Isolate (g) : garapan rencana alayers

367 55 15
                                    

KETAKUTAN menjadi seluruh penghalang seorang manusia untuk bangkit dan berjalan menghadap ke masa depan yang lebih cerah. Dalam sudut pikiran mereka, masa depan hanya akan berbanding sama dengan masa lalu yang diperlakukannya. Tanpa mereka sadari, tuhan tidak pernah menyia-nyiakan sesuatu diciptakan, termasuk masa lalu itu sendiri.

Harusnya ketika tahu bahwa masa lalu itu cukup kelam, tinggalkan ia sendirian. Cobalah untuk bergabung dengan masa depan dan mulai menghargai perorangan. Dengan begitu, ketakutan tidak lagi menuntunmu pada kesepian.

Karena manusia menjadi brutal dan gelap mata karena kesendirian.

Teori itu harusnya ditanamkan pada Riana yang kini terperanjat bisu saat kelima temannya berada di depannya. Orang-orang dengan senyum lebar detik ini, orang-orang yang hatinya pernah melemah karena kelakuan Riana.

"Lo udah pernah janji sama gue bakalan pergi ke Jakarta buat nemuin yang lain." Aurel yang saat ini menggerai rambutnya, tidak sesuai dengan kebiasaannya, berbicara. "Setelah gue nunggu beberapa saat, lo enggak datang-datang. Meskipun udah ada libur dan semacamnya. Jadi, gue mutusin buat ajak mereka ke sini."

Riana masih diam. Pikirannya seolah bimbang karena dihantam karam.

Deora menyikut lengan Riana, tersenyum lebar. "Seneng dong ketemu gue! Senyum ih!"

Kanissa ikut meramaikan suasana. "Tebak gue bawain apa buat lo? Kaset film original limited edition Divergent, Insurjent. Lo kan udah lama kepengen ini!"

Ananda ikut maju. "Mama gue buatin lo syal rajut warna ungu."

Aurel gelagapan, dia sampai lupa membawa hadiah apa untuk Riana sebagai tanda pertemuan mereka. "Gue bawain kue brownies andalan Sirius, lo kan kalau main ke kafe gue, ngincernya ini terus."

Riana menunggu yang satu lagi bereaksi. Selama ia menunggu dalam diam, orang itu sama sekali tidak mau melihatnya. Riana mencoba paham. Dia juga akan melakukan hal yang sama jika berada pada posisinya.

Begini saja sih, siapa yang mau kembali bersahabat dengan orang yang sudah membuat Kakakmu patah kaki? Atau siapa yang mau bersahabat dengan orang yang menjadi dalang dari perkambing hitaman para sahabatnya sendiri? Atau siapa yang mau bersahabat dengan orang yang menusukmu dari belakang?

Riana berdeham, menatap keempat temannya yang juga mengarahkan pandang ke Aviva. "Lo semua tau alamat gue dari siapa?"

Diberi pertanyaan seperti itu, kelimanya saling melirik. Mereka tahu bahwa janji yang dibuat bersama Revan tidak boleh dilanggar agar rencana mereka berhasil. Riana tidak boleh tahu bahwa yang mengantarkan mereka ke sini adalah Revan.

"Oh itu." Kanissa nyengir, memulai akting. "Gue mulai ahli dalam meretas sistem jaringan setelah belajar dari banyak film. Kadang, karena wifi Azi terlalu gratis dan cepat buat dibuang-buang, gue ngegunain itu buat nyari dan belajar cara meretas sistem."

"Maksud lo?" Riana menelan ludah. "Lo ngedeteksi keberadaan gue ngegunain sistem dari alat lo ke ponsel gue?"

Kanissa mengangguk. "GPS lo gampang banget ditemuin."

Sontak keempatnya bernapas lega karena bisa memberikan jawaban yang masuk akal.

"Tapi ...," Riana menggigit bibir bagian bawahnya, masih tidak yakin. "Ponsel gue mati sejak tiga hari yang lalu dan nggak dicas sama sekali, gimana mungkin lo bisa ngeretas sistem itu?"

Ini baru namanya gawat.

"Lo itu ya, Ri!" Tiba-tiba, Aviva menjambak rambut Riana. Menggertakkan giginya, memandang tidak suka pada Riana. "Lo tau nggak sih kalau lo sama sekali nggak peduli ke gue? Gue ini sahabat lo, oi. Gue orang yang pertama kali kenal sama lo ketimbang empat orang nyebelin ini. Gue enggak ngebawain lo kado pertemuan karena mereka nggak bilang ke gue bahwasannya pada bawa kado!"

Isolatonist GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang