sekolah, pertandingan di antara kelas IPA, Bahasa dan IPS. Dia harus mengatur waktunya karena jadwalnya begitu padat. Dia harus memberikan tugas kepada anggota OSIS dan juga harus belajar karena ulangan sudah di depan mata.
Tiap hari Rifqi bergadang hingga tengah malam untuk belajar dan mengerjakan suatu hal yang sangat penting.
Yang biasanya cari masalah dengan kelas IPA, kini kelas IPS sering kali latihan di lapangan. Kadang murid perempuan kelas lain suka menonton kelas IPS yang sedang latihan. Rifqi jarang latihan di lapangan karena dia sibuk dengan OSIS.
“Rel, lu bikin laporan yang tentang perlombaan itu, kasih ke gue besok laporannya, udah ditagih sama pak Kepsek,” perintah Rifqi sebagai Ketua Osis kepada Farrel, sekretaris OSIS.
“Oke, Rif.” Farrel langsung memulai membuat laporannya.
Rifqi pergi ke lapangan untuk menemui anak kelas IPS yang sedang latihan di lapangan. Semakin hari, mereka semakin mahir, Rifqi yakin mereka akan memenangkan lomba tersebut. Ketika latihan mereka selesai, mereka langsung menghampiri Rifqi yang berada di pinggir lapangan.
“Gimana? Bulan depan siap?” tanya Rifqi kepada anak kelas IPS.
“Siap, Rif,” jawab Davin yang sebagai kapten timnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IPA & IPS (TERBIT & SUDAH DISERIESKAN)
Teen Fiction[SUDAH TERSEDIA DI SELURUH TOKO BUKU] [#1 in teenfiction 11.11.2016] FOLLOW DULU SEBELUM BACA, PRIVATE ACAK "Lo mau gak jadi pacar gue?" tembak Rifqi. pada dasarnya sifat anak IPA dan anak IPS berbeda drastis. Hanya karena perbedaanya mereka t...