8

47 5 8
                                    

Bis sudah memasuki daerah wilayah Bogor. Dan aku sangat senang sekali rasanya bisa kembali ketempat dimana aku dilahirkan.
Bogor adalah tempat sederhana yang ku suka selain Jakarta.

"Eh masih inget gak sih? Nanti kan dicamping ada pos pos yang nanyain tentang seputar pramuka gitu" ucap Katy kepada kedelapan temannya.

"Eh iyaya! Ayo search search! Gecee" Nori dengan cepatnya mengeluarkan handphonenya dan mulai mengetik kalimat 'pramuka' di layar hpnya.

Lalu Aku mengeluarkan buku tulisku dari tas dan menulis keterangan yang diucapkan Nori.

"Oke, siapa pencetusnya?"
"Em... Lord Baden Powell"
"Lambang?"
"Tunas Kelapa"
"Kapan ulang tahun pramuka, Nor?"
"14 Agustus"

Setelah menulis segala keterangan sejarah pramuka, aku mengembalikan bukuku ditas dan lega karena kami punya cadangan. Kalau tidak? Mati deh.

Biasanya, jika aku dalam perjalanan, apalagi di mobil seperti ini, aku suka sekali tertidur karena merasa bosan. Ukh. Tapi? Kali ini aku tidak tidur. Serumit itukah aku memikirkan hal ini? Aku mau tidur sekarang!

Bruk!

Bis kami berhenti sampai kepalaku hampir saja terkena kursi yang ada didepanku. Terlalu mendadak.

"Eh? Udah sampai kah?" tanyaku pada siapapun yang mendengarnya.

Krik. Krik. Krik.

"Seriusan gak ada yang mau jawab?? Gila! Kejam banget kalian semua!!" batinku yang mengucapkan. Untung saja aku tidak mengeluarkannya dari mulutku. Bisa saja aku dicap sebagai "anak gak tau diri".

Aku melihat keluar jendela dan melihat apa yang terjadi diluar sana. Sebagian guru keluar dari bis mereka masing masing dan mereka sedang berbincang satu sama lain.

"Ah, bodo amatlah. Yang penting aku bisa tidurr! Yey!" aku langsung menyenderkan badanku kekursi. "Ah sedaap"

Baru saja beberapa menit aku menutup mataku dan hampir tertidur. Tapi ada sesuatu yang mengatakan 'Hei bodoh! Bangun!!' maka, aku membuka mataku dengan malas.

"Kenapa sih, Kat?" Katy yang tadinya fokus kedepan untuk mencari ada apa dengan masalahnya, dia langsung menoleh kepadaku.

"Entahlah" Katy menaikan kedua bahunya.

Lalu seorang guru mengatakan kepada kami bahwa kami harus jalan kaki untuk keatas. Dan perjalanan kita belum selesai sampai disini. Bis kami berhenti karena takut tidak kuat menaiki puncak yang menanjak.

"Kalian tinggalkan saja barangnya, nanti baru ambil lagi kalau sudah sampai diatas" ucap seorang guru.

Mau tidak mau, kami harus turun dan berjalan keatas dengan jalan yang begitu menanjak. Capek. Iya capek sekali! Masih jauh perjalanan kami.

"Hei, pinggir sebentar. Bisnya mau naik. Beri jalan" seseorang dari belakang memerintah kami untuk jalan meminggir.

"Woii. Bis dateng. Minggir weh" salah seorang teman kami memberitahu yang didepan untuk berjalan ketepi untuk memberi jalan kepada bis.

Maka, semua anak yang tadi berjalan agak ketengah segera berjalan ke pinggiran.

"Gue gak ngerti deh kenapa temen temen demen banget ngerjain orang. Gak ada kapoknya" cerewet Jessica yang sedang berjalan didepan aku. Ya aku diam diam mendengarkan dia berbicara dengan teman disampingnya.

"Itu udah faktor keturunan, Jes. Wajar." jawab Eunike dan mereka langsung tertawa satu sama lain.

Lalu aku menengok kebelakang untuk melihat teman temanku sedang berusaha jalan dibelakangku.

Monster And Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang