Lima

2.2K 331 3
                                        

Pagi datang lebih cepat dari yang mereka perkirakan. Jung-Kook, Jin, Ibu, dan ayah menimkati sarapan mereka seperti biasanya. Suara denting piring beradu dengan alat makan mengiringi suasana makan mereka yang hangat dan menyenangkan seperti biasa.

Ting! Tong!

Bunyi halus bel pintu menghentikan sejenak kegiatan makan mereka.

"Siapa yang datang sepagi ini?." Gerutu Jin merasa acara makannya terganggu. Ia meletakkan alat makan dan  beranjak dari duduknya. "Aku akan memeriksanya."

"Aku yang akan memeriksa siapa tamu pagi kita." Sela Jung-Kook membuat Jin mengurungkan niat.

Jin kembali duduk dan melanjutkan kegiatan makannya.

"Kakak habiskan saja makananmu."

Jung-Kook berjalan ke arah pintu. Ia tak melihat siapa tamunya malalui intercome yang terpasang di sebelah kanan pintu. Dengan sekali putaran pada kenop,  pintu terbuka dan sebuah pelukan mengejutkannya. Jung-Kook terdiam dengan mata membulat dan tubuhnya yang kaku.

"Jin aku merindukanmu." Kata gadis di hadapannya tanpa melihat siapa yang tengah ia peluk saat ini.

"Kau tidak menghubungiku selama dua hari dan aku merindukanmu." Rengeknya manja.

Jung-Kook tersenyum geli. Membiarkan gadis itu memeluknya cukup lama. Aneh. Tapi Jung-Kook menyukainya. Menyukai situasi ini. Bahkan ia berharap ini takkan segera usai.

"Siapa yang datang, Jung-Kook?." Tanya Jin yang kemudian muncul dari belakang Jung-Kook.

Jin melihat Myung-Hee memeluk erah Jung-Kook dan wajahnya menunjukkan raut kecemburuan di sana. "Myung-Hee!."

Menyadari kesalahannya. Seketika gadis itu melepaskan pelukan. Ia tersenyum kikuk pada Jung-Kook dan menyesali kelakuannya. Ia segera meminta maaf pada Jung-Kook. Wajahnya merona merah menahan malu. Tapi ekspresinya berubah ketika melihat Jin. Mata keduanya beradu kemudian Myung-Hee membuang mukanya dengan kesal.

"Kenapa datang belakangan?. Seharusnya kau membukakan pintu untukku, Kim Seok-Jin." Gerutunya pada pria yang kini berdiri di samping Jung-Kook.

"Kau sendiri. Kenapa memeluk adikku seerat itu seolah kau takut kehilangannya." Balas Jin. Dia cemburu tentu saja. "Sengaja membuatku cemburu, huh?."

"Itu salahmu." Kesal Myung-Hee. "Kupikir kau akan membukakan pintu. Ini salahmu yang tidak menghubungiku selama 2 hari dan sibuk bekerja." Myung-Hee nampak semakin kesal.

Jin mendengus kesal. Aku Sibuk, sayang." Jelasnya singkat "Bagaimana kau bisa mengira dia adalah aku dan memeluknya?."

"Itu karena aroma parfum kalian sama. Apa aku salah?." Myung-Hee berusaha membela diri. "Aku hafal sekali dengan aroma parfummu bahkan hanya dengan sekali hirup. Kupikir dia adalah kau. Oleh karena itu aku langsung memeluknya ketika pintu terbuka."

"Kau merindukanku?." Tanya Jin.

Myung-Hee menatapnya sekilas kemudian membuang muka. Tak mau membahasnya lebih jauh. "Aku akan datang lagi nanti. Maaf menganggu kalian."

Myung-Hee berjalan meninggalkan teras rumah. Tapi dengan segera Jin mengejarnya kemudian memelukanya dari belakang. Cukup lama Jung-Kook melihat adegan itu hingga akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke dalam rumah. Membiarkan dua anak manusia itu menyelesaikan masalah mereka sendiri.

*****
"Kau masih kesal pada Jin atas pertengkaran kemarin?." Tanya Jung-Kook.

Ia dan Myung-Hee sudah lebih akrab sekarang. Mereka sering bertemu bahkan Jung-Kook yang sering sekali mengantar Myung-Hee mencari perlengkapan untuk kepentingan pernikahan antara Myung-Hee dan Jin. Bahkan saat ia perlu melihat-lhat gedung pernikahan, bukan Jin yang menemaninya melainkan Jung-Kook.

Keduanya tengah menikmati waktu bersama dengan duduk di sebuah bangku di taman yang biasa Myung-Hee kunjungi. Menikmati angin musim semi dan bunga-bunga yang bermekaran dengan warnanya yang cerah. Keduanya sama-sama tersenyum satu sama lain sambil menikmati pemandangan yang ada di hadapannya.

Myung-Hee menunduk sejenak sebelum menjawab pertanyaa Jung-Kook. "Tidak. Kami merasa bersalah satu sama lain dan saling memafkan." Balas Myung-Hee dengan senyum yang menghiasi bibir cerinya.

"Baguslah. Memang tidak baik jika dua orang yang akan menikah terlibat pertengkaran seperti itu."

Hening sejenak. Suasana menjadi canggung dan Jung-Kook beberapa kali menghela napas panjang. Seolah sebuah beban berat menyesakkan dadanya.

   "Kenapa caramu bernapas seperti itu?. Merasa tak nyaman duduk denganku seperti ini?."

Jung-Kook menggeleng. "Tidak. Aku baik-baik saja." Katanya. "Hanya saja aku merasa sedikit sesak. Aku pernah memiliki kenangan di tempat ini."Katanya di iringi suara yang mendadak melamah dan serak.

Jung-Kook memainkan ujung jaket yang ia kenakan. "Dulu sebelum aku tinggal dengan keluarga Jin Hyung~ aku sering datang ke tempat ini untuk bermain. Tempat ini sangat nyaman." Ujarnya.

    "Aku, Ibu, dan Ayah. Kami selalu menghabiskan waktu bersama. Aku suka sekali berlarian dan ayah selalu mengejarku." Kenang Jung-Kook. "Aku sangat bahagia saat itu. Hingga aku ingin mengulangnya kembali."

"Aku merindukan ayah dan ibuku." Lanjutnya.

Aku juga merindukanmu...

"Kau pasti sering datang ke tempat ini." Sahut Myung-Hee.

Jung-Kook menggeleng. "Ini pertama kalinya setelah 12 tahun aku menghindari tempat ini." Balasnya. "Aku tak ingin ke tempat ini karena selalu membuatku teringat pada ayah dan ibu. Dan itu membuat dadaku terasa sesak. Seperti saat ini."

Aku juga merasakannya sesak karena dirimu… Karena terlalu merindukanmu dan tak mampu untuk mengungkapkannya...

Myung-Hee diam tanpa ingin menanggapi ucapan Jung-Kook. Ia tahu pasti berat rasanya. Ia tahu seperti apa rasa sakit yang Jung-Kook rasakan. Karena ia juga kehilangan ibunya. Ia memilih untuk tidak menganggu suasana. Jung-Kook pasti sangat merindukan kedua orang tuanya saat ini. Dan yang terbaik adalah membiarkannya menikmati waktu sendiri.

    Sekilas Myung-Hee teringat dengan kenangan masa kecilnya. Bayangan ibunya melintas sekelebat di matanya. Dan sebutir air mata pun mengalir di pipinya.

"Aku akan membeli ice cream. Kau tunggu di sini."

Myung-Hee beranjak dari duduknya. Meninggalkan Jung-Kook yang nampak muram tanpa gairah. Ia hanya melihat Jung-Kook sekilas sebelum meninggalkannya.

Jung-Kook memutar kepala melihat punggung Myung-Hee yang menjauh darinya. Ia melihat gadis itu berjalan dan menunduk beberapa kali. Tangan gadis itu beberapa kali terangkat dan memegang wajahnya seperti tengah menghapus air mata.

Apa aku sedang menangisiku?... Kau merasa kasihan padaku?... Atau kau mulai mengingatku saat ini?...

Continue

Note : Semoga anda menyukai cerita ini ^_^

The Lost Melody [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang