Gue gak pernah menyangka, kalau gue, Jaymes Alejandro sekarang mau berubah menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Lah najis, udah kayak slogan apaan aja.
Karena alasan konyol gue, disaat lihat Kila gue suka merasa malu. Kenapa? Kila cewek pekerja keras yang gak pernah kenal sama kata males, capek dan sebagainya. Beda jauh sama gue. Kila itu cewek baik yang selalu mengingatkan gue untuk belajar dan mengerjakan tugas. Semua orang tau, itu Kila lakukan semata-mata untuk membuat kelompok kami punya nilai plus.
Tapi disisi lain, hati kecil gue merasa kalau Kila tulus melakukan itu untuk gue, bukan atas nama kelompok. Iya, gue geer sih orangnya kalau udah diperlakukan spesial sama cewek. Tapi Kila beda, gue selalu ngerasa kalau gue punya posisi tertentu buat Kila.
Jadi posisi tertentu disini gak lebih dari sahabat. Justru buat Kila, mungkin aja Tama yang punya arti beda dari gue, Tandra dan Yudis.
Gue senang disaat gue lihat Kila dan Tama. Mereka lucu, masih kayak anak-anak, dan obrolan mereka pun kadang bikin gue ketawa-ketawa sendiri lihatnya. Obrolan Kila sama Tama selucu dan segak penting itu.
Please lah, mana ada mahasiswa semester 4 masih ngomongin kartun Disney dan sejenisnya? Maaf kalau ada yang tersinggung tapi buat gue itu gak banget. Ya tapi kenyataannya memang seperti itu lah Kila dan Tama.
Bisa lo bayangin gak sih, dua orang sahabat yang deket banget sama lo bareng-bareng kayak gitu? Dua-duanya bahagia dan dua-duanya terlihat cocok. Gue terbiasa dengan adanya Kila dan Tama di kampus, karena rasanya Kila jadi pelengkap kalau gue dan Tama lagi gak bareng sama Tandra.
Dan satu lagi, ini harus banget gue sebutin gak ya? Yudis? Iya, walaupun gue hobi berantem sama dia, tapi rasanya kalau di kelas gak ada Yudis rasanya gak afdol. Oke, ini bukan tentang Yudhis, ini tentang Kila.
"Jaaaaaay. Gue laper, beliin makanan dong. Gue pengen nasi goreng ikan asin di Salman. Beliin ya, nanti portofolio gue yang terusin."
Itu kebiasaannya Kila, kalau laper pasti nyuruh-nyuruh gue. Karena ya gue nganggur sih. Kila gak mungkin nyuruh Tama atau Yudis yang kerjaannya banyak.
Gue ingat, hari itu hari Kamis yang tiba-tiba mendung saat gue baru keluar dari gerbang fakultas. Alhasil, gue balik ke kelas dengan satu bungkus nasi goreng ikan asin dan baju yang basah kuyup.
Gue bukan orang baik, di luar sana semua orang menganggap gue brengsek, tapi lo harus tau kalau gue sayang sama sahabat-sahabat gue. Maaf lebay.
"Jay, tolongin aku boleh gak?"
Gue menoleh ke arah pintu, disana Jeje baru datang dan ternyata Jeje gak sendiri. Dia datang bersama dua orang cowok yang bisa gue pastikan kalau dua cowok itu masih freshman. Tingkat satu, masih kering.
"Kakak mau ke ATM dulu, mau transfer. Ini kamu temenin murid bimbingan kakak ya? Sebentar doang."
Gue mendesah malas. Jeana ini kenapa suka banget recokin rumah sama adik-adik tingkat ingusan yang mengemis ilmu sama dia. Iya gue tau kakak gue pinter, gak kayak gue bego. Tapi kenapa sih bimbingan belajarnya harus di rumah? Ini udah kehitung lima kali Jeje bawa anak orang kesini.
"Permisi kak, gue Marten, ini temen gue Darwin."
Gue hanya mengangguk tanpa menoleh ke arah dua anak itu. Gue masih terlalu fokus menyelesaikan ronde kedua Allstar Battle Royale di PS gue.
"Gak pegel apa? Duduk sini." Kata gue sambil menggeser tempat duduk untuk mereka.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.