Prolog

202K 5.8K 84
                                    

Gadis itu duduk di tribun penonton memandangi seorang pria yang asik mendribel bola basketnya di tengah lapangan sana. Matanya tak luput memperhatikan semua gerak gerik yang pria itu lakukan, sesekali dia menghembuskan napasnya perlahan menghela rasa sesak yang sedari tadi dia rasakan. Miris, gadis itu menatap pria itu dengan sendu. Jelas sekali mata itu menyorotkan sorot kerinduan yang dalam.

"Mau sampai kapan lo kayak gini?" Sebuah tepukan di bahu Aster membuat gadis itu sedikit terlonjak kaget, ditatapnya seseorang yang sedang berdiri di belakangnya sambil menatap dirinya dengan tatapan prihatin.

Sekali lagi Aster kembali menghembuskan napasnya pelan, tak berniat menyahuti perkataan Laura yang sekarang sudah mengambil alih tempat duduk di sampingnya. "Jangan menutup diri dari kenyataan, keadaan gak akan berubah dengan sikap lo yang sekarang."

Aster bergeming sambil menatap lurus ke sepatu sneakers yang dikenakannya. Pikirannya kembali melayang ke kejadian yang seperti menjungkir balikkan dunianya.

Flashback on.

"Gue suka Sandra," ujar pria berperawakan tinggi itu sambil menatap Aster dengan sorot mata yang sendu. Mata Aster membulat sempurna tak bisa menutupi keterkejutannya di sore itu.

"Ke-kenapa harus Sandra?" tanya Aster lirih tak bisa menutupi rasa yang dirasakan hatinya sekarang. Wajahnya menunduk, tak sanggup menatap mata pria di hadapannya.

"Maaf As." Hanya itu yang mampu pria itu ucapkan, dari beribu kosakata yang dia kuasai sejak kecil hanya kalimat itulah yang mampu diucapkannya ketika melihat sorot pilu dari wanita dihadapannya itu.

"G-gue..."

Samudera menarik Aster lalu memeluknya, sedangkan yang di peluk hanya diam memamatung. "Maaf gue gak bisa bales perasaan lo As. Gue sayang Sandra,dan lo tau itu." Samudera merasakan punggung gadis itu bergetar perlahan, dia menangis.

"Gue sayang sama lo, tapi cuma sebatas sahabat As. Gue gak nyalahin lo kalau lo suka sama gue, tapi gue gak bisa bales perasaan lo." Aster tidak bersuara dia hanya diam bergeming di pelukan Samudera, dadanya serasa terhimpit.

"Kita gak bisa lagi sedeket dulu As, gue gak mau lo jadi susah ngelupain perasaan lo ke gue, gue gak mau perasaan lo malah berkembang lebih besar lagi As, gue gak mau nyakitin lo lebih dalem lagi." Samudera masih memeluk Aster yang semakin terisak. "Karena lo sahabat terbaik yang pernah gue punya As."

Samudera melepaskan pelukannya dari Aster lalu menatap gadis itu yang masih terisak dengan wajah tertunduk. "Sekali lagi gue minta maaf. Jangan pulang kesorean ya, gue duluan," ucap Samudera dan setelahnya dia pergi meninggalkan Aster di atas sebuah bukit yang tak jauh dari perumahan tempat Aster dan Samudera tinggal. Aster masih berdiri di sana sambil merasakan hatinya yang berdenyut pilu. Ditatapnya matahari yang perlahan turun menimbulkan semburat jingga di langit sore itu. Indah, tapi tak seindah perasaan Aster saat ini.

Samudera...Aster duduk memeluk kakinya menenggelamkan kepalanya di antara tangannya yang terlipat di atas lutut.

Flashback off.

"Udah sore As, ayok pulang." Laura menarik tangan Aster keluar dari lapangan basket sekolah mereka. Aster hanya menurut.

Sejak kejadian di sore itu baik Aster dan Samudera tidak lagi bertegur sapa, layaknya dua manusia yang tak pernah berbagi cerita sebelumnya.

Laura sudah sangat sering menasehati sahabatnya itu agar tidak menyalahkan dirinya sendiri atas hancurnya persahabatan antara dia dan Samudera. Namun bukan Aster namanya jika dia bisa langsung mendengarkan nasihat orang lain, Laura paham sekali dengan tabiat sahabatnya yang satu ini sangat keras kepala.

"Hidup itu melangkah maju As, bukan selalu terpuruk dengan masa lalu," ujar Laura yang hanya ditanggapi dengan anggukan kecil dari Aster.

Dalam bungkamnya hati gadis itu menjawab, bukannya enggan untuk melangkah maju, dia hanya sedang terjebak dalam rasa penyesalannya, rasa penyesalan atas rasa yang dia punya yang berimbas pada keretakan hubungan dirinya dan Samudera.

***

Double A (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang