[15] Waiting for You

3.5K 377 61
                                    

Mobil Lidya telah berhenti di depan LK Entertainment. Melody yang duduk di sebelahnya segera bersiap untuk turun.

"Mel..." panggil Lidya.

"Kenapa?" ucap Melody tanpa melihat ke arah Lidya.

"Nanti siang kita makan bareng yuk?"

"Gak bisa, aku ada meeting di luar sekalian mau makan siang sama client."

"Hmnn gitu ya... Kalau gitu nanti malem aku anter pulang, gimana?"

Melody membuka pintu mobil. "Gak usah, aku bisa pulang sendiri."

"Ta-"

Brak!

Pintu telah ditutup. Lidya hanya bisa menghela napasnya, memandangi sosok Melody yang perlahan mulai menjauh dari pandangannya.

***

Lidya memasuki ruangan tim kreatif dengan wajah kusutnya. Sudah dipastikan penolakan yang ia dapatkan dari Melody adalah penyebabnya. Jeje yang melihat wajah Lidya seperti itu langsung menegurnya.

"Ah elah, pagi-pagi udah kusut aja tuh muka. Lupa disetrika apa gimana?"

Lidya tak menghiraukan ataupun berniat untuk membalas ucapan Jeje. Ia langsung menuju mejanya dan duduk tanpa menoleh sedikit pun ke arah Jeje.

"Ck! Mulai lagi nih semedinya." Jeje yang sebenarnya sangat paham dengan tingkah Lidya itu akhirnya diam. Akhir-akhir ini candaan atau ucapannya tak mendapatkan jawaban dari Lidya seperti biasanya. Yang ia dapat hanya balasan singkat atau kebisuan Lidya seperti tadi.

Dan ruangan tim kreatif pun berakhir menjadi sunyi. Hanya ada suara keyboard yang saling bersahutan dari jari-jemari para penghuni di dalamnya.

Beberapa hari kemudian.

"Jadi gitu teh, gimana?" ucap seorang laki-laki di depan Melody.

"Boleh-boleh aku setuju, tapi harus diomongin sama staff aku dulu ya? Konsep dan lagu yang cocok mau kayak gimana."

"Beres kalau itu, tinggal diatur aja waktunya."

Saat ini Melody sedang makan siang dengan seorang produser yang ternyata adalah adik kelasnya saat SMA dulu.

"Aku beneran gak tahu loh, orang yang dimaksud Sakti itu ternyata kamu. Aku kira orang lain," ucap Melody disela-sela mengunyah makanannya.

"Hahaha emang kenapa? Aku gak cocok jadi produser ya?" Sakti tertawa mendengar pengakuan Melody, karena memang waktu SMA dulu ia terkenal sebagai murid yang tidak teladan di sekolah mereka.

"Hahaha bisa dibilang begitu. Kamu kan biang onar di sekolah terus sering peringkat terakhir pula. Eh sekarang malah udah sukses kayak gini, salut salut." Melody mengacungkan jempolnya pertanda kagum.

"Iya juga ya hahaha namanya juga masih kecil kan gak tahu mana yang bener mana yang salah. Ke sekolah cuma buat absen doang. Masalah pelajaran sama nilai itu urusan belakangan. Tapi sejak lulus dan kuliah aku mulai mikirin masa depan sih makanya bisa sampai di titik ini," ucap Sakti diakhiri dengan sebuah cengiran dari bibirnya.

One Year LaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang