Myung-Hee merutuki kesalahannya. Segala hal yang ia harapkan baik, nyatanya berjalan tidak sesuai dengan harapannya. Jika bisa memutar kembali waktu, ia berharap untuk tidak bertemu Jung-Kook. Mereka tak perlu mengenal satu-sama-lain sejak awal. Ia menyesal. Ia menyesal karena pernah mencintai Jung-Kook dan menjadi bebannya. Seharusanya ia dan Jung-Kook tidak saling jatuh cinta. Atau sebaiknya Jung-Kook tak melakukan semua itu untuknya.
Kini apa yang bisa ia perbuat selain menatap tubuh Jung-Kook dengan alat penunjang kehidupan. Melihat tubuh yang ia kira sehat itu kini hanya terbaring lemah antara hidup dan mati. Koma. Jung-Kook mengalami koma sejak beberapa hari yang lalu. Sejak ibu menemukannya pingsan saat memainkan piano, keadaannya semakin menurun. Tumor yang selama ini ia sembunyikan, nyatanya semakin menggerogoti tubuh Jung-Kook. Myung-Hee tak bisa berbuat apa-apa. Tidak hanya bisa semangis dan menyesali semuanya.
"Jangan menyalahkan dirimu." Bisik Jin kemudian membawa Myung-Hee kedalam pelukannya. "Semua memang harus berjalan. Kita tidak bisa menlawan takdir."
Jin membimbing istrinya untuk duduk di ruang tunggu seperti kemarin. Menggenggam tangan wanita itu dengan lembut dan berusaha menenangkannya. Myung-Hee tengah hamil dan ia tak ingin baik Myung-Hee maupun bayinya sakit.
"Kau akan baik-baik saja. Begitupun dengan Jung-Kook. Dia sangat kuat. Dia bertahan lebih lama dari yang dokter perkirakan." Kini Jin mulai menangis. Air matanya jatuh membasahi puncak kepala istrinya. "Dia mengatakan padaku bahwa ia akan terus berusaha."
Jin sama terlukanya dengan Myung-Hee juga Jung-Kook. Ia tahu semuanya dan ia hanya mengikuti apa yang Jung-Kook inginkan. Satu hatinya sangat mencintai Myung-Hee dan satu hatinya menginginkan Myung-Hee dan Jung-Kook bahagia. Tapi Jung-Kook menginginkan hal lain. Menginginkan Myung-Hee bersamanya supaya bisa memastikan bahwa Myung-Hee aman dan bahagia.
Mereka tidak tahu mengapa ceritanya harus serumit ini. Jung-Kook sendirian di dalam sana. Berjuang antara hidup dan mati. Dan mereka di sini hanya bisa berdoa. Semoga keadaan Jung-Kook semakin membaik.
"Dia sendirian. Kita terlalu jahat dan egois." Runtuk Myung-Hee sambil meremas ujung kaus yang di kenakan oleh Jin.
"Dengarkan aku." Jin menangkup wajah istrinya dan menatapnya dengan lembut. "Jung-Kook sudah berjuang selama ini. Jangan membuatnya bersedih dengan menunjukkan air mata. Keputusannya untuk tidak melakukan operasi, semata-mata hanya karena dia tak ingin melupakanmu, melupakan keluarganya, juga kenangan indahnya."
"Tapi, lihat dia sekarang Jin. Dia hanya bisa terdiam di dalam sana." Myung-Hee terisak. "Sendirian, kedinginan, dan menahan rasa sakitnya."
Myung-Hee terguncang. Emosinya benar-benar tidak bisa ia kendalikan.
Jin tidak berdaya mendengar isakan istrinya. Ia bingung. Pikirannya semakin kacau. Apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan Jung-Kook?.
"Aku akan segera kembali." Jin meninggalkan istrinya. Ia bergegas menuju ruangan dokter yang merawat Jung-Kook.
Lama ia berada di ruangan serba putih itu hingga ia akhirnya keluar dengan wajah merah padam. Air matanya tak berhenti mengalir. Ia frustasi dan putus asa. Kakinya terasa lemah untuk berjalan. Dengan langkah gontai ia menemui istrinya. Ia bisa melihat Myung-hee, Ibu, serta ayahnya nampak sangat sedih. Lalu bagaimana dengannya?. Bagaimana ia bisa kuat menghadapi semua ini?.
"Jin. Bagaimana?. Apa ada cara lain?." Tanya Ibu sambil menggenggam tangan Jin.
Jin menimbang keputusan.
Bagaimana aku harus mengatakannya?. Mimpi buruk apa lagi ini?.
"Ibu." Panggilnya dengan suara parau. "Mereka akan melepas alat yang menunjang kehidupan Jung-Kook." Rentetan kalimat itu lolos begitu saja dari mulutnya. Berat, dadanya pun terasa sangat sesak. Semakin sesak saat melihat ibunya lemah dn menangis putus asa.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Melody [End]
Fiksi PenggemarCinta pertama sering kali tidak berakhir bahagia. Perasaan pada cinta pertama juga sering kali menghilang setelah bertemu dengan cinta yang baru. Tapi, Kenangan cinta pertama takkan hilang begitu saja. Ada kalanya kau akan mengenangnya bahkan mencar...