[13] Kembali?

3.1K 362 38
                                    

"APA?" Lidya melirik ke arah produser lalu meminta maaf karena teriakannya tadi.

Lidya memelankan suaranya, "lo serius Je?" Ia sedang berada di sambungan telepon dengan Jeje.

"Oke gue ke kantor sekarang."

Tiit

Lidya kemudian menghampiri produser tadi. "Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, Mr. Lee. Saya tidak bisa melanjutkan rapat ini, ada hal yang sangat penting yang harus saya urus. Kalau begitu saya permisi."

Setelah membungkukkan badannya, Lidya keluar begitu saja dari ruangan Mr. Lee tanpa memberikan kesempatan yang bersangkutan untuk berbicara. Ia segera berlari menuju parkiran.

Setelah mendapatkan telepon bahwa Melody telah kembali, Lidya seperti kehilangan akalnya. Ia tak perduli jika Mr. Lee akan membatalkan kontrak karena ketidaksopanannya tadi. Yang ada dipikirannya saat ini hanyalah bertemu dengan Melody secepat mungkin.

Lidya melajukan mobilnya seperti orang kesetanan. Salip sana sini tanpa perduli dengan peraturan. Bahkan ia tak menghiraukan lampu lalu lintas yang akan berganti ke merah. Ia malah mempercepat laju kendaraannya. Untung saja tidak macet, kalau itu terjadi bisa-bisa semua mobil yang ada di jalanan akan ia tabrak.

Sesampainya di kantor, Lidya kembali berlari. Beberapa pegawai yang memanggilnya tak ia hiraukan. Lidya terus saja berlari.

"Ayolah... please... cepetan...," gerutunya setelah sampai di depan lift. Lidya terus menekan-nekan tombol lift karena tak kunjung berhenti di tempat ia berdiri sekarang.

"Ayolah... please..."

Ting

Akhirnya lift terbuka. Lidya segera masuk tanpa memperdulikan beberapa orang yang ingin keluar dari lift itu.

"Duh... kok lama banget nyampenya. Perasaan biasanya cepet banget." Lidya kembali menggerutu. Memang, perjalanan menuju lantai tujuh begitu lama ia rasakan saat ini.

Ting

Dan lagi-lagi, Lidya berlari setelah sampai di lantai yang dituju. Napasnya memburu. Shania yang melihatnya dan berteriak memanggilnya tak Lidya hiraukan. Pikirannya saat ini hanya tertuju pada ruangan Melody.

Brak!

Ia membuka pintu ruangan Melody dengan kasar.

Kosong.

Tak ada siapa-siapa di dalam sana.

Lidya tak menemukan sosok Melody di ruangan itu.

Seketika tubuh Lidya terkulai lemah ke lantai. Ia lelah. Bukan hanya tubuhnya karena terus berlari, tapi juga hatinya. Mungkin lebih tepatnya ia kecewa. Kecewa karena tak bisa bertemu dengan orang yang begitu ia rindukan.

Lidya segera menoleh ketika Shania menepuk pundaknya. Shania kemudian membantunya untuk berdiri.

"Teteh lagi ke ruangan tim produksi, bentar lagi juga balik. Salah sendiri tadi aku panggil gak nyaut, malah langsung kabur gitu aja," ucap Shania pura-pura kesal.

Lidya menunjukkan cengiran bodohnya. "Hehehe maaf ya? Lagi gak fokus, udah pengen cepet-cepet ke sini aja."

"Iya... aku tahu kok. Ya udah, aku mau balik kerja dulu, Kak Lidya duduk aja sambil nunggu."

Lidya mengangguk. Shania kemudian meninggalkannya di ruangan Melody sendirian.

Lidya tak bisa diam, ia terus saja mondar-mandir sambil menggigit kukunya. Perasaannya begitu campur aduk saat ini. Rindu, cemas, gugup semuanya bercampur menjadi satu. Ia tak tahu apa yang akan ia lakukan ketika akhirnya bisa bertemu dengan Melody. Memeluknya? Menciumnya? atau berlutut di hadapannya?

One Year LaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang