IPA & IPS - 8

362K 17.4K 545
                                    


Mampus!

Sudah jam tujuh kurang lima belas dan Michelle baru bangun. Di Bandung, jam segitu jalanan sudah ramai dan padat sehingga agak macet, masalahnya kalau gerbangnya sudah ditutup, mau nggak mau dia harus pulang lagi.

Michelle berlari kencang menuju gerbang sekolah ketika dia sudah turun dari angkot. Harapannya hancur, gerbang sekolah sudah di tutup, Pak Bambang, Satpam International High, tidak ada di pos satpam, tidak seperti biasanya. Ketika dia membalikkan badannya, terlihat Ardi yang baru saja sampai dengan jalannya yang sangat santai.

“Lu mau pulang lagi, Chelle?” tanya Ardi yang kini tepat berada di hadapannya.

“Gerbangnya aja ditutup, masa manjat,” ucap Michelle dengan sebal.

“Ck, ikut gue.”

Michelle pun mengikuti Ardi. Ardi melangkah menuju belakang sekolah, terdapat sebuah gerbang kecil yang menuju lapangan sekolah. Gerbang belakang tersebut jarang ditutup. MIchelle membuntuti Ardi yang mendahuluinya melewati gerbang itu dan tiba di dalam area sekolah.

“Michelle!” panggil seseorang dari belakang ketika Michelle sudah memasuki sekolah. Michelle tidak berani melirik ke belakang. Michelle masih mematung di tempat sementara Ardi terus melangkah lebih cepat. Keringat dingin membasahi tubuh Michelle.

***

“Rif, lo ngapain diem di pinggir gerbang gitu?” ucap Nadhif yang tiba-tiba menghampiri Rifqi yang sedang duduk.

“Nungguin si Farrel, kaga dateng-dateng dia. Padahal udah jam tujuh,” jawab Rifqi sambil melihat jam tangan hitamnya.

“Tumbenan banget dia belom dateng,” ucap Nadhif.

“Yaudah deh, gua ke kelas duluan yah, Rif,” pamit Nadhif langsung pergi meninggalkan Rifqi ke kelasnya.

Tak lama kemudian, Ardi masuk lewat gerbang tersebut. Rifqi berniat untuk mencegahnya, namun tidak jadi.

Hari ini dia tidak akan mencegat murid yang telat dan memberikannya hukuman.

Rifqi kaget, Michelle yang tiba-tiba masuk lewat gerbang tersebut. Baru kali ini dia melihat Michelle telat. Rifqi pun berniat mencegatnya.

“Michelle!” panggil Rifqi. Michelle langsung mematung di tempat. Rifqi pun menghampiri cewek itu dan berdiri tepat di hadapannya dengan muka yang dingin.

“Kenapa telat?” tanya Rifqi galak.

“Emm... a.. gu... gue telat bangun,” jawab Michelle terbata-bata tanpa mengangkat wajahnya. Jantungnya masih deg-degan, dia belum mengetahui bahwa yang kini berada di hadapannya adalah Rifqi.

“Lo tahu kan kalo orang ngelanggar aturan harus dihukum?” tanya Rifqi lagi.

“Iya.”

“Gue bakal hukum lo,” ucap Rifqi to the point. Michelle tidak merespons apa-apa, menunggu orang yang berada di hadapannya melanjutkan kalimatnya.

“Hukumannya lo jadi pacar gue,” lanjut Rifqi.

Michelle kaget, dia mengangkat wajahnya, ternyata itu Rifqi. Rifqi tersenyum tipis melihat ekspresi Michelle. Mana mungkin Michelle mau menjadi pacarnya, ini adalah hukuman terkonyol yang pernah Michelle dapatkan.

“Maksudnya?” tanya Michelle memastikan.

“Aduh, lo bego atau pura-pura bego sih? Jangan-jangan lo gak pernah pacaran lagi? Nggak pa-pa sih jadi gue bakal jadi cinta pertama lo.” Rifqi menyisir jambulnya menggunakan jari jemarinya.

“Gue gak akan ngelakuin hukuman konyol lo!” ucap Michelle lalu pergi dari hadapan Rifqi.

“Hukuman itu harus dilakuin!” ucap Rifqi yang masih terdengar oleh Michelle. Namun Michelle terus melangkah pura-pura tidak mendengar ucapan Rifqi. Rifqi masih diam di tempat tertawa kecil karena kekonyolannya.

***

“Chelle, muka lo kok merah pagi-pagi?” tanya Rara kepada Michelle yang baru saja masuk ke dalam kelas.

“Hah? merah?” tanya Michelle tidak mengerti. Kini Michelle sudah duduk di samping Rara.

“Iya, pipi lo merah, aciee ditembak sama gebetan lo?” tanya Rara mulai penasaran.

“Ngarang aja lo! Gue abis lari tadi ke sini,” jawab Michelle berbohong, yang menyebabkan pipinya memerah bukan itu. Percakapan mereka pun terpotong karena gurunya sudah masuk ke dalam kelas.

***

“Michelle, tolong yah simpenin berkas ini ke meja Bapak di ruang guru.” Pak Jaya meminta tolong kepada Michelle ketika pelajaran Pak Jaya selesai. Michelle melihat tumpukan berkas yang Pak Jaya berikan kepada Michelle.

“Raa! Bantuin!” pinta Michelle kepada Rara. Rara pun membantu Michelle untuk menaruh berkas tersebut.

Ruang guru terletak di sebelah koridor kelas IPS. Untuk pergi ke sana Michelle harus melewati koridor kelas IPS terlebih dahulu.
Di tengah jalan, Michelle melihat Rifqi di depan pintu kelasnya, terkunci karena teman-teman perempuannya menahan pintu itu.

“Tok tok tok.” Rifqi bersuara seperti ketukan pintu.

“Siapa?” tanya seorang teman ceweknya.

“Maudy.”

“Maudy siapa yah?” tanya temannya lagi.

“Maudy bawa ke mana hubungan kita.” Rifqi menyanyikan sekalimat lagu.

“Huu receh!” ejek teman sekelasnya. Pintunya masih ditutup, tidak membiarkan Rifqi masuk.

“Gak apa-apa yang penting bikin baper,” ucap Rifqi.

Ternyata dia memang suka genit ke cewek, batin Michelle.

Michelle masih mematung di tempat melihat kejadian tersebut. Rara yang sudah berjalan di depannya pun berhenti melangkah menyadari Michelle tidak berada di sampingnya. Dia melirik ke belakang, melihat Michelle yang masih mematung manatap Rifqi.

“Michelle, lo ngapain di sana?” tanya Rara agak kencang, membuat semua mata tertuju pada mereka, termasuk Rifqi. Michelle langsung berlari kecil, pipinya memerah karena malubaru saja ke-gep sedang memperhatikan Rifqi oleh temannya sendiri.

“Lo suka Rifqi?” tanya Rara ketika mereka sudah berjalan berdampingan menuju ruang guru.

“Enggak!” jawab Michelle singkat padat dan jelas.

“Kalo gak ada perasaan biasa aja atuh,” ucap Rara setelah melihat reaksi Michelle. Michelle terdiam tidak merespons apa-apa.

***

Michelle langsung berlari kecil menghampiri temannya. Pipinya memerah. Kadang di mata Rifqi, kelakuan Michelle lucu. Rifqi tidak sadar bahwa senyumnya mengembang melihat Michelle yang baru saja lewat.

“Kesambet apa lu, Rif? Senyum-senyum sendiri gitu?” tanya Farrel membuyarkan pandangannya. Rifqi tidak merespons apa-apa. Farrel pun mengikuti arah pandangnya Rifqi.

“Lo suka Michelle?” tanya Farrel kepada Rifqi. Kini dia tidak lagi memperhatikan Michelle.

“Dia unik, cewek terunik yang gue pernah temuin,” jawab Rifqi dengan tersenyum tipis.

“Lo bakal jadiin dia target?” tanya Farrel lagi. Rifqi menggeleng.

“Gue gak bakal sia-siain dia. Kalo gue sia-siain, belum tentu nanti gue ketemu cewek kayak dia lagi, bisa jadi dia satu-satunya perempuan yang seunik itu,” ucap Rifqi bijak.

Lo unik, lo berharga, gue bakal jagain lo dan memiliki lo seutuhnya, batin Rifqi. 

IPA & IPS (TERBIT & SUDAH DISERIESKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang