Isolate (U) : Untuk Hari Ini Saja
TERIAKAN demi teriakan terus keluar dari masing-masing bibir begitu luka mereka bersentuhan dengan antiseptik.
“Makanya jangan lasak toh, Den. Makin perih nanti,” kata Bi Wala, jengah karena lima orang anak yang meminta bantuannya untuk diobati tidak bisa diam.
“TAPI BI! INI LEBIH SAKIT DIBANDING NGELIAT GEBETAN JALAN SAMA COWOK LAIN!” teriak Dion, yang kakinya tengah dibersihkan dari luka.
“Yaudah, kalau nggak mau begini tuh, jangan pada tawuran. Ini jadi Bibi yang repot,” dumel Bi Wala, geleng-geleng kepala. “Eh Den Cepi, itu jangan dikenain ke bantal obat merahnya.”
“BI WALA REVAN NENDANG DIO!”
“BI WALA PERBANNYA KEBUKA NIH!”
“BI WALA PELAN-PELAN!”
“BI WALA PERIH BI, PERIH!”
“Aduh Den, sabar atuh.” Bi Wala memegang kepalanya pusing. “Ini bukan pertama kali Aden-aden semua tawuran. Tapi, kok heboh begini?”
“Mau gimana lagi, Bi. Ini perih.” Cepi meratapi tangannya yang lebam-lebam. “Nyut-nyutan.”
Revan beda reaksi. Cowok itu memang merasakan seluruh badannya didera rasa nyeri juga, tetapi karena matanya sejak tadi tidak lepas dari botol obat merah pemberian Riana, cowok itu mengabaikan seluruh rasa sakit yang jika dilebay-lebaykan bisa membuatnya jungkir balik.
“Masa nih ya, Bi. Pas tawuran, ada lekong. Cantik, Bi, makanya salah fokus terus dihajar dari belakang,” cerita Dion sewaktu lukanya sebentar lagi bersih dan tinggal diperban.
“Mirip Cepi gitu ya, Yon?” kekeh Dio yang sudah berhasil menjauhkan kaki Revan dari arah luka besarnya.
“Bazeng, gue gini-gini meskipun pake fake account cewek, cowok tulen, nying,” ketus Cepi, segera meraih ponselnya dengan sisa tenaga yang ada.
“Masa?” Faghas menaikkan alis.
“Ya Allah, mau gue tunjukin bukti?” Cepi segera berdiri. Mengambil aba-aba segera membuka celananya. “Eh, siku gue, sakit, Tropikana!”
“Bibi ke belakang dulu, mau beresin kain kotor kalian,” pamit Bi Wala, takut sifat gila remaja-remaja itu menular padanya.
“Heh, Penguin, kenapa lo bawa-bawa Tropikana?” Dion segera angkat bicara.
“Bodo, kan tadi gue relfeks.”
Untuk beberapa waktu, tidak ada obrolan yang terdengar karena kelimanya sibuk pada kegiatan masing-masing. Faghas dengan grup chat English Club yang sudah tahu perihal tawuran yang menimpanya. Rentetan kata “Lekas sembuh” langsung membanjiri obrolan ponselnya. Claudio berhadapan dengan ponsel dan mengangguk-angguk mendengar pacarnya menceramahi kelakuan buruknya. Dion langsung tersenyum senang begitu melihat gebetan barunya mengiriminya beberapa kalimat geli tentang cowok tawuran. Cepi segera memfoto beberapa obat-obatan kemudian menguploadnya ke Instagram Recha Sahanaya dengan caption “Abis loncat-loncat di kasur, terus jatoh. Kepala kejedot ke meja. Wkwkwk.”
Sementara Revan? Masih merutuki sikap diamnya hanya karena Riana.
Cewek itu tidak tahu bahwa, setelah dia pulang, Revan menyerang siapapun yang menjadi lawannya dengan terburu kemudian secepat mungkin menyelesaikan tawuran itu. Revan berhasil, karena hanya butuh waktu seperempat jam buatnya menghabisi seluruh siswa SMA Gradua.
Revan segera keluar dari lapangan itu dan mengajak seluruh komplotan SMA Cakrawala untuk kembali pulang ke rumah masing-masing sebelum warga mengetahui peristiwa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Isolatonist Girl
Teen FictionThe Alayers Series (3) : Ade Cahya Riana Katanya, jatuh cinta pada siapa saja diperbolehkan. Jadi, kalau Revandra Alvin jatuh cinta pada perempuan yang hampir membunuh seseorang, perempuan yang pernah membalaskan dendam, perempuan yang mengkhianati...