[25] Kudos

2.6K 263 46
                                    

Lidya membuka matanya perlahan. Badannya langsung terasa remuk saat ia merenggangkan tubuhnya. Menjadi teman bermain dua bocah yang sangat aktif itu sangat menguras tenaga. Baru ingin istirahat sudah merengek minta bermain. Ingin rebahan sebentar sudah ada salah satu yang menangis. Benar-benar melelahkan.

Lidya lalu menyibakkan selimut, dengan mata yang masih mengantuk, ia pun pergi ke kamar mandi. Sampai di depan wastafel...

"KYLA! ZARA!"

Teriakan seketika menggema. Yang dipanggil namanya malah cekikikan di luar kamar sambil berlari ke arah dapur.

Lidya langsung keluar dari kamar mandi dengan langkah tergesa. Ia langsung menargetkan dua bocah kecil yang jahil itu.

"Aduh, Lid. Ada apa sih? Pagi-pagi ud- hahahha" Melody malah tertawa sebelum menyelesaikan kalimatnya. Ia tak kuasa melihat wajah Lidya.

"Kamu ngapain mukanya digituin? Mau jadi badut, emn?" Melody mencubit pipi Lidya gemas.

"Ngerebus bocah pagi-pagi dosa nggak sih, Mel? Aku tiba-tiba pengen makan orang."

"Hahaha ya ampun. Gitu aja marah."

"Lagian! Orang baru bangun udah dibikin shock setengah mati. Kaca di kamar mandi hampir aku pukul tahu!"

"Mereka itu cuma anak kecil, Lid. Biarin aja lah berkreasi."

"Berkreasi dari Hongkong! Berkreasi sih berkreasi, tapi jangan muka aku juga dijadiin bahan percobaan. Lihat nih, jadi cemong begini!"

"Iya iya, udah jangan marah. Sini aku hapusin," Tanpa persetujuan Lidya, Melody sudah lebih dulu mendorong tubuh bongsor itu untuk kembali ke kamar mereka.

"Tapi ini pake spidol permanen, Mel."

"Iya-iya, ke kamar mandi aja dulu."

"Ah! Mereka dapet spidol dari mana sih?"

"Udah ih, jangan ngedumel mulu."

***

Suasana sarapan sedikit mencekam di ruang makan. Lidya sejak tadi terus saja memandangi Zara dan Kyla yang sibuk dengan makanan mereka.

Seolah tak merasa bersalah, dua bocah itu sibuk mengunyah makanan mereka seperti biasanya.

"Enak ya makanannya?" Tanya Lidya dengan wajah seramnya.

"Dek, tadi ada yang ngomong ya?" Ucap Kyla sambil menoleh ke arah Zara.

Zara yang mulutnya masih penuh dengan makanan langsung menunjuk ke arah Lidya.

Kyla pun mengikuti ke mana arah tangan Zara.
"Siapa? Kok nggak ada siapa-siapa?"

"Wah, ngajak perang nih bocah. Dia kira gue hantu apa."

"Oh gitu. Ok sip. Berarti hari ini nggak ada main perang-perangan, ya," ucap Lidya sambil bersedekap. Bibirnya tersenyum miring seiring melihat raut wajah Kyla yang berubah.

"Yah! Aunty Lidy curang! Nggak boleh gitu dong!"

"Siapa yang bilang nggak boleh, wlek!" Lidya menjulurkan lidahnya menggoda Kyla.

"Nggak bisa! Main perang-perangan harga mati!"

"Nggak mau, wlek!"

"Udah-udah. Lidya, ngalah dong sama Kyla. Dia itu kan anak kecil."

"Tuh kan. Ujung-ujungnya aku juga yang tersakiti sendiri. Hati adek sedih, bwang." Ekspresi wajah Lidya berubah sedih.

Melody malah geleng-geleng kepala melihatnya. Di saat seperti ini, ia seolah menjadi ibu dari tiga orang anak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One Year LaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang