Part 12 (ending)

338 13 0
                                        


"Cukup! Menjauhlah dariku!"
Dinda mendorong lelaki itu cukup keras hingga Ia tersungkur dan menatapnya dengan tatapan memelas yang sinis.

"Dinda.. Hshh.. Jangan berbuat seperti itu."

Dinda menggeleng dan menjauhi lelaki itu. Sebuah permukaan tajam dan dingin menempel pada kulitnya. Tangannya bergemetar hebat dan keringat dingin mulai bercucuran dari pelipis dinda Lelaki itu terus menggerakan mulutnya yang seakan-akan melarang dinda untuk berbuat yang tidak seharusnya ia lakukan.

Ya, dinda menyakiti dirinya sendiri.
Seorang Dinda mencoba melakukan sebuah percobaan bunuh diri.
Bukan, maksudnya ia benar-benar ingin bunuh diri.

"Seharusnya kisah ini berakhir bahagia, Billy! Seharusnya tidak seperti ini. Mengapa tiba-tiba kamu muncul di dalam kehidupanku, Billy? Mengapa?!"

Billy mendekati dinda dan memegang tangannya lembut, namun apa daya dinda malah menepisnya kasar.

"Perasaan ini sudah tak dapat dipermainkan lagi. Aku benar-benar ingin membongkar semua kebohongan ini. Aku benar-benar bodoh. Aku bodoh."

"Dinda, jangan menangis," bisik Billy.

Pandangan dinda buram dan tak dapat melihat wajahnya jelas. Billy seperti sedang menyeringai jahat kepadanya
.
"Apa maksudmu datang ke kehidupanku, Billy ?" Suara dinda benar-benar parau. Pikirannya kacau. Hanya kalimat itu yang bisa ia ucapkan dari mulutnya saat ini.

"Aku hanya ingin kita berteman, Dinda Percayalah."

"Berteman? Teman macam apa yang senang menyakiti perasaan temannya sendiri?" tanya dinda sambil terkekeh pelan. "Kamu pikir aku bodoh?"

Dengan kasar Billy menampar pipi dinda keras tanpa belas kasihan. Dinda menatap matanya yang penuh kebingungan dan amarah. Billy terjatuh di depan dinda sambil menyerengitkan dahinya.

"Mengapa, Dinda ?" ucap billy terhenti sejenak ketika Ia tersedak oleh amarahnya sendiri. "Mengapa kamu sangat membenciku?"

Dinda terdiam dan mulai menitikkan air mata.
"Karena.. Karena aku tak bisa, billy . Aku tak bisa."

Billy mendekatkan tubuhnya agar bisa mendekap dinda dalam kehangatan hatinya. Kemudian Ia berbisik,
"Aku mengerti perasaanmu. Maafkan aku karena aku telah menguntitmu selama ini."

Menguntit?
[] [] []

"Nn, Tn. Rizky sudah siuman. Sekarang anda sudah bisa menjenguknya."

Dinda segera bangkit dari tempat dudukku dan menghampiri ambang pintu. Ia lihat sesosok yang selama ini telah menghiasi hari-harinya sedang tersenyum menatapnya dengan mata teduhnya yang penuh kehangatan.

"Hai," sapa Rizky.

Dinda tersenyum dan segera melangkah mendekatinya.

"Hai, Tn. Rizky." dinda mencium kening rizky dan memeluknya hangat.

"Bagaimana keadaanmu? Sudah baikan?"

"Udah kok, kalau kamu gimana kabarnya? Sehat?"

Dinda terkekeh.
"Sehat dong kan biar bisa ngejagain kamu."

Rizky tersenyum pucat dan mencoba untuk duduk. Sontak dinda langsung menahannya dan menyuruhnya untuk berbaring kembali.

"Kamu masih sangat lemah."

Rizky menggeleng.
"Aku tidak pernah lemah. Aku kuat."

"Rizky, percayalah. Kamu belum mampu untuk du-"

Rizky menggenggam tangan dinda dan tersenyum manis. "Ayolah, bantu aku."

"Baiklah." Dinda memegang punggung dan tangan rizky yang sedingin es. Dinda dapat melihat mata yang sedang menatapnya dengan seulas senyuman penuh kerinduan di bibirnya.

TERINDAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang