19

43.7K 2.5K 36
                                    


"Jadi gakpapa kalau gue benci orangnya?" tanya Aster kali ini dia tersenyum tanpa menunjukkan tatapan sendu itu lagi.

Arthur tertawa kecil, "selama ini gue gak mau bener-bener ngebenci orang," ujar Arthur sambil menatap Aster.

"Kenapa?"

"Lo pernah denger pepatah gak kalau dari benci bisa jadi cinta, lagian nenek gue dulu pernah bilang orang yang kita cinta belum tentu jadi jodoh kita dan orang yang kita benci belum berarti bakal selalu jadi musuh kita. Kadang tuhan memberikan kita jalan yang misterius untuk mengenal apa itu cinta, iya gak?" tanya Arthur meminta persetujuan Aster.

Aster menunjukkan deretan giginya yang rapih, dia tersenyum menanggapi perkataan Arthur. Sekarang dia merasa tidak sedang bersama Arthur sang pembuat onar disekolah, dia seratus delapan puluh derajat berbeda dari kesehariannya.

"Kadang gue sering ngerasa aneh kalau lagi sama lo. Lo misterius, susah ditebak. Lo kayak rubik yang punya banyak sisi, kadang lo jail, ngeselin, dingin, dan akhir-akhir ini lo jadi perhatian sama gue," ujar Aster jujur mengenai pendapatnya tentang Arthur.

"Gue sempet mikir kalau lo itu sama aja kayak cowok lainnya, lo nakal, sering mainin perasaan cewek-"

"Tunggu..." ujar Arthur memotong perkataan Aster, "oke kalau lo bilang gue nakal gue akui itu, tapi soal yang mainin perasaan cewek gue gak terima soal itu." Arthur merasa keberatan saat Aster menganggapnya seperti itu.

"Thur hubungan lo sama cewek-cewek disekolah itu udah jadi rahasia umum, semua kabar tentang lo apalagi hubungan lo tuh selalu buming disekolah," ujar Aster mempertahankan pendapatnya.

"Mereka gak pernah betul-betul tau siapa gue As, lagian yang lo denger itu kan cuma sekedar gosip nyatanya gue gak bener deket kan sama cewek-cewek itu," ujar Arthur menjelaskan kepada Aster. Memang Aster hanya mendengar gosipnya sih tanpa tahu keadaan sebenarnya seperti apa.

"Hidup bukan cuma tentang mendengar As, tapi juga tentang melihat dan memahami," ujar Arthur menatap lembut kearah Aster yang sedari tadi menatapnya seolah mencari kebohongan dimata Arthur. Namun jika memang itu yang dia lakukan, maka dia harus siap menelan kekecewaan karena Arthur memang berkata jujur.

"Gak semua yang terlihat baik itu baik, dan gak semua yang terlihat buruk itu buruk As." Tambah Arthur memberi pengertian kepada Aster.

Aster terdiam, benar kata Arthur. Gak semua yang terlihat baik itu baik, dan gak semua yang terlihat buruk itu buruk, hidup bukan cuma tentang mendengar tapi juga tentang melihat dan memahami. Selama ini Aster hanya mendengar gosip-gosip mengenai Arthur tanpa tahu yang sebenarnya atau mencoba memahaminya.

Ada sedikit rasa bersalah menyelinap di diri Aster karena telah salah menilai Arthur, dia gak seburuk apa yang orang-orang bilang.

"Gue boleh nanya gak ke lo?" tanya Aster kepada Arthur.

"Tanya aja, selama gue bisa jawab pasti gue jawab," ujar Arthur sambil memfokuskan pandangannya ke Aster.

"Kenapa lo suka banget buat masalah di sekolah?"

Arthur menghela napasnya pelan, "terkadang kita punya pemikiran yang berbeda dengan orang lain, dan gue berpikir kita gak akan bisa nikmatin hidup kalau kita terus berada di zona aman kita. Gue cuma mau nikmatin masa muda gue aja dengan keluar dari zona aman gue, lebih banyak tantangan dan pengalaman yang gue dapet. Gue belajar gimana kerasnya kehidupan, sebenarnya ada banyak cara kita mempelajari kehidupan, tapi gue memilih cara yang sulit untuk mempelajarinya." Jelas Arthur kepada Aster.

"Tapi asal lo tau As, senakal nakalnya cowok dia juga punya kelemahan," ujar Arthur.

"Kelemahan? Apa?" tanya Aster penasaran.

"Keluarga dan orang tercinta," kali ini Arthur menatap Aster dengan tatapan penuh artinya.

Aster hanya manggut-manggut mendengar jawaban Arthur. Perlahan Aster mulai paham siapa Arthur.

"Saat lo hanya menilai seseorang dari penampilan atau tingkah lakunya lo akan kehilangan kesempatan untuk bertemu sama orang-orang yang hebat As," ujar Arthur sambil tertawa kecil.

"Lo mau banggain diri sendiri ya?" tuduh Aster menunjuk Arthur sambil memicingkan matanya. Keduanya tertawa bersama.

Tak terasa hari sudah mulai gelap, mereka masih berada disana menikmati beberapa wahana yang menarik bagi memereka. Sesekali mereka membeli makanan-makanan ringan yang dijual disana.

"Eh ada stan seni," ujar Aster sumringah, dia langsung menarik tangan Arthur mendekat kedalam stan itu.

Ada beberapa lukisan yang dipamerkan disana. Mata Aster terlihat berbinar ketika melihat karya-karya seni yang berada disana. Sepertinya gadis disampingnya ini tertarik dengan dunia seni.

Sementara Aster yang sibuk melihat-lihat karya seni yang sedang dipamerkan disini tanpa mempedulikan Arthur. Pria itu mendekati stan yang sedari tadi mencuri perhatiannya. Ada banyak benda unik yang digantungkan disini.

"Mau beli dream catcher nya Mas?" tanya seorang penjual.

"Boleh, yang ini dua ya," ujar Arthur menunjuk sebuah gantung berwarna putih. Setelah si penjual selesai membungkus belanjaannya Arthur kembali menghampiri Aster.

"Nih..." ujar Arthur memberikan satu dream catcher yang tadi dia beli kepada Aster.

Aster terlihat bingung, namun dengan senang mengambilnya dari tangan Arthur. "Dream catcher?" tanya Aster bingung, bagaimana orang seperti Arthur tahu tentang dream catcher.

"Iya, gue liat tadi bagus," ujar Arthur sambil memperhatikan dream catcher ditangannya.

"Lo tau gak ini punya fungsi?"

"Sebagai pajangan lah," jawab Arthur sekenanya.

Seharusnya Aster sudah tahu itu, Arthur mana pernah mengerti soal seperti ini. "Beberapa orang percaya kalau dream catcher itu bisa nangkep mimpi, seperti arti namanya. Jadi kalau kita gantung ini dikamar kita, kita bakal selelau mimpi indah," ujar Aster.

"Gue gak percaya ah, buktinya tanpa gue gantung ini dikamar, gue selalu mimpi indah," ujar Arthur menatap Aster.

"Lo mimpiin gue ya?" Goda Aster sambil tersenyum jail kepada Arthur.

"Oh udah berani lo ya godain gue," ujar Arthur sambil merangkul leher Aster membawanya keluar dari stan seni.

Setelah puas mencoba wahan yang ada di karnaval itu mereka memutuskan untuk pulang, namun sebelumnya Arthur mengajak Aster untuk makan malam terlebih dahulu.

Suasana direstoran yang didatangi mereka cukup ramai. Selagi menunggu pesanan mereka datang mereka mengobrol tentang keseharian mereka masing-masing.

"Kapan lo tanding?" tanya Aster.

"Kurang lebih satu bulan lagi," jawab Arthur mengingat pertandingan tinju yang akan dia ikuti nanti.

"Lo gak takut cidera apa?" tanya Aster lagi, memang sedari tadi Asterlah yang paling banyak bertanya mengenai Arthur seperti mencoba menggali informasi tentang pria itu.

"Kita gak akan pernah sukses kalau gak mau keluar dari zona aman kita," jawab Arthur. "Lagian cidera itu kan udah jadi resikonya As," tambahnya.

Aster menghela napasnya, apa yang dikatakan Arthur memang benar, pekerjaan apapun itu pasti ada resikonya. Tak lama dari itu pesanan yang sedari mereka tunggu akhirnya datang. Mereka menikmati makanan masing-masing dengan diam, tak ada lagi yang memulai percakapan.

***

A/n: Typo?sorry. Bad EYD? sorry.
Don't forget to give me vote & comment. See you in the next part 👋.

Lot's of love,

Author.

Double A (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang