[12] Satu Hal

3.1K 319 37
                                    

Dress putih selutut tanpa lengan membalut tubuh mungil Melody. Rambut hitam panjangnya ia biarkan tergerai membuat angin laut begitu mudah memainkannya. Jejak kakinya pun tercetak membentuk garis tak lurus di atas hamparan pasir putih.

Pohon-pohon kelapa yang menari saat diterpa angin. Deburan ombak yang saling bersahutan. Serta langit biru yang begitu cantik di atas sana. Semua itu adalah beberapa hal yang membuat Melody begitu menyukai suasana pantai. Tenang dan damai, perasaan itu senantiasa hadir bahkan saat ia baru menginjakkan kakinya di sana.

Melody terus melangkah. Kaki mungilnya menuntunnya untuk terus berjalan sampai ujung. Ia seperti tak lelah sedikit pun. Padahal ia sudah berjalan hampir satu jam lamanya.

Air laut menyapa kakinya kala ia melangkah lebih dekat ke arah bibir pantai. Melody tersenyum. Sudah lama rasanya ia tak melepas penat seperti ini.

Tak seberapa jauh dari tempatnya, Melody melihat dua orang anak kecil yang sedang bermain pasir. Satu gadis kecil yang rambutnya dikepang dua, dan satu lagi anak laki-laki memakai kaos spiderman berwarna merah. Mereka terlihat asik membuat istana pasir sambil sesekali bercanda satu sama lain. Tawa keduanya terlihat begitu lucu di matanya.

Untuk beberapa saat, Melody tertegun melihat senyuman anak laki-laki itu.

Senyuman itu, senyuman anak laki-laki itu mengingatkannya pada seseorang. Seseorang yang selalu membuatnya nyaman. Seseorang yang tak pernah hilang dari pikiran dan hatinya, meski Melody berusaha keras untuk membenci orang itu. Seseorang yang sampai saat ini masih sangat ia cintai. Seseorang yang diam-diam masih ia rindukan...

Lidya.

Senyuman dan gelak tawa anak laki-laki itu sangat mirip dengan Lidya. Mata sipitnya dan senyuman khas itu. Dua hal tersebut begitu mirip dengan Lidya.

Melody terdiam. Ia memandangi anak laki-laki itu dengan intens.

Pikirannya berputar seperti rangkaian film di bioskop. Memutar sebuah kenangan saat mereka baru saja menjalin kasih. Kenangan saat kencan pertama yang tak akan pernah ia lupakan.

"Ya, jalan sedikit lagi. Pelan-pelan, Mel." Lidya mengarahkan Melody yang matanya ia tutup dengan kain. Mereka sedang berada di bagian teratas gedung LK Entertainment atau rooftop. Lidya sudah menyiapkan sesuatu untuk Melody di kencan pertama mereka hari ini.

Melody hanya menuruti ucapan Lidya. "Kok lama banget sih, kapan nyampenya?"

"Iya, dikit lagi kok."

Mereka terus berjalan hingga akhirnya Lidya berseru, "Ok stop! Kita sampai. Ready?"

Melody mengangguk.

"Satu... dua... tiga... tara!" seru Lidya setelah membuka penutup mata Melody.

"Wah!" satu kata kekaguman itu meluncur dari bibir Melody. Ia tak menyangka Lidya akan menyiapkan semua ini untuknya.

Sebuah kursi ayunan rotan berbentuk seperti apel dengan lubang pada bagian depannya tersaji di hadapannya. Terlihat bantal-bantal kecil berwarna merah marun dan juga selimut tertata rapi di bagian dalam. Beberapa lampu-lampu kecil berwarna warni juga menghiasi kursi rotan tersebut.

Pekerjaan Melody yang banyak dan jadwalnya yang padat membuat mereka tak bisa menikmati indahnya awal-awal pacaran layaknya pasangan kebanyakan. Oleh sebab itu, Lidya sengaja menyiapkan itu semua agar mereka bisa menikmati waktu berdua walau hanya dengan ditemani kerlap kerlip bintang.

One Year LaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang