Dinda berlari melewati koridor sekolah dengan air mata yg terus jatuh di pipinya. Hidupnya memang benar-benar rumit dan sudah tak dapat dimengerti lagi."Sudah cukup, Rizky! Aku sedang ingin sendiri."
Rizky mengambil lengan dinda kasar kemudian menariknya ke suatu tempat yg jauh dr kebisingan. Rizky melepaskan tangan dinda ketika sudah sampai di halaman belakang sekolah.
"Din," panggilnya.
Dinda menatap bola mata rizky dengan perasaan kecewa dan cemas secara bersamaan.
"Aku ingin menjelaskan semuanya."
"Sudah cukup, Rizky!"
Rizky memegang pipi dinda lembut."Tapi ada yg harus kamu tau."
Dinda menepis lengan Rizky kasar. "Aku bilang cukup!" Dinda memutarbalikkan tumitnya, tetapi Rizky malah mendekapnya dalam pelukan hangatnya yg selama ini dinda rindukan.
"Dinda," bisiknya,
"Aku mencintaimu."
PLAK!
Seseorang menghantam Rizky hingga Ia tersungkur ke tanah."Don't you dare to steal my girl!"
Dinda menoleh ke arah sumber suara itu dan melihat Billy sedang mengepalkan tangannya dengan penuh rasa amarah.
Dinda benar-benar ketakutan ketika melihat Billy menghampiri Rizky dan meninjunya hingga darah segar keluar dari hidung dan bibirnya.
"Cukup, Billy!"
Dinda memeluk Billy agar Ia menghentikan aksinya. "Cukup."
Dinda bisa mendengar detak jantung Billy yg berdegup sangat kencang. Ia menoleh ke arah Rizky dan di saat itu pula ia mulai terisak dengan sekian rasa penyesalan.
Dinda menghampiri Rizky dan jatuh tepat disampingnya. "Rizky, bangun"
***
Dinda diam membisu di depan ruang Unit Gawat Darurat. Perasaannya benar-benar tak bisa digambarkan oleh apa-apa lagi.
Semuanya benar-benar membingungkan.
Ia tak tau apa sebenarnya yg sedang terjadi.Apakah Rizky membohongiku?
Atau Billylah dalang di balik semua permainan ini?"AKU BENAR-BENAR TIDAK TAU APA YANG SEDANG TERJADI!
Mengapa?
Mengapa harus aku yg menjadi korban?
Mengapa mereka mengincarku?""Dinda."
Dinda melirik Billy sinis seakan-akan sedang kesetanan. Sungguh ia membenci semua ini."Apa jadinya jika semuanya berakhir miris tidak seperti yg ada di dongeng-dongeng? Mengapa-hidupku-harus-sekeruh-air-sungai? Mengapa tidak semanis dan sejernih madu?" batin dinda.
"Dinda, aku sedang berbicara padamu."
"Apa maksudmu?
Kamu telah membuatku hancur.
Kamu benar-benar mengacaukan diriku.
Jika kalian memang ingin bersaing mengapa harus melibatkanku dalam seluruh amarah kalian?
Apa salahku hingga kalian bersikap seperti itu?" batin dinda lagi."DINDA!!"
Dinda pun terbangun dr lamunannya dan melihat Billy sedang berdiri di hadapannya dgn perasaan yg kesal."Apa?" tanya dinda.
Billy duduk di samping Dinda dan menatapnya masam. "Kamu lagi apa sih?"
Dinda terkekeh pahit. "Menurutmu?"
Billy membuang wajahnya dr pandangan Dinda. "Rizky?"
Bodoh. Segampang itu kah kamu menjawabnya? Tanpa rasa penyesalan sedikit pun? batin dinda.
Dinda hanya bisa terdiam sambil terus menoleh ke arah pintu ruang gawat darurat. Seorang lelaki muda berseragam dokter keluar dr pintu unit gawat darurat dan berdiri di ambang pintu sambil memijat punggung hidungnya.
"Nn. Dinda, harap ikut ke ruangan saya" ucap dokter tsb sambil melangkah menuju ruangannya.
Dinda segera beranjak dari tempat duduknya dan membuntuti dokter tsb."Silahkan duduk."
Dinda mengangguk dan tersenyum.
"Ada keperluan apa ya, Dok?""Kita mulai saja."
Dokter tsb berdeham dan menatap dinda."Mohon maaf sebelumnya, tapi apakah teman anda sebelumnya memiliki sebuah riwayat penyakit?"
Dinda terdiam kemudian menggeleng. "Maaf, saya tidak terlalu tau menahu tentang riwayat hidupnya."
"Hmm, begini. Teman anda mengalami pendarahan dlm yg membuat kesempatan hidupnya menurun." Ia memijat punggung hidungnya kemudian berkata,
"Apakah anda sudah menghubungi orangtuanya?"
Dinda menepuk dahinya kemudian tersenyum malu dan menggeleng. "Memangnya separah apa hingga saya harus menghubungi orangtuanya?"
Dokter tersebut terdiam kaku. Mencoba mencari jawaban untuk menjawab pertanyaan dinda. Matanya yg teduh mencoba menenangkannya. "Ia kritis."
-bersambung-