"Bagaimana kalau kita ke kampus?" Aku menyadarkannya dari entah-apa-yang-ia-pikirkan."Aku rasa aku rindu bermain basket disana."
Saat sedang berpikir, bola matanya pasti melirik ke arah kanan. Kebiasaannya yang paling aneh menurutku.
"Baiklah, sepertinya aku bisa bersantai di taman. Aku sudah lupa rasanya duduk santai di tengah hari seperti ini."
Kami pergi menggunakan mobilnya, namun aku yang memegang kemudi. Aku pikir akan hadir kecanggungan setelah aku yakin telah mengacaukan pertemuan ini. Untungnya saja tidak. Dia masih setia menghadirkan tawa dari cerita masa lalu, meskipun cerita itu akan terhenti jika sudah berakhir pada kata aku dan dia.
Aku sadar akan kesalahanku dan dia sadar jika tidak mengingatnya akan lebih baik.
Dan pria bodoh ini setuju. Julukanku menjadi dua sekarang, bodoh dan pengecut.
___