Delapan

2K 337 7
                                        

Denting piano mengalun lembut mengisi ruang kosong itu. Melodinya terdengar begitu merdu. Memabukkan dan membiusmu secara perlahan. Jari jemarinya manari dengan begitu apik di atas tuts piano yang berbaris dengan rapi. Ia menikmatinya. Menikmati setiap denting halus piano yang ia mainkan.

"Jung-Kook." Panggil Myung-Hee dengan lembut. "Apa aku menganggumu?."

Ia berhenti memainkan pianonya. Menoleh ke belakang dan melihat Myung-Hee yang berjalan ke arahnya dengan senyum lembut. Senyum yang menimbulkan rasa ingin memiliki. Jung-Kook ingin beranjak dari kursi tapi Myung-Hee menahannya. Gadis itu kemudian duduk di samping Jung-Kook dan mengisyaratkan pada pria itu untuk memainkan piano bersama-sama.

"Waktu kecil aku sering bermain piano dengan seorang teman. Dia yang mengajariku beberapa lagu dan kami juga pernah membuat melodi bersama." Ujar Myung-Hee sambil menekan beberapa tuts di hadapannya. "Aku tidak pandai bermain piano tapi ia selalu berkata bahwa aku akan mahir jika terus berlatih. Tapi sayangnya aku lebih suka menggambar dari pada bermain music."

Myung-Hee memainkan intro dari lagu milik John Legend dengan judul All Of You. Dengan sedikit kesulitan. Seperti sudah sering memainkan lagu itu, Jung-Kook dengan ringan menyempurnakan permainan Myung-Hee. Keduanya terlihat menikmati permainan. Hingga lagu berakhir, baik Jung-Kook maupun Myung-Hee tersenyum satu sama lain.

"Permainanmu selalu baik sejak dulu." Pujinya.

"Benarkah?. Kau juga tidak buruk." Balas Jung-Kook.

"Jadi kau masih suka memainkan piano?."

"Ya. Tentu saja. Sejak aku masih kecil aku suka memainkannya."

Myung-Hee terdiam. Sedikit merasa canggung kemudian ia berusaha mencairkan suasana. "Apa kau melupakanku?." Tanyanya ragu. Ia ingin bertanya. Saat ia melihat Jung-Kook berada di rumah Jin, antara senang dan ragu saat menyadari bahwa pria itu adalah Jung-Kook. Ia tak mungkin lupa dengan Jeon Jung-Kook. Caranya bicara, cara berjalan bahkan caranya tersenyum. Myung-Hee sangat mengingatnya.

Jung-Kook diam sejenak kemudian menatap deretan tuts di depannya dengan senyum terpaksa. "Tidak sekalipun dalam hidup aku melupakanmu."

Myung-Hee menghela napas. "Jadi sejak awal kau sudah mengenaliku?." Jung-Kook mengangguk. "Lalu kenapa kau bersikap seperti itu padaku?."

Kali ini Jung-Kook menatap Myung-Hee dengan tajam. "Lalu sikap seperti apa yang kau harapkan dariku?."

"Setidaknya jangan bersikap seolah aku adalah orang lain."

"Nyatanya kau memang orang lain sekarang. Waktu berjalan dengan sangat cepat. Dan perasaan kita juga sudah berbeda sekarang."

Myung-Hee tersenyum mengejek. "Jadi kau pikir aku seperti itu?." Sekali lagi ia menghela napas. "Banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu. Banyak hal yang ingin aku lakukan denganmu. Kau pasti masih ingat perkataanku dulu. Bahwa kau adalah segalanya untukku."

"Itu cuma ucapan anak kecil."

"Tapi anak kecil itu sudah dewasa dan mengingat semuanya dengan jelas." Myung-Hee beranjak dari duduknya. Ia berjalan beberapa langkah memunggungi Jung-Kook kemudian berhenti. "Kau benar. Segalanya telah berubah."

*****

Jin menatap tumpukan undangan pernikahan yang tertata rapi di kamarnya. Undangan dengan inisial namanya juga nama Myung-Hee itu tercetak rapi dengan tinta emas. Ia menatap tumpukan undangan itu dengan muram. Mereka akan menikah sebentar lagi tapi entah kenapa ada perasaan yang sangat tidak nyaman di hatinya.

"Jin Hyung~!." Jung-Kook mendekati kakaknya dan mengambil sebuah undangan yang tergeletak di atas meja.

"Oh.. Jung-Kook. Ada apa?." Tanyanya.

"Tidak. Hanya saja ada sesuatu yang aneh."

"Sesuatu yang aneh?. tentang apa?."

Jung-Kook menunjukkan undangan di tangannya. "Ini. Kenapa kau tak segera mengirimkan semua undangan ini. Pernikahanmu tinggal hitungan hari."

Jin tersenyum samar. "Aku ingin bertanya satu hal padamu."

"Tentang apa?." Sahut Jung-Kook.

"Kau benar-benar tidak akan menyesal?."

Jung-Kook terdiam. Ia tahu kemana arah pembicaraan kakaknya."

"Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, jawab pertanyaanku lebih dulu. Apakah kau mencintainya?."

"Tentu saja. Aku sangat egois mengenai hal itu. Jadi aku tak ingin seseorang bahkan orang terdekatku merebutnya dariku."

Jung-Kook tersenyum ringan. "Kalau begitu aku juga tidak akan menyesal. Aku yakin kau akan membuatnya bahagia. Dan lagi kalian pasti akan menjadi pasangan yang hebat nanti. Jadi aku akan baik-baik saja."

Jin mengamati adiknya. Jung-Kook memang terlihat sangat yakin dengan apa yangia ucapkan.

"Setelah ini kau bahkan mungkin takkan bisa bertemu dengannya sebebas saat ini. Kau akan baik-baik saja. Lalu apa yang akan kau lakukan jika ia tahu bahwa kau mencintainya?."

"Dia mungkin sudah tahu." Jawab Jung-Kook singkat.

Jin mengerutkan dahinya. "Jadi..."

"Kami sudah membicarakan hal ini. Jadi kalian tak perlu merasa terbebani denganku. Jangan memikirkan aku."

"Kau dan dia..."

"Dia gadis yang cerdas dan sangat peka. Jadi aku takkan merasa khawatir lagi. Tolong jaga dia dengan baik, Hyung~." Jung-Kook menitikan air matanya. Berat, tentu saja semua terasa berat untuknya. Ia melewati semua masalah itu sendiri. Dan kini ia harus merelakan sesuatu yang sangat ia inginkan. Tapi apa yang bisa Myung-Hee harapkan darinya?. Ia hanya akan menjadi beban nantinya. Dan Jung-Kook takkan tega melihat gadis ia menangisinya dan sendirian. Biarlah pertama dan terakhir, Jung-Kook menyimpan semua dalam hatinya. Cukup ia dan hatinya yang tahu.

"Jung-Kook..."

"Aku baik-baik saja, Hyung~. Aku baik-baik saja."

Jin mendekati Jung-Kook kemudian memeluknya erat. "Aku berjanji akan melakukan yang terbaik untuknya."

Jung-Kook mengangguk kemudian tersenyum dengan mata berkaca-kaca.

Continue...

Makasi buat yang nyempetin baca dan kasi vote.. love you all...

Semoga readers suka ya sama tulisanku.. jangan lupa vommentnya...

The Lost Melody [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang