Isolate (J) : Jejak Pergi
MATA kedua remaja itu sibuk mencari perlengkapan untuk mading. Riana beberapa kali sudah menyatakan malas mencari, tapi karena Rian yang terlihat kesusahan mencari perlengkapan itu, Riana jadi turun tangan.
Riana sedang ada di toko buku. Sesuai dengan janjinya tadi ketika pulang sekolah, cewek itu akan menemani Rian mencari perlengkapan mading kelas. Setiap bulan, OSIS SMA Cakrawala memang mengadakan lomba mading perkelas. Dan, alasan kenapa harus Rian yang mencari perlengkapannya, karena jika mengharapkan Yunia—bendara kelas—mau berbelanja, sama saja berharap pada angin kosong.
"Udah nemu nih," ujar Rian sambil menunjukkan apa yang tadi dicarinya. "Ada yang mau dibeli, Ri?"
Riana terlihat menimang sebentar. "Nggak ada."
"Yaudah, kalo gitu kita ke kasir," ajak Rian.
Setelah selesai mengurus segala pembayaran, keduanya keluar dari toko buku tersebut. Bingung selanjutnya akan apa, Rian bertanya.
"Lo beneran nggak pa-pa nih keluar malem?" tanya Rian mewanti-wanti. Dia takut dicap sebagai cowok tidak baik-baik yang melarikan anak gadis orang sembarangan.
"Bener," jawab Riana. Cewek dengan kaus putih itu memerhatikan sekitar—yang bukan mata Rian—karena untuk alasan yang entah apa, Riana tidak pernah berani melakukannya.
"Gimana kalo kita cari makanan?" usul Rian. Jujur, cowok ini belum terbiasa jalan dengan cewek seperti ini. Paling, Rian hanya jalan dengan Defasya. Itupun sambil membahas keperluan OSIS.
"Di?"
Rian baru saja ingin mengatakan 'Kafe Eten', sampai tiba-tiba ingatannya tertuju pada kalimat Neneknya tadi sore. "Di rumah gue, gimana? Nenek gue kebetulan lagi masak banyak hari ini. Di rumah cuma ada gue, Nenek, Bokap. Takutnya makanannya nggak abis. Jadi, gimana kalau di rumah gue?"
Riana mengangguk. "Oke."
Rian tersenyum. Malam ini, mengajak Riana sepertinya bukan hal yang sulit. Cewek itu tidak tampak seperti di sekolah. Riana jadi banyak menurut.
Masuk ke dalam mobil, Rian langsung mengemudikan mobilnya menuju rumah. Sebenarnya, bukan hal yang etis jika cewek mengunjungi rumah cowok, tapi, biarlah.
Jalanan kota Bandung tidak terlalu ramai malam ini. Rian juga Riana tidak saling berbicara. Yang mengiringi perjalanan mereka, hanya lagu yang berbunyi dari tape radio mobil.
Rian tidak keberatan, selama dia tahu kalau Riana di sampingnya, hal itu saja sudah membuatnya tenang.
Berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh Riana, cewek itu malah berharap tape radio yang sekarang berbunyi itu terhenti. Bukan apa-apa, musik yang keluar dari sana, berhasil membuat Riana teringat masa lalunya.
Suara yang ada di sana, adalah suara salah satu temannya, Nasya, sang vokalis band Eagle yang sedang naik daun.
Tidak berapa lama hingga akhirnya mobil berhenti di sebuah rumah. Terkesan sederhana tapi cukup ditinggali oleh tiga orang seperti yang Rian sebutkan. Tapi, ketika Riana berdiri di depan pintu rumah itu, semua bayangannya tentang kesederhanaan mendadak memudar.
Rumah ini bahkan lebih mewah dari perkiraannya. Riana yang tadi masih sulit mengembalikan diri agar tidak terbawa arus masa lalu, mendadak linglung begitu melihat seorang perempuan kisaran enam puluhan tahun menyambutnya masuk.
"Wildaan!" panggil wanita tua itu. Dari wajahnya, terlihat ada perasaan kaget melihat cucunya datang bersama seorang perempuan. "Eh, Rian. Bawa masuk dulu Pacarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Isolatonist Girl
Teen FictionThe Alayers Series (3) : Ade Cahya Riana Katanya, jatuh cinta pada siapa saja diperbolehkan. Jadi, kalau Revandra Alvin jatuh cinta pada perempuan yang hampir membunuh seseorang, perempuan yang pernah membalaskan dendam, perempuan yang mengkhianati...