[9] Is This The End?

3.5K 323 52
                                    

"Kita putus!" Melody segera keluar dari tempat yang penuh dengan bau alkohol itu. Meninggalkan Lidya yang mematung sambil memegangi pipinya yang panas karena tamparan Melody.

Setelah sadar dari kerterkejutannya, Lidya segera berlari untuk mengejar Melody. Ia mencari disekitar klub.

Matanya kemudian menangkap sosok mungil kesayangannya. Ia segera menghampiri Melody yang hendak masuk ke dalam taksi.

"Mel, tunggu! Ini gak seperti yang kamu pikirkan. Kejadian tadi bener-bener di luar kuasa aku. Aku ga tahu kalau Sha-"

"Cukup Lid! Cukup! Jangan sebut nama itu lagi. Aku mau pulang, AWAS!" Melody menghempaskan tangan Lidya yang menahannya.

"Tapi-"

Belum selesai Lidya memberikan penjelasan, Melody masuk begitu saja ke dalam taksi.

Lidya mengejar mobil berwarna biru yang mulai menjauh. Berharap Melody berbalik dan ia bisa menjelaskan semuanya. Tapi sayang mobil itu semakin menjauh, meninggalkan dirinya yang terengah-engah kelelahan.

Lidya mengacak-ngacak rambutnya frustasi. "AAARGGGGGG!"

***

Melody bangun dari tidur tak nyenyaknya. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali, merenggangkan tubuhnya lalu bangkit dari tempat tidurnya.

Ia tersenyum kecut. Keadaan kamarnya sungguh berantakan, sama seperti keadaan hatinya saat ini. Kejadian kemarin malam sungguh menghadirkan kesakitan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Flashback

Melody diam mematung. Tangannya mengepal sempurna. Rongga pernapasannya penuh, seolah tak mengijinkan dirinya untuk bernapas. Nyeri yang menghujam hatinya begitu kentara ia rasakan. Seperti ada ribuan jarum yang menusuk ke dalam jantungnya.

Di hadapannya, Lidya sedang berciuman dengan Shani.

Habis sudah. Semua kepercayaan yang selama ini ia berikan hilang begitu saja. Matanya mulai memerah. Emosi, kecewa, dan rasa sakit bercampur aduk memenuhi pikiran dan hatinya.

Tak mau terlalu lama menyaksikan adegan terkutuk itu, Melody melangkahkan kakinya dengan cepat. Menarik tangan Lidya agar terlepas dari aksinya bersama Shani.

Plak!

Tanpa aba-aba ia mendaratkan bukti kekecewaannya pada pipi Lidya.

"Melody?" Lidya nampak terkejut.

"Kita putus!" Dua kata itu akhirnya keluar dari bibirnya. Dengan emosi yang semakin memuncak Melody lalu meninggalkan Lidya yang masih mematung ditempatnya.

***

Sesak yang semakin Melody rasakan akhirnya tercurah lewat air matanya. Melody menangis sambil tertunduk. Kedua tangannya mengepal menahan segala rasa sakit itu. Isakannya semakin terdengar. Sopir taksi yang kaget mencoba bertanya dan meliriknya lewat kaca tengah.

Melody tak menjawab.

Ia tak punya kekuatan untuk menjawab bahkan mencerna apa yang sopir taksi itu katakan.

Ia terus saja menangis.

Menangisi hatinya yang perlahan mulai retak.

***

One Year LaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang