Sepuluh

2.3K 318 30
                                        

Enam Bulan Kemudian...

Jin dan Myung-Hee sudah tinggal di rumah mereka sendiri. Sebuah rumah sederhana yang Jin persiapkan untuk keluarga kecil mereka. Sebuah rumah yang letaknya tidak jauh dari komplek perumahan tempat kedua orang tuanya tinggal. Sesekali Jin dan Myung-Hee akan menginap. Bahkan sering kali Jin meminta Myung-Hee untuk tinggal di rumah orang tuanya sementara ia melakukan perjalanan dinas ke luar kota.

"Jadi kau akan berada di Jeju selama satu minggu?." Tanya ibu.

Jin dan Myung-Hee, ibu, ayah, dan Jung-Kook sedang duduk bersantai di ruang keluarga sambil menikmati the dan juga camilan. Jin harus berangkat ke Jeju hari itu juga sementara Myung-Hee yang dalam keadaan hamil memerlukan perhatian khusus. Mau tak mau ia harus tinggal di rumah orang tua Jin.

"Iya ibu. Jadi kuharap ibu tak keberatan mengawasi wanita hamil satu ini." Katanya sambil menatap Myung-Hee dengan tatapan menggoda. "Dia jadi sangat manja dan cerewet sejak hamil jadi aku sedikit khawatir jika ia sendirian di rumah."

"Ya.. tentu saja. Dia akan disini bersama ibu dan Jung-Kook. Kami akan menjaganya."

Jin tersenyum senang. "Terima kasih ibu."

"Aku tidak akan merepotkan. Jadi ibu jangan khawatir." Kata Myung-Hee meyakinkan.

"Tidak apa-apa menantu. Tentu saja ibu tidak keberatan. Anak itu kan calon cucu ibu juga." Sahut ibu.

"Baiklah. Aku akan berangkat." Kata Jin. "Hati-hati lah dirumah. Jaga kesehatan. Dan minum susu secara teratur. Kau akan baik-baik saja bukan?." Jin mengingatkan istrinya.

"Tentu saja. Jangan khawatir dan segeralah kembali."

"Jung-Kook, karena ia adalah calon keponakanmu. Jadi aku meminta bantuanmu jika istriku memerlukan sesuatu."

Jung-Kook memaksakan seulas senyum tipis kemudian menjawab dengan sebuah anggukan.

"Baiklah. Aku pergi dulu. Ayah, ibu.. aku akan segera pulang."

*****

Myung-Hee duduk sendirian di atap. Ia melihat pemandangan kebun belakang rumah orang tua Jin sambil merenung. Jantungnya berdetak sangat cepat dan ia mendadak gugup setiap kali ia dan Jung-Kook bertemu. Ia tahu itu salah tapi ia tak bisa mengendalikan perasaannya sendiri. Jin sangat mencintainya. Ia selalu melakukan hal yang terbaik. Tapi, Myung-Hee merasa jahat. Mendapatkan Jin sebagai suaminya. Tapi ia menyakiti Jung-Kook dengan keberadaannya sebagai anggota keluarga mereka sekarang. Bagaiman takdir bisa begitu jahat kepada mereka?.

"Kakak ipar~." Panggil Jung-Kook sambil mendekatinya dan membawakan segelas susu.

Kakak ipar, tentu saja. Jung-Kook selalu memanggilnya dengan sebutan kakak ipar sejak mereka resmi menjadi keluarga. Myung-Hee merasa sedikit aneh. Bagaimana tidak, seseorang yang pernah kau cintai. Bahkan ia adalah cinta pertamamu. Sekarang ia harus memanggilmu dengan sebutan kakak ipar. Kata orang memang benar. Cinta pertama sering kali tidak berhasil, tapi cinta pertama memiliki tempat tersendiri yang tak bisa di gantikan oleh siapapun.

"Kau membawakanku susu?. Terima kasih." Tangan Myung-Hee meraih susu yang di bawa oleh Jung-Kook. Ia berusaha keras bersikap normal pada pria itu.

"Minumlah. Aku harus memastikan bahwa kau menghabiskan semuanya."

Seharusnya aku melakukannya sebagai suamimu.. bukan adik iparmu.. batin Jung-Kook

Jung-Kook memaksa tersenyum di depan Myung-Hee. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk mengobati luka yang ia buat sendiri. Berpura-pura bahagia.

"Rasanya selalu berbeda saat kau yang membawakanku susu." Gumam Myung-Hee.

Jung-Kook bisa mendengarnya. Bahkan dengan jelas ia mendengar gumaman Myung-Hee. Tapi ia hanya bisa tersenyum. Ia hanya ingin semua berjalan dengan baik.

"Kau mau memegang perutku?. Rasanya aku ingin seseorang mengusap perut buncitku." Pinta Myung-Hee.

"Tidak apa-apa?."

"Tentu saja. Dia kan calon keponakanmu."

Jung-Kook ragu. Kemudian ia mendekat dan tangannya perlahan terjulur mengusap perut Myung-Hee yang sudah membuncit. Ia bisa merasakan ada seseorang yang hidup di sana. Buah cinta Myung-Hee dan Jin. Mendadak ia menjadi sangat sedih.

Bagaimana jika aku tak bisa melihatmu untuk pertama kali? Bagaimana jika aku tak bisa menggendongmu?

Myung-Hee melihat Jung-Kook nampak sedih bahkan menitikan air mata. Ia memegang tangan Jung-Kook yang masih berada di perutnya.

"Apa aku menyakiti hatimu?. Apa aku terlalu egois dengan memikirkan kebahagiaanku sendiri?." Tanyanya lemah.

Jung-Kook membisu. Perasaannya sangat kacau saat ini.

"Tidak. Kau melakukan hal yang benar. Aku menangis bukan karena bersedih. Aku sangat bahagia. Aku akan menjadi seorang paman."

Paman dari anak yang akan di lahirkan oleh wanita yang sangat aku cintai...

"Kalung pemberianmu seperti sebuah jimat untukku. Aku merasa selalu bahagia dan di limpahi banyak keberuntungan. Seperti dirimu. Yang bahkan selalu ada di sampingku sebagai keluarga."

Kau adalah melodi yang hilang dalam hidupku.. aku bisa mendengarmu.. merasakanmu.. tapi tak bisa memilikimu...

"Tentu saja. Akan ada banyak kebahagiaan untumu dan bayimu nanti." Jung-Kook menjauhkan tangannya dari perut Myung-Hee. Ia tersenyum melihat wanita di hadapannya. Ia sangat cantik. Wajahnya terlihat semakin cantik dengan cahaya jingga dari matahari sore yang akan tenggelam. Senyumnya mempesona. Senyum yang tak pernah hilang dari benaknya sedikitpun.

*****

Ibu menangis dan ia sangat khawatir. Dipelukanya Jung-Kook dengan erat sambil sesekali mengusap keringat di dahi putra bungsunya. Sekitar 15 menit yang lalu Jung-Kook pingsan saat ia sedang bermain piano seperti biasa. Akhir-akhir ini kesehatannya semakin menurun bahkan beberapa kali ibu menemukan obat yang di buang dalam pot tanaman di dalam kamarnya.

Ambulan datang beberapa menit setelah ibu menelfon pihak rumah sakit. Dengan setia ia menemani putranya di dalam ambulan dan menangisi anaknya yang malang. Ia sangat menyayangi Jung-Kook. Teramat sangat hingga ia tak mau jauh dari Jung-Kook.

"Kau akan baik-baik saja. Ibu bersamamu, nak. Kuatlah. Kita akan segera tiba di rumah sakit." Kata ibu sambil terisak.

Tim medis memantau keadaan Jung-Kook. Keadaannya tidak stabil meski jantungnya berdetak dengan normal. Perlahan matanya terbuka. Ia menatap ibunya sekilas kemudian menitikan air mata.

Ibu... ayah... Myung-Hee... apakah aku harus mengalami semua ini... rasanya menyakitkan... bisakah aku bertahan sedikit lebih lama... setidaknya sampai anakmu lahir ke dunia...

Continue...

Reader semua.. jangan bosan membaca tulisanku ya... love ya... jangan lupa vommentnya di tunggu

The Lost Melody [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang