Jung-Kook sedang berjalan di sekitar dapur untuk mengambil jus yang di buatkan oleh ibunya tadi pagi. Ia berjalan dengan ringan mengenakan celana pendek dan kaus berwarna biru dengan motif garis-garis. Tangannya dengan ringan meraih segelas jus jeruk yang terletak di atas meja makan. Senyumnya mengembang kemudian menegak minuman itu.
Ting! Tong!
'Uhuk.' Jung-Kook tersedak.
"Astaga!. Siapa yang sepagi ini bertamu kerumah orang." Keluhnya sambil mengusap bibirnya dengan punggung tangan kemudian meletakkan gelas di tangannya ke tempat semula.
Jung-Kook berjalan ke pintu depan dengan langkah cepat. Kemudian memutar pegangan pintu.
Sejenak Jung-Kook terperangah menatap tamu yang datang dengan senyum lembut itu. Sedikit gelagapan, Jung-Kook pun mempersilahkan gadis yang mengenakan sweater berwarna mustard itu untuk masuk.
Dia Myung-Hee. Dengan senyum lembut yang Jung-Kook kenali. Senyum yang selalu di lihatnya di setiap foto yang di tunjukkan oleh Jin kepadanya. Senyum yang selalu di ceritakan oleh kakaknya. Kini ia bisa melihatnya secara langsung.
"Ibu sedang pergi ke supermarket. Silahkan menunggu." Katanya dengan sopan.Myung-hee berjalan mengekor Jung-Kook untuk menunggu di ruang bebas. Ia menghembaskan diri dan duduk di salah satu sisi sofa. Sementara Jung-Kook berdiri dengan tegak di seberang tanpa berkeinginan untuk duduk.
Ini bukan pertama kalinya ia mengunjungi rumah itu. Namun setelah hubungan mereka yang berjalan selama 2 tahun, untuk pertama kalinya ia bertemu dengan adik Jin. Jung-Kook.
"Maaf. Apakah kau? "
"Aku adiknya Jin Hyung, namaku Jung-Kook." Selanya."Ah ya, Jung-Kook. Maaf baru bisa menyapamu. Aku Myung-hee, Hong Myung-Hee.."
"Kau tunangan kakakku bukan?." Sela Jung-Kook sekali lagi.
Myung-Hee sedikit terkejut dengan sikap Jung-Kook yang suka menyela tapi ia berhasil menyembunyikan rasa keterkejutan itu dengan senyuman. Sikap Jung-Kook membuatnya merasa sedikit canggung.
"Ya. Aku tunangannya. Ini pertama kalinya kita bertemu. Kita akan menjadi keluarga, jadi kuharap kita bisa akrab." Kata Myung-Hee bersikap seperti biasanya.
Sejenak Myung-Hee mengamati wajah Jung-Kook dengan seksama. Jung-Kook sangat tampan. Dengan mata lebar dan gigi kelinci yang membuatnya semakin terlihat manis. Rambutnya yang setengah basah juga cara berpakaiannya yang sederhana. Myung-hee merasa pria dihadapannya itu tidak asing. Tapi ia kemudian tersadar bahwa itu hanya sebuah perasaan kecil yang tak berarti.
Jung-Kook berdiri terdiam tanpa ekspresi. "Kuharap juga seperti itu. Jin bilang kau gadis yang baik. Dan kalian sangat cocok."
"Benarkah?." Myung-Hee sekali lagi tersenyum. "Jin juga mengatakan bahwa kau adalah adik yang baik." Balasnya sedikit kaku.
Jung-Kook tidak memberikan tanggapan. Hanya berdiri diam dengan tangan kirinya yang dimasukkan ke dalam saku celana. Keduanya bertatapan cukup lama. Seperti terlempar jauh ke dalam pikiran mereka masing-masing.
"Myung-Hee, kau sudah tiba rupanya." Ibu baru tiba dan mencairkan kecanggungan diantara keduanya.
"Ya. Baru saja tiba." Balas Myung-Hee kemudian meletakkan tas yang ia bawa di atas sofa dan membantu ibu Jin membawa kantung belanjaannya.
Keduanya berjalan ke arah dapur dengan beberapa kantong belanjaan di tangan.
"Tidak perlu repot-repot. Bibi bisa membawanya sendiri." Kata ibu mengambil beberapa kantung yang ada di tangan Myung-Hee kemudian meletakknya di dekat lemarin pendingin.
"Bibi ini, aku akan menjadi menantumu bukan. Jadi jangan melarangku melakukannya." Myung-Hee melingkarkan tangannya di lengan ibu Jin.
Keduanya melempar senyum hangat kemudian duduk bersama di ruang makan. Sementara Jung-Kook yang mengeluarkan isi belanjaan ibunya dan menyimpannya di dalam lemari pendingin.
"Jin sudah berangkat ke kantor pagi-pagi sekali bersama ayahnya. Mungkin akan kembali sore hari. Mereka bilang pekerjaan mereka sangat banyak." Ujar ibu Jin.
Myung-Hee bisa memaklumi. Jin memang sangat sibuk dan terkadang lupa waktu jika menyangkut pekerjaan. Pernikahan mereka tinggal hitungan bulan dan mau tak mau, Myung-hee harus menyelesaikan persiapannya sendiri.
"Tidak masalah. Kita bisa pergi berdua bukan?. Kita bisa jalan-jalan dan nenghabiskan waktu bersama." Balas Myunghee dengan ceria. "Undangan pernikahan dan gedung yang belum di pesan. Setidaknya harus sudah beres sebelum upacara kelulusan Jin. Jadi aku akan mengurusnya sendiri."
Ibu tersenyum. "Maaf. Jin meninggalkanmu mengurusnya sendiri." Kata ibu dengan nada menyesal.
"Aku memahaminya, bibi. Jin sedang sibuk. Dan itu demi kebaikanku juga."
Jung-Kook sudah menyelesaikan kegiatannya. Ia masih berdiri mematung di dapur. Melihat dan mendengar percakapan antara ibu dan calon kakak iparnya. Seakan teringat dengan kehadiran Jung-Kook, ibu kemudian mendekatinya dan menariknya menemui Myung-Hee.
"Kalian sudah bertemu bukan?. Dia adalah adiknya Jin, dia putraku tersayang." Kata ibu dengan bangga sambil mengusap lengan atas Jung-Kook.
"Kami sudah berkenalan, bibi."
"Benarkah?. Wahhh bagus sekali. Hari ini lebih baik, Jung-Kook saja yang menemani kita. Bagaimana?."
"Ibu, aku..."
"Jangan menyela ibu. Kau lupa pesan kakakmu?. Kau harus menemani ibu hari ini dan menyingkirkan diri dari pianomu. Bagaimana?."
"Tapi bu, aku..."
"Ayolah. Jangan mencari alasan. Bagaimana bisa kau membiarkan dua gadis cantik berjalan sendirian?. Kau harus menjadi pelindung." Ujar ibu.
"Gadis cantik?."Jung-Kook mengangkat alisnya seolah tak percaya dengan apa yang baru di ucapkan sang ibu.
"Ya.. dua gadis cantik. Myung-Hee dan ibu. Bukankah ibu juga masih sangat cantik seperti gadis-gadis yang sering menemuimu?." Kata ibu sambil mengerling pada putranya.
Jung-Kook tak bisa menahan senyum gelinya. Ibunya memang sering kali bercanda seperti itu.
"Baiklah aku akan mengantar kalian." Katanya. "Tunggu. Aku akan mengganti pakaian
"*****
Jung-Kook menatap dirinya dari cermin. Haruskan ia melakukannya?. Apakah ia bisa bertahan di dekatnya?. Bisakah ia menyembunyikannya?.
Ahh tidak, gadis itu telah melupakannya. Lihatlah caranya tersenyun. Ia melupakan Jung-Kook dengan senyuman yang ia tunjukkan.
Tersenyum miris. Jung-Kook mengenakan jaket yang tergeletak di atas tempat tidurnya.
'Sudah 12 tahun berlalu. Dia sudah melupakanku. Bodoh. Bahkan aku mencarinya selama ini. Ia akan menikah dengan kakakku.'
Jung-Kook mengenakan sepatunya dengan cekatan.
'Seharusnya memang begitu. Lebih baik seperti ini. Ia tak perlu mengingatku dan hidup bahagia dengan kakak.'
Jung-Kook mengambil buku partitur yang tergeletak di atas meja lampu. Ia membukanya sejenak. Halaman terakhir.
"Aku akan menyelesaikannya tepat waktu." Gumamnya. Kemudian mengembalikan buku itu ke tempat semula setelah menutupnya.
"JUNG-KOOK CEPATLAH!!. HARI SUDAH SIANG. KAU MAU IBUMU INI PULANG SORE DAN TIDAK MEMASAK MAKAN MALAM, HUH!." Teriak ibu dari luar kamar Jung-Kook.
"Aku datang, ibu."
Continue...
Note : Semoga anda terhibur dengan cerita ini..

KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Melody [End]
Fiksi PenggemarCinta pertama sering kali tidak berakhir bahagia. Perasaan pada cinta pertama juga sering kali menghilang setelah bertemu dengan cinta yang baru. Tapi, Kenangan cinta pertama takkan hilang begitu saja. Ada kalanya kau akan mengenangnya bahkan mencar...