DIRA

103 5 5
                                    

Aku terdiam disudut pojokan kamarku, hatiku meringis sakit saat melihat sepasang sejoli tengah bermesraan diluar sana beberapa menit lalu. Juna, mantan kekasihku lebih memilih sahabatku Aruna.

"Apa salahku? Kenapa Aruna merebut Juna dariku?" aku menangis terisak-isak sambil menyeka air mata yang berguguran di kedua pipiku.

Ingin sekali aku marah, tapi pada siapa aku harus marah? Pada mereka? Atau pada cinta mereka.

Apa cinta pantas di salahkan?

Tapi......
Mengapa Aruna tega merebut Juna dariku? Aku pikir selama ini Aruna adalah sahabat terbaik dalam hidupku tapi mengapa dia tega melakukan semua ini padaku?

"Andai kau tahu Juna sampai saat ini hatiku masih mencintaimu." Entah mengapa air mata ini tak kunjung berhenti melihat kemesraan mereka, kemesraan yang dulu dilakukan juna hanya untukku.

Aku ingin melupakannya, melupakan semua kemesraan yang dia lakukan untukku. Tapi, apakah melupakan semua kenanganku dengannya itu gampang?

"Andai saja cinta itu bisa memilih," lirihku sambil menghembuskan napas gusar.

"Dira?"

Suara itu familiar. Suara yang memenuhi hari-hariku dulu, Juna. Aku berusaha keras untuk diam dan beranjak pergi, menjauh dari panggilan itu. Tetapi tubuhku berkata lain.

"Juna?" suaraku bergetar. Aku tahu aku tidak siap untuk ucapan apapun yang akan ia keluarkan setelah ini. Aku hanya ingin tahu.

"Ada apa? Kenapa kamu menangis?" Juna mendekatiku, berjongkok dihadapanku.

"Sejak tadi aku mencarimu, ternyata kau bersembunyi dikamar dan -" ucapannya menggantung, karena aku baru saja menepis salah satu tangannya yang baru saja hendak menyapu satu pipiku.

Kening Juna berkerut, seakan tidak mengerti dengan responku terhadap dirinya.

Sudah sewajarnya bukan, aku bersikap seperti ini? Didepan mataku dia bermesraan dengan sahabatku dan terang-terangan dia lebih memilih sahabatku dan meninggalkanku beberapa hari lalu.

Tapi, sekarang? Kenapa dia seperti ini? Seolah-olah tidak terjadi apa-apa diantara kami.

"Kenapa? Kenapa kamu menangis? Apa ada yang sakit" terlihat segurat kekhawatiran dari wajah juna yang selalu dia tunjukkan setiap terjadi sesuatu padaku dulu.

"Iya aku menangis. Aku menangis karena terluka. Terluka karena orang yang kucintai pergi meninggalkanku. Meninggalkanku sendirian. Luka yang tak siapapun melihatnya" tanpa dapat diduga air mata ini jatuh semakin banyak, tak dapat lagi aku bendung. Keluarlah sudah semua isi hatiku dihadapan Juna. Aku sudah lelah menyimpan kata-kata itu. Aku sudah lelah, sangat-sangat lelah.

"Dira... kamu salah, tidak ada niat-"

"Sudah cukup, jangan bicara lagi padaku. Pergi kamu!! aku tidak ingin mendengar apapun dari mulutmu itu, pergi Juna!!" teriakku dengan menutup kupingku menggunakan kedua tanganku. Sudah cukup sakit hati ini yang aku dapatkan. Aku tak ingin mendengarkan apapun lagi yang akan membuat hatiku semakin sakit dan terluka.

Mengapa Juna tak kunjung mengerti? Dimana Junaku yang dulu? Aku sungguh merindukan Juna ku. Juna pahlawan hidupku.

"Apa yang terjadi denganmu, Dira?" Tanya Juna menatapku khawatir.

"Kubilang pergi!" Teriakku lagi.

"Tenangkan dirimu, Dira. Aku tidak tahu kenapa kamu marah dan menangis seperti ini? Apa aku membuat kesalahan?"

Dira tertawa getir. "Kamu tidak tahu apa kesalahanmu kamu bilang? Kamu sudah membuatku menderita seperti ini dan kamu bilang tidak tahu kesalahanmu?!!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 11, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SamCer ( Sambung Cerita )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang