Musim semi tahun ini datang lebih cepat. Membiarkan sisa salju yang mengkristal perlahan meleleh karena hangatnya sinar mentari. Rumput yang tertutup salju, kini perlahan menampakkan warnanya yang kehijauan. Bunga-bunga aneka warna yang memenuhi taman, juga mulai bermekaran. Dan angin yang kemarin berhembus dingin, kini mulai berganti dengan angin musim semi yang sedikit lebih hangat.
Jika ada yang bertanya untuk apa Myung-Hee sendiri duduk di bangku panjang di tepian sungai seperti ini. Mungkin gadis itu akan berkata dengan tenang bahwa ia tengah mengenang masa lalunya di sana. Di taman yang dulu pernah ia kunjungi hampir setiap hari. Tempat yang begitu ia rindukan selama tinggal di Jepang. Tempat dimana ia menghabiskan masa kecilnya bersama kakak dan mendiang ibunya. Tempat dimana ia bisa bebas tertawa, berteriak, dan berlarian dengan gembira.
Taman itu tidak berubah sekalipun sepertinya memang mengalami cukup banyak perbaikan di beberapa bagian. Sekalipun sudah tak seperti dulu, namun sudut kenangan masa lalunya tetap sama. Jalan setapak berbatu, pohon maple besar di sepanjang jalan utama, juga danau buatan di tengah taman.
"Sedang mengenang masa kecilmu?." Tanya seorang wanita paruh baya yang menghempaskan tubuhnya perlahan dan duduk di samping Myung-Hee.
Gadis itu menatap sekilas wanita yang mengenakan jaket hitam kemudian tersenyum kecil.
"Sejujurnya iya. Aku sedang mengenang masa laluku di tempat ini. Akunya. Mendiang ibuku sangat menyukai tempat ini. Selain karena dekat dengan rumah kami, tempat ini juga mengingatkannya pada masa kecilnya di kampung halaman." Jelasnya.
Wanita itu mengangguk kemudian menatap lurus tepat ke tengah sungai. Ini pertama kali baginya menginjakkan kaki ke Korea. Tempat seperti ini terasa asing namun terasa nyaman pada saat yang bersamaan.
"Keputusan ayahmu untuk menikahiku dulu, apa itu membuatmu kecewa?." Tanya wanita itu berat.
Sudah lama ia ingin menanyakan hal ini tapi selalu tak ada waktu yang benar- benar tepat untuk menanyakah hal ini. Bahkan setelah 12 tahun lamanya mereka tinggal bersama. Ia baru bisa menanyakannya.
Myung-Hee terdiam sesaat. Jika mengingat masa itu, ia tak bisa menahan perasaannya. Saat dimana ibunya meninggalkan ia dan kakaknya yang saat itu masih kecil. Kemudian mereka yang harus pindah ke Jepang. Juga saat ayah memutuskan untuk menikah lagi dengan wanita yang kini tengah duduk di sampingnya. Semua berlalu dengan cepat seperti sebuah mimpi di malam hari.
"Sejujurnya aku sangat kecewa. Tapi, melihat selama ini kau sudah sangat baik pada kami yang bukan anak kandungmu. Aku merasa lebih lega. Ayah sangat nyaman saat bersamamu. Dan kau bukanlah orang yang menggantikan ibuku tapi seseorang yang melengkapi kami. Kau juga ibuku sekalipun bukan orang yang melahirkanku." Ujar Myung-Hee.
Wanita itu tersenyum kemudian menggenggam tangan gadis berusia 24 tahun itu. "Kau adalah putriku dan selamanya akan selalu menjadi putriku."
Keduanya saling berpelukan dalam kehangatan di hati mereka.
"Ibuku di surga mungkin telah mengirimmu untuk menjadi bagian dari kami. Terima kasih sudah menjaga kami selama ini." Kata Myung-Hee kemudian melepaskan pelukannya.
Wanita di sampingnya tersenyum haru kemudian mengusap wajah Myung-hee lembut.
"Ibu menyayangimu."
*****
Jin mengetuk-ketukkan jarinya di atas meja. Menimbukan bunyi yang sedikit mengganggu telinga. Gadis itu terlambat, bukan lima menit atau lima belas menit. Tapi satu jam lamanya. Pelayan café beberapa kali mendatanginya untuk menanyakan pesanan tapi Jin menolak dengan alasan sedang menunggu seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Melody [End]
أدب الهواةCinta pertama sering kali tidak berakhir bahagia. Perasaan pada cinta pertama juga sering kali menghilang setelah bertemu dengan cinta yang baru. Tapi, Kenangan cinta pertama takkan hilang begitu saja. Ada kalanya kau akan mengenangnya bahkan mencar...