***
Dinda berbaring di atas tempat tidurnya.
"sebenarnya perasaan terpendam itu sangat menyakitkan"Dinda mengambil segelas susu putih hangat dr atas meja dan segera meneguk minuman sehat itu hingga habis tak tersisa. Hari ini ia sudah tdk bisa lagi menjaga Rizky karena tante Naura sudah kembali.
Dedaunan dari pohon rindang menghembuskan sebuah lambaian yg membuatnya ingin menatap. Angin sejuk menerpa mata dinda dan membuat matanya terasa berat dan ingin terpejam.
Dinda mengambil buku itu dan kembali lg membaca cerita menyedihkan itu.
Rasanya ia ingin berteriak dan terjun bebas dr puncak pegunungan himalaya dan mati sia2 karena memendam sesuatu yg harusnya tak ia pendam.
Tulisan tangan itu sudah tdk asing lg begitupula dgn pengirimnya."Dear, Dinda
Aku tersenyum sedih ketika membaca judul itu. Rasanya aku ingin mengakhiri hidupku agar terbebas dr semua ini.
Dinda. Mengapa kita tdk pernah bisa bersatu? Apakah kita memang tak ditakdirkan untuk bersama? Kadang aku berpikir bahwa Tuhan itu tidak adil. Ia membiarkan orang2 jahat memiliki jasmani yg sehat, tetapi bagaimana denganku? Lelaki dgn cinta yg bertepuk sebelah tangan ini diberikan sebuah penyakit ganas yg dikutuk oleh semua orang. Bukankah itu sangat menyedihkan?
Jika suatu saat nanti aku harus memilih antara Engkau dgn Tuhan, maka aku akan menjawab "Tuhan". Mengapa? Karena dgn adanya Tuhan di sisiku, Ia bisa mengabulkan permintaanku, yaitu agar aku bahagia ketika melihat kau bahagia.
Cinta tak akan pernah bisa berbohong.
Begitu pula dgn kasih sayang yg mengalir dgn deras.
Karena cinta tau kemana mereka akan pulang.
Ingat, Dinda.
Tuhan telah mengatur segalanya."***
Setelah membaca tulisan Rizky kemarin, ia baru sadar kalau tidak sebaiknya ia menutup-nutupi perasaannya sendiri. Bagaimana jadinya jika nanti ia akan menyesal di kemudian hari dan terjun dari gedung tinggi karena telah merindukan Rizky tanpa memiliki hatinya, tetapi bagaimana bisa dinda mencintai sahabatnya sendiri?
Itu gila.
Benar-benar gila.
Mereka sudah berteman lama dgn semua suka duka yg mereka alami, tetapi semuanya akan hilang begitu saja dgn sebuah tingkatan hubungan yg jauh lebih tinggi dari persahabatan? Apakah kalian pikir sahabat jadi pacar itu menyenangkan? Tidak!"Dinda?"
dinda menoleh ke arah belakang temat duduknya dan menemukan Billy sedang menatap wajahnya dgn cemas.
"Mm?"
"Kamu ini kenapa? Belakangan ini kamu terlihat sangat sedih dan gelisah, apakah semua ini karena kehadiranku?"
Oh, Billy. Ia sungguh begitu percaya diri.
"Kalau iya, memangnya kenapa? Kalau tidak, memangnya kenapa?"
Billy menghela napas panjang dan kembali menatap dinda. "Aku serius, dinda." Ia memegang tangan dinda dan mendekatkan bibirnya ke arah telinga dinda.
"Kamu sangat kehilangan Rizky bukan?"
"Aku juga serius, Billy!" dinda berteriak ke arahnya dan segera beranjak dari tempat duduknya. "Aku serius jika kamu berbicara seperti itu lagi, aku akan membunuhmu! Rizky masih hidup! Ia belum dan tdk akan pernah meninggal!"
dinda segera berlari menuju toilet perempuan dan berhenti didepan wastafel. Tdk ada tempat yg lebih baik untuk menangis daripada kamar kecil.
Dinda menatap pantulan wajahnya di cermin dan melihat air mata yg menetes semakin deras. Hatinya hancur ketika mendengar billy berbicara seperti itu.
"Aku tau bahwa Ia tdk sengaja berbicara seperti itu, tetapi tetap saja itu menghancurkan perasaanku." gumam dinda.
Dinda memutarkan keran dan membasuhkan wajahnya secara perlahan. Ia menunduk dan mencoba untuk mengatur emosi dan napasnya yg tersenggal-senggal. Ia menghapus air matanya dan kembali menatap pantulan dirinya di cermin.
"Rizky masih hidup. Ia tdk akan pernah bisa meninggalkanku."
***
"Hai, Rizky."Hari ini dinda memutuskan untuk menjenguk Rizky di rumah sakit. Melihat mata rizky dan tersenyum ketika menatap dinda sangatlah menggembirakan.
"Hai, dinda. Aku sangat merindukanmu."
dinda berjalan mendekati Rizky dan mengecup keningnya.
"Aku juga." dinda mengambil sebuah kursi kecil dan duduk di samping rizky.
"Kamu tau? Mungkin ini sudah saatnya aku mengutarakan perasaanku yg sebenarnya."
rizky berusaha bangkit dr posisi tidurnya, tetapi dinda menahannya untuk bergerak.
"Perasaan apa yg kamu maksud, dinda?""Kamu pasti sudah mengetahuinya, rizky." dinda terkekeh pelan dan mencoba menyembunyikan senyuman yg terlukis diwajahnya.
"Aku hanya ingin kamu tau bahwa aku juga mencintaimu."
Rizky langsung menatap dinda dgn tatapan keras, tetapi ia bisa melihat segelintir rasa sedih dibola matanya.
"Tapi aku tdk bisa, dinda." rizky membuang wajahnya dr tatapan dinda.
"Kamu pasti akan malu jika memiliki kekasih yg sakit keras."
dinda terkekeh dan mengusap tangan rizky. "Basi. Kamu tau kan kalau aku tdk punya malu? Aku akan membela dan mengejar apapun yg aku mau termasuk perasaanku padamu"
"Tapi aku tak bisa, dinda! Hidupku tak akan lama lagi" ucap rizky pelan dan menepis tangan dinda dan segera menatapnya sendu.
-bersambung-
