Empat

2.2K 335 22
                                        

"Apa kau tidak keberatan menemaniku untuk memilih undangan?." Myung-Hee nampak canggung berjalan di samping Jung-Kook saat keduanya sedang menuju tempat percetakan undangan.

"Bukan masalah. Aku bisa melakukannya. Lagi pula ibu akan khawatir jika membiarkan calon menantunya sendirian." Jelasnya.

Myung-Hee tersenyum canggung kemudian berjalan mengekor Jung-Kook dan masuk ke sebuah tempat bergaya vintage di kawasan Gangnam.

"Selamat datang." Sapa seorang pria yang mengenakan blazer coklat tua. Pria itu menghampiri Jung-Kook dan menjabat tangannya dengan senyum lebar.

“Bagaimana kabarmu, Hyung~?." Jung-Kook nampak akrab dengan si pemilik percetakan. Ia tersenyum dengan hangat pada si pemilik.

"Tentu saja kabarku baik." Balas si pemilik toko. "Kau mau memesan undangan?. Apa kau akan menikah?. Aku bisa membuat desain khusus untukmu."

Jung-Kook tersenyum hambar. "Aku memang ingin memesan undangan. Bukan untukku tapi untuk pernikahan kakakku."

Si pemilik toko memandang Myung-Hee yang berdiri di samping Jung-Kook. "Dia calon istri kakakmu?." Tebaknya.

"Iya. Aku adalah calon kakak ipar Jung-Kook. Namaku Hong Myung-Hee." Myung-Hee membenarkan.

"Kalian sangat serasi bersama. Aku tak menyangkan rupanya dia adalah calon kakak iparmu. Balas si pemilik toko. Wajahnya nampak menunjukkan kekecewaan. "Karena kau akan menjadi bagian dari keluarga Jung-Kook, aku akan membuat desain special untukmu." Ujarnya dengan senyum hangatnya kembali.

Myung-Hee tersenyum dengan ceria kemudian mengikuti si pemilik toko menuju ke kantornya.

Kau akan mendapatkan yang terbaik. Pernikahanmu akan menjadi kenangan yang takkan pernah kau lupakan, Myung-hee ...

*****
Jin meregangkan dasi yang terasa sangat erat melingkar di lehernya. Ia merasa sangat lelah dengan pekerjaan yang tak ada habisanya hari ini. Bahkan ia sampai lupa menelfon calon istrinya. Pria itu merogoh bagian dalam jas yang ia kenakan kemudian mengambil ponsel yang ia simpan di sana.

Senyumnya mengembang manakala mengetahui bahwa Myung-Hee mengirimkan gambar undangan pernikahan yang ia pesan untuk pesta pernikahan mereka. Sebuah undangan berukuran sekitar 15 x 20 cm dengan warna perpaduan antara coral pink dan aqua blue yang sangat manis. Bahkan inisial nama mereka tercetak dengan tinta berwarna sapphire blue di bagian tengah. Terkesan sederhana sesuai dengan keinginan mereka berdua.

'Undangan ini di desain khusus untuk kita. Teman Jung-Kook yang memberikan ini pada kita. Nanti kau harus berterima kasih pada adikmu.' Tulis Myung-Hee di bawah gambar yang ia kirimkan.

"Kau melakukannya dengan baik, adikku. Terima kasih." Gumam Jin dengan senyum mengembang.

*****
Jung-Kook sudah selesai mengantarkan Myung-Hee untuk memesan undangan juga membeli beberapa kebutuhan dapur. Ia bahkan mengantarkan Myung-Hee pulang sebelum menjemput ibunya yang telah selesai melakukan perawatan di salon. Ia benar-benar bahagia hari itu.

Seakan teringat dengan sesuatu. Jung-Kook berjalan mendekati meja lampu di dekat tempat tidrunya kemudian meraih buku partiturnya dan membuka halaman terakhir. Ia duduk di meja belajar kemudian tangannya dengan ringan menggoreskan deretan not balok di atas kertas berwarna coklat muda itu. Bak sebuah karya seni. Deretan not balok itu terlihat sangat indah di mata Jung-Kook.

"Kau belum tidur?." Tanya Jin yang menyembulkan kepalanya dari pintu yang tak tertutup dengan sempurna.

Jung-Kook menatap kakaknya kemudian tersenyum lebar. "Hyung~. Masuklah. Aku belum mengantuk."

Jin mendekati adiknya kemudian berdiri di dekat meja belajar Jung-Kook. "Terima kasih sudah menemani Myung-Hee hari ini."

Mendadak Jung-Kook menghentikan pekerjaannya dan menutup buku itu perlahan. "Bukan apa-apa." Balasnya singkat.

"Apa kau menyesal?."

"Menyesal?. Untuk apa aku menyesal?."

"Jangan berbohong." Desak Jin. "Kau masih mencintainya bukan?. aku melihatnya dengan jelas di matamu. Binar mata yang tak pernah sekalipun kau tunjukkan pada orang lain."

Jung-Kook tersenyum miris. "Kau tahu betul apa  yang aku rasakan. Kau tahu betul semuanya. Dan kau juga menetahui alasan aku melakukan semua ini. Ini semua demi dia, demi kalian."

"Tapi kau terluka. Dan aku tak menyukai hal itu. Bagaimana aku bisa bahagia di atas luka adikku?."

"Aku tidak terluka, Hyung~. Aku baik-baik saja." Jung-Kook meyakinkan. "Bagiku seperti ini sudah cukup. Kalian adalah dua orang yang sangat berharga untukku. Aku ikut berbahagia dengan semua ini."

Jin diam tanpa berniat untuk memberikan tanggapan. Ia mengusap bahu Jung-Kook. "Aku selalu berharap untuk kebaikan dan kebahagiaanmu, adikku. Jadi tolong, jangan membuatmu tersiksa dengan semua ini."

Jung-Kook memegang tangan kakaknya kemudian menatapnya dengan penuh keyakinan. "Ini adalah hal terbaik untuknya. Untukmu dan juga untukku. Jadi aku tak merasa tersiksa atau menyesal. Jadi jangan khawatir."

Jin mengangguk kemudian tersenyum kecil. "Tidurlah. Hari sudah larut malam. Aku akan membiarkanmu beristirahat."

Jung-Kook menjawab dengan anggukan kecil dan senyum hangatnya. "Tidurlah dengan nyanyak, Hyung~. Dan jangan lupa untuk menelfonnya sebelum tidur."

"Aku selalu melakukannya. Seperti katamu."

Jin meninggalkan Jung-Kook. Sementara Jung-Kook hanya menatap punggung kakaknya hingga pria itu menutup pintu sambil memberikan seulas senyum padanya.

Jika aku menyesal. Maka semua sudah terlambat bukan?... Kalian akan segera menikah dan gadis itu terlihat sangat bahagia Haruskah aku menghancurkan kebahagiaan dari dua orang yang sangat kusayangi?... Jika aku melakukan sesuatu Bukankah seharusnya sejak dulu kulakukan?... Aku hanya akan membuatnya semakin rumit nanti.. Jadi biarkan aku sendiri yang terluka.. Jangan kalian...

Continue

Note : Semoga anda menikmati cerita ini

The Lost Melody [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang